Cinta seorang gadis psycopath(21+)

LINA



LINA

2Setelah menerima telepon dari Lina, absen langsung memutar balik mobilnya.     

"Kenapa lagi, sih dia ini sebenarnya? Selalu saja mengganggu urusanku!" unpat Axel.     

Tiba di rumah, pria itu nampak memasang wajah masam. Menahan emosi pada Lina istrinya.     

"Xel, kau sudah pulang?" Sambut wanita cantik mengenakan dress biru muda tersebut.     

"Mau apa lagi kau?" bentak Axel kesal.     

"Xel, kau ini kenapa? Aku hanya ingin kamu pulang."     

Axel memandang Lina dari atas hingga bawah. Wanita itu nampak baik-baik saja.     

"Kau bisa kan di rumah sendiri? Walau ga ada aku, harusnya ga masalah, bukan? Pembantu ada. Uang juga sudah aku kasih! Kurang apa lagi?"     

Lina menunduk, menyembunyikan air matanya.     

"Aku ini istrimu. Tidak bolehkah jika aku meminta perhatian darimu? Aku juga sedang mengandung anakmu, Xel," jawab Lina sambil terisak.     

"Oh, jadi kamu merasa keberatan mengandung anakku? Oke hitung saja kamu berapa hari mengandung anakku aku bayar tiap harinya. Untuk melahirkan aku beri kamu 100 juta. Apakah itu masih kurang?" tanya Axel dengan arogan.     

Lina menggelengkan kepalanya beberapa kali dengan wajah yang penuh dengan deraian air mata. "Kenapa kamu berpikir demikian, Xel? Aku ikhlas mengandung anakmu karena aku cinta kamu. Aku hanya butuh perhatian darimu saja. Sebagai istri, aku memiliki hak untuk itu. Dan kau, sebagai suami, kewajibanmu tidak hanya memberikan nafkah lahir. Tapi, juga nafkah batin."     

"Dasar, kau benar-benar jalang! Di usia kandungan belum genap tri semester awal saja kau bahkan memikirkan itu? Baik! Aku akan beri kamu!"     

Dengan kasar Axel menarik tubuh Lina dan melakukan persetubuhan di tempat itu. Dia sudah kesal. Jadi, tak peduli jika melakukan hubungan tanpa adab seperti binatang.     

"Xel, kau apa yang kamu lakukan? Kenapa harus di sini?" tanya Lina. Mempertahankan pakaiannya.     

"Kau tanya aku kenapa? Bukankah kau barusan bilang jika kau inginkan nafkah batin, hah? Ini kan yang kau minta?" ucap Axel penuh dengan amarah.     

"Xel, aku memang inginkan itu. Tapi, tidak begini juga, kan? Jika kau mau berhubungan, kenapa harus di sini? Kita memiliki kamar," ucap Lina.     

"Bagaimana jika aku tidak peduli?" ucap Axel sambil terus melakukan apa yang ia lakukan.     

"Ah... Xel! Perutku sakit," ucap Lina.     

Tapi, Axel tetap tidak peduli. Dengan kasar dan brutal dia tetap menyetubuhi Lina dalam posisi berdiri. Ia baru menghentikan ketika ia menyadari ada bercak darah jatuh di lantai.     

"Lina, kamu?" Axel menghentikan aktivitasnya. Ia memandang wajah Lina yang tiba-tiba berubah pucat.     

"Perutku sakit banget, Xel," keluh wanita itu sambil menangis dan memegangi perutnya.     

Tak mau terjadi hal buruk pada bayinya, Axel langsung menggendong Lina dan membawanya ke rumah sakit.     

Tiba di rumah sakit, Axel sudah seperti orang gila. Dia memarkir mobil di depan pintu IGD dan berteriak-teriak memanggil perawat dan juga dokter.     

"Dokter, perawat! Tolong istri saya mengalami pendarahan!" teriak Axel di depan pintu IGD.     

Tak lama kemudian, dua orang perawat keluar mendorong blankar. Tapi, Axel langsung menerobos masuk ke dalam sambil menggendong Lina yang terus saja mengeluh kesakitan.     

Tidak lama kemudian, seorang suster minta agar Axel keluar dari IGD.     

"Kenapa aku harus keluar? Yang di dalam sana itu istriku bukan orang lain. Dia sedang mengandung anakku. Aku haru menemaninya!" protes Axel.     

