Cinta seorang gadis psycopath(21+)

AKU TAKUT



AKU TAKUT

1"Seperti apa keadaan kantor perusahaan kau sudah lihat. Ini sudah menjadi milikmu sekarang. Apakah kau tidak ingin melihat-lihat tempat produksi atau pabrik kita?" tanya Dicky.     

"Tidak masalah, apakah letak pabrik nya jauh dari, sini?" tanya Chaliya semangat.     

"Tidak terlalu jauh, dan juga tidak terlalu dekat. Bisa dikatakan lumayan lah."     

"Baiklah kalau begitu ayo kita pergi sekarang!" ajak Chaliya sambil melingkarkan lengannya pada lengan Dicky.     

Mereka berdua tertawa dan bahagia. Namun, tidak dengan seorang wanita cantik bertubuh jenjang yang bersembunyi di balik tembok setelah melihat kebahagiaan mereka. Ingin menangis, tapi air mata sudah habis.     

"Dick, kamu ini pria tulen dan maskulin. Apa yang membuat dirimu terinspirasi membuat perusahaan di bidang kecantikan?" tanya Chaliya sambil memandang suaminya yang tengah fokus memegang kemudi.     

"Kalau soal itu, tentu saja aku berfikir, kelak di masa depan aku akan memiliki seorang istri. Sebagai suami yang baik, aku ingin memberikan sesuatu yang terbaik untuknya. Ternyata, itu kamu. Dan kau memang pantas memiliki ini. Nanti, kau bisa promosikan brand milikmu tanpa harus menyewa artis, atau selebgram untuk dibayar. Kau saja sudah lebih dari cukup."     

Sebenarnya, ini bukanlah kali pertama Dicky memuji dirinya, tapi entah kenapa tiba-tiba dia merasa malu saja.     

"Kamu sangat memikirkan orang yang jadi pendamping hidupmu, ya. Sedikitpun aku tidak menyangka, kalau setelah menjadi istrimu akan mendapatkan semua ini," jawab Chaliya.     

"Percayalah, kau sangat layak untuk ini semua. Kau benar-benar mencintaiku apa adanya, meskipun kamu tahu aku bukanlah orang yang sepenuhnya baik," tukas Dicky sambil sesekali memandang Chaliya.     

"Kamu berkata seperti itu seperti aku ini wanita baik-baik saja, dan dari kalangan keluarga terpandang. Di negara asalku sana, di Thailand. Chaliya terlahir dari seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, saat anaknya masih dalam kandungan. Aku dibesarkan seorang diri oleh single parent yang tidak kaya. Sementara identitas asli ku... kau tahu, kan? Orang tuaku adalah pasangan broken meskipun mereka tidak sampai bercerai, tapi papa aku terus memiliki selingkuhan. Sementara aku membunuh selingkuhannya dengan sadis dan memasak kepalanya, untuk dijadikan makan papaku kala itu, hingga dia gila dan kuperparah dengan memberikan kan obat yang tidak seharusnya diminum dengan cara menyuab dokter di rumah sakit jiwa tempat di mana papaku diperiksa."     

"Sudah jangan pikirkan itu lagi! Aku tidak pernah menyalahkan dirimu atas hal itu. Kalaupun ada yang disalahkan, yang paling bersalah adalah kedua orang tuamu. Terlebih papamu. Dia seharusnya sebelum melakukan hal itu, memikirkan putrinya. Seperti apapun seorang anak tidak ingin melihat salah satu orang tuanya dikhianati oleh orang tuanya sendiri. Seperti kau, yang akhirnya depresi dan tidak menemukan pelarian. Akhirnya, nekat melakukan hal itu. Seandainya orang tuamu hidup dalam keadaan damai, tentram, dan harmonis... aku yakin, kau adalah wanita yang sangat cantik dan baik hati lembut dan tak akan melakukan hal sekejam itu."     

Chaliya menatap Dicky. Dia tertegun terharu oleh apa yang dikatakan pria itu. Benar-benar Dicky adalah jelmaan Andra. Tidak hanya fisik, namun perkataan dan cara dia mengerti dirinya tidak jauh berbeda dengan Andra. satu-satunya di dunia ini orang yang paling mengerti dirinya hanyalah Andra dulu. Namun setelah Andra mati akhirnya tidak dipertemukan oleh penggantinya.     

Merasa keadaan menjadi hening tak ada jawaban dari Chaliya, seketika Dicky menoleh ke samping, melihat wanita itu, ternyata ia meneteskan air matanya.     

"Sayang kamu kenapa? kok nangis gitu sih? aku salah ngomong, ya? Maaf jika aku membuatmu sedih." Seketika mobil pun menepi, Dicky menghentikannya dan memandang Chaliya lalu menghapus air matanya. "Maaf, jika aku membuatmu sedih," ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari Chaliya.     

"Bodoh! siapa yang menangis karena sedih aku terharu kukira setelah kematian Andra tidak akan ada orang yang bisa mengerti ku lebih baik seperti dirinya. Tapi, ternyata aku salah, Dick. Tuhan mengirimkan dirimu untukku. Untuk mengertiku, tidak hanya itu saja. Lihatlah dirimu, kenapa wajahmu mirip walaupun kau sedikit lebih menyebalkan daripada dia." Chaliya tertawa sambil menangis.     

"Harusnya aku cemburu dan marah jika perbandingan dengan pria lain. Tapi karena aku sudah berjanji... oke lah. Terserah kamu, mau anggap aku ini apa. Dicky atau Andra yang penting kau mencintaiku. Aku juga mencintaimu. Karena, memang wajah kami tidak bisa dibedakan. melihat mayat nya saja seperti melihat diriku yang tertidur," jawab pria itu sambil tertawa.     

"Tidak. Aku tidak pernah menyamakan dirimu dan dia. Aku, mencintaimu bukanlah pelampiasan. Namun benar-benar tumbuh dari dasar hatiku yang paling dalam. Aku mencintaimu, Dicky. Aku nggak mau kehilangan kamu. Kamu juga jangan pernah khianati aku demi siapapun apalagi wanita yang pernah ada di masa lalumu," ucap Chaliya melepaskan kaitan sabuk pengaman selalu mengarahkan tubuhnya mendekati Dicky dan memeluk erat tubuh pria itu.     

"Ngapain aku nikahin kamu jika akhirnya menghianatimu itu tidak mungkin sudah lah jangan terlalu takut seperti itu percayalah meskipun dulu aku buaya tapi sekarang aku manusia yang setia."     

Chaliya diam dia semakin mempererat pelukannya pada tubuh Dicky.     

"Kamu kenapa sih tiba-tiba ngomong kayak gitu apakah ada masalah?" tanya Dicky yang merasa ada hal yang tak beres.     

"Aku kan hanya berpesan saja sama kamu, dan berharap jika kelak kau, akan tergoda dengan wanita lain siapapun itu entah dari masa lalu atau yang baru kau temui... kau ingat hal ini. Supaya kau tidak mengingkarinya," ucap Chaliya.     

Dicky tersenyum sambil mengelus belakang kepalaku Chaliya. Dia membelai rambut panjangnya yang halus dan indah. "Kenapa, kamu tiba-tiba berpesan seperti ini? Tidak mungkin kan, kamu berpesan tanpa alasan ada apa?" cecar Dicky sekali lagi.     

"Nggak ada apa-apa kok. Aku merasa saja seorang playboy, biasanya merasa menyesal telah membuang salah satu wanita yang dimiliki di masa lalunya, saat menyadari bahwa wanita yang hidup bersamanya saat ini tidak sebaik yang dia kira dulu."     

"Kamu berbohong kan?" rupanya, Dicky terlalu peka. Entah dia yang terlalu peka sebagai seorang pria atau sudah sangat hafal seperti apa karakter istrinya.     