"Iya, Tuan. Saya tahu, dia istri anda. Tapi, tolong patuhi peraturan rumah sakit. Anda harus keluar selama pemeriksaan," ucap suster itu kwalahan.     

"Tapi, Sus... Calon bayiku... "     

"Tenang, Pak. Kami, akan berusaha memberi yang terbaik untuk pasien kami. Anda berdoa saja, semoga istri anda baik-baik saja," ucap suster tersebut, memotong pembicaraan.     

"Bapak Axel," panggil dokter pria dari dalam ruang IGD.     

"Iya, saya. Bagaimana keadaan istri dan calon anak saya?" tanya Axel penuh harap.     

"Masuklah. Istri anda tidak apa-apa," jawab dokter itu.     

Setelah Axel masuk dan duduk di depan dokter yang menangani Lina, dokter tersebut menjelaskan, apa yang membuat Lina mengalami pendarahan hebat dan nyaris keguguran.     

"Usia kandungan masih sangat muda, dan lemah. Sebaiknya, jika melakukan hubungan jangan sering-sering dan satu lagi yang paling penting jangan terlalu kasar perlakukan dia dengan lembut seperti saat malam pertama. Sebab, jika tidak itu bisa mengancam keselamatan janin nya," ucap dokter itu panjang lebar. Dan blak-blakan pastinya.     

Axel yang memang merasa jika dian     

Baru melakukan hubungan badan dengan kasar pada Lina, dia hanya diam dan tidak mengelak. Entah, Lina yang bercerita, atau memang terdeteksi oleh alat dokter dia tidak tahu pasti.     

"Tapi, anak dan istri saya tidak apa-apa, kan Dok?" tanya Axel. Memastikan.     

"Dia sekarang tidak apa-apa. Tapi, sedikit saja terlmabat, anda bisa kehilangan salah satu dari mereka, atau bahkan keduanya."     

Kembali Axel diam tidak menjawab.     

"Dia ada di balik selambu ini sambil menunggu kamar rawat disiapkan," ucap dokter itu lagi.     

Tanpa berkata apa-apa, Axel langsung beranjak menuju hospitalbad di sebelah tempat dokter itu dan melihat Lina yang terbaring dengan selang infus menancap di tangan kanannya.     

Axel memandang Lina. Dia masih diam tak tahu harus berkata apa. Setiap harinya, Axel memang cuek dan cenderung tidak menganggap Lina sebagai istri.     

Lina, bisa mengandung putranya saat ini karena wanita itu mendapatkan bantuan dari ibu mertuanya. Elizabeth meletakkan obat perangsang pada minuman Axel dan menantunya. Dan mengunci mereka berdua di dalam kamar.     

"Pasien, atas nama bu Lina. Kamar rawat untuk anda sudah siap," ucap seorang perawat.     

Lina pun berusaha untuk sendiri namun dengan cepat akan membantu dia dengan memapah punggungnya.     

"Anda kuat duduk, atau tidak?" tanya suster itu lagi.     

"Iya saya kuat. Ndak usah memakai pelankan cukup kursi roda saja," jawab Lina lirih.     

"Tapi, Lin... Kamu, kan?" tanya Axel khawatir.     

Lina tersenyum lembut, dan memegang tangan Axel sambil berkata pelan, "aku nggak apa-apa, Xel. Masalahku sudah selesai teratasi. Aku hanya butuh banyak istirahat saja jika hanya duduk di kursi roda, kurasa juga tidak masalah."     

"Ya, baiklah!" jawab Axel. Pasrah.     

Tiba di bangsal pun juga masih banyak diam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Lain halnya dengan Lina. Dia tersenyum sambil sesekali mencuri pandang pada ada sosok pria tampan yang kini telah jadi suaminya.     

Ada perasaan bangga dan senang di dalam hati wanita itu, tatkala mengingat seperti apa panik dan gugupnya Axel tadi ketika melihat dirinya mengalami pendarahan hebat. Dan menanyakan beberapa kali pada dokter dan suster dengan menyebut dirinya sebagai istrinya.     

Namun ia kembali murung ketika mengingat seperti apa kelakuan Axel selama ini padanya.     

Pria itu selalu saja cuek. setiap bertanya apa yang dimakan dan dia lakukan, selalu ada embel-embel bahwa dia tak ingin hal buruk menimpa calon anaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.