"Kenapa harus berbohong?" tanya Chaliya. Tidak mau mengakui yang sebenarnya.     

"Tentu saja aku yakin kalau kamu berbohong. Kau sudah tahu kalau aku adalah pemain sejak dulu. Kenapa kau tidak dari dulu saja berpesan seperti ini dari awal menikahz atau sebelum kita menikah misalnya." Dicky menunduk. Dia memang tidak bisa melihat wajah Chaliya. Tapi, dia bisa melihat kepalanya dari atas.     

Chalya diam. Dia berpikir mencari alasan yang tepat tidak pernah bagi dirinya selama ini sampai bingung atau kehabisan kata-kata menerima pertanyaan dari seseorang .     

"Sudah... nggak perlu ngeles lagi. Aku tahu siapa kamu. Jangan memakai alasan kalau kau berkata seperti ini baru mulai mencintaiku. Jauh hari sebelum kita menikah, kau sudah benar-benar jatuh cinta padaku hanya saja kau terlalu gengsi. Atau, mungkin masih ragu. Karena, kamu adalah tipe wanita yang susah untuk jatuh cinta jadi sekali jatuh cinta, kamu akan berhati-hati. Tidak akan gampang menerima pria yang menawarkan cinta di dalam hidupmu."     

Merasa kalah dan menyerah akhirnya Chaliya pun mengaku. Dia mengatakan apa yang terjadi di perusahaan tadi ketika dirinya di toilet.     

"Tadi saat di toilet, aku bertemu dengan Debora. Katanya dia adalah asisten pribadi wakil presiden di perusahaan. Sepertinya, dia sangat mengenalmu. dia juga menunjukkan kalau kalian berdua sangatlah dekat. Tidak hanya itu. Bahkan, dari matanya aku juga menangkap betapa kecewanya dia mengetahui dirimu sudah menikah denganku."     

"Oh dia mengatakan apa saja padamu Apakah dia bercerita sesuatu tentang aku dan dia di masalalu?" tanya Dicky penasaran.     

"Tidak. Dia tidak mengatakannya secara langsung hanya saja Dia berkata sesuatu tentang dirimu seolah-olah kalian berdua dulu sangat dekat dan dia adalah wanita yang sangat mengenal dirimu. Lalu ketika aku mengatakan bahwa apa yang dia katakan tentang dirimu salah dia juga nampak seperti tidak terima. Meskipun tidak dikatakan tapi aku bisa mengerti dari Kristus nya mana mungkin aku bisa salah aku lebih lama mengenal dia daripada kamu jadi jika kamu mengatakan itu salah kau hanya tidak ingin ada wanita lain yang bisa mengerti kamu lebih baik dari pada dirimu.   Terlihat sekali, kalau tadi itu dia sangat kesal, Dick."     

Chaliya bercerita dengan mimik serius, dan penuh ekspresi. Lalu, ia menatap ke arah Dicky yang benar-benar mendengarkan dia bicara.     

Dicky diam sesaat. dia mengingat dulu saat dia juga masih ikut turun tangan di perusahaan, jauh hari sebelum dia mengenal Chaliya. Setelah mengenal Chaliya jadi jarang dan bahkan tidak pernah. Karena, dia lebih suka menghabiskan banyak waktu dengan wanita itu daripada bekerja. Toh, buat apa terlalu gila bekerja dia sendiri juga sudah kaya tanpa bekerja pun warisan dari kedua orang tuanya lebih dari cukup jika hanya untuk hidup untuk tujuh keturunan. Bersenang-senang sebelum usia terlalu tua akibat terlalu keras bekerja di saat muda bukanlah suatu kesalahan, bukan?     

"Kamu katakan sesuatu padaku ceritakan segelintir kisah tentang kau dan dia agar aku bisa tenang apa yang terjadi di antara kalian. Apakah kalian pernah pacaran atau mungkin lebih dari itu. Biasanya... wanita merasa dimiliki setelah memberikan satu-satunya benda yang paling berharga untuk seorang pria. Dan, dia akan merasa sakit dan hancur jika pria itu memiliki wanita lain." Chaliya tidak menunduk. Namun, tidak juga menatap Dicky. Wajahnya lurus melihat ke depan.     

"Aku dan Dia memang sangat dekat. Aku sering curhat sama dia, tentang wanita mana yang baru saja aku tiduri dan yang ingin aku tiduri. Namun, percayalah! sekali saja, aku tidak pernah meniduri dia aku menjaga dia namun tak kusangka dari caraku menjaga dan memperlakukan dia...  dia memiliki anggapan lain tentang diriku. Dia berpikir, bahwa pria baik-baik tidak akan merusak wanitanya. Pria baik-baik baru akan menggauli, atau menyentuh tubuh wanita yang dicintai saat sudah menikah. tapi, nyatanya Aku tidak menikah dengannya karena memang aku tidak menyukainya walaupun dia seksi cantik kata orang tapi dia bukanlah tipe ku."     

Dicky menghela nafas panjang. Lalu, kembali Dia berkata, "Mungkin kesalahpahaman ini terjadi ketika aku berkata bahwa semua wanita yang aku tidur yg tidak ada yang aku cintai semua hanyalah pemuas nafsu yang aku cintai akan aku nikahi."     

Diki yang sejak tadi tatapannya tidak lepas dari wajah Chaliya melihat sedikit perubahan ekspresi wanita itu dia terlihat tenang dan percaya dengan apa yang dia katakan karena memang pada dasarnya sekalipun dia tidak pernah berbohong pada wanita itu.     

"Terima kasih kamu sudah mau jujur tapi bagaimana, aku menghadapinya nanti setelah aku menjabat sebagai CEO perusahaan itu?" Tanya Chaliya. Kebingungan nya sangat natural. Tidak dibuat-buat.     

"Kamu itu, bukan CEOnya. Kau adalah pemiliknya. Jika kamu keberatan bekerja karena tak ingin melihat Debora, ya mudah saja. Kau, bisa memperkerjakan orang yang kau anggap pantas untuk kau bayar menjadi CEO. Kau tidak perlu risau tentang itu. Jika kau bertemu dia, biasa aja. Diantara kalian berdua tidak ada masalah, dan bersikaplah seolah kau tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu dia bersamaku. Walaupun kau tahu, jangan pikirkan lagi.     

cukup fokus Aku adalah suamimu dan kau adalah istriku."     

Chaliya tersenyum dia mulai berani menatap wajah Dicky lagi dan berkata lirih, "Oh, begitu ya? Baiklah! Akan aku coba. aku akan tetap berperilaku biasa saja."     

Dicky tersenyum mencubit hidung mancung chalya kemudian berkata, "Tuh, kan... tebakanku benar, soal perasaan saja kau sebenarnya tidak tega an orangnya. aku tahu kau bukan takut bertemu dengan dia atau merasa kalah saing. Tidak sama sekali. Kau sebenarnya hanya tidak enak karena merasa merebut kebahagiaannya. Jadi, lupakan saja tentang masa lalu kami."     

Chaliya kembali memeluk Dicky. Dia benar-benar nyaman berada dalam delapan pria itu. Dia tidak hanya memanjakan dirinya. Tapi, juga sangat mengerti dirinya.     

'aku berjanji padamu akan membahagiakanmu agar kondisi mental mu tetap stabil, supaya tidak melakukan tindak kejahatan seperti dulu lagi,' sumpah Dicky dalam hati.     

Sepulang dari pabrik skincare yang dimiliki oleh Dicky yang baru saja di hadiah kan pada dirinya di saat perusahaan itu telah berkembang pesat, Chaliya merasa lelah. Dia mengempeskan tubuhnya di atas sofa, setelah melempar hand bagnya pada meja.     

"Apakah kau, lelah Alea?" tanya seseorang. tapi itu bukan suara Dicky. Lagipula Dicky tidak terbiasa memanggil dirinya dengan nama Alea, tapi nama chaliya.     

Chaliya terperanjat. Dia berusaha mencari sumber suara itu. Yang jelas terdengar jika itu adalah suara wanita. Namun, suara siapa?     

Di rumah ini hanya ada dia dan Dicky. tidak ada siapapun. Jangankan penjaga kebun... pembantu pun dia tidak mempekerjakan meskipun hanya datang beberapa hari sekali.     

Chaliya mengerjakan semua pekerjaan rumahnya sendiri. Mulai dari memasak, mencuci, beres-beres rumah, dan juga kebun di halaman rumah pun adalah dia, yang sudah terbiasa mandiri mengerjakan semua itu.     

Wanita cantik berambut panjang itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tidak ada siapapun. Suara juga hening. Karena penasaran, dan merasa yang datang adalah manusia ia pun berteriak, "Siapa itu? keluarlah! jangan berusaha menakuti ku. karena aku tidak akan pernah takut pada siapapun termasuk kamu!"     

Namun suasana tetap hening. Tidak ada yang menyahut hingga pintu ruang tamu terbuka lebar. Chaliya terkejut secara refleks, dia benda apa saja di depannya yang bisa dijangkaunya. kemudian bersiap untuk melempar nya. Beruntung dia dalam keadaan sadar sepenuhnya. Meskipun terlalu takut. Namun dia tidak terlalu panik hingga melakukan hal yang terlalu gegabah. Ternyata yang membuka pintu adalah dicky.     

Melihat yang datang adalah suaminya, wanita itu pun akhirnya bisa bernafas lega. diletakkan kembali vas bunga tersebut pada tempatnya, sambil mengelus dada. "Kukira, siapa?" gumam nya lirik yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.     

"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa memegang vas bunga seperti hendak dilemparkan padaku? Apakah aku ada salah, sama kamu? Atau, kamu tidak percaya dengan apa yang aku ceritakan mengenai Debora? Aku sudah mengatakannya dengan jujur.     

Jika, kau tidak tidak aku percaya... kau bisa bertanya pada wakil presedir perusahaan. Seperti apa hubungan kami, dulu."     

Dicky seketika mengulang lagi. menjelaskan panjang lebar terkait masalah tadi ketika di perjalanan. Sebab, dia mendapati Chaliya terlihat aneh, meskipun dulu dia belum mencintai dirinya sepenuhnya... tak pernah sekalipun dia berusaha menyakiti dirinya. Namun, kenapa kali ini tiba-tiba dia mengangkat vas bunga tinggi-tinggi dan bersiap untuk melebarkan dirinya?     

Menyadari bahwa suaminya telah salah paham pada dirinya, Chaliya pun berdiri, dan berusaha menjelaskan sesuatu yang baru saja terjadi.     

"Sayang," ucapnya. Pertama kali dia memanggil Dicky dengan panggilan Sayang.     

"Aku tidak berusaha melempar vas ini padamu. Barusan, aku mendengar seorang wanita memanggilku. menyapaku, bertanya aku sudah pulang tapi siapa?" Kedua mata Chaliya terbelalak. Bingung dan takut bercampur aduk jadi satu.     

Dicky memperhatukan seperti apa ekspresi istrinya. Dia nampak seperti orang yang telah panik waspada sekaligus ketakutan. Saat merasa rumahnya berhasil dimasuki oleh orang asing yang memiliki niat jahat kepada dirinya     

"Siapa, Sayang? Di sebelah mana kau mendengarnya?" tanya Dicky, juga takut jika hal buruk mengenai keluarga kecilnya.     

"Aku pun juga tidak tahu suaranya tidak jelas berada di mana. Tapi aku benar-benar mendengarnya, Dick. Itu sangat jelas sekali," ucapnya. dia berusaha mendengarkan dan menatap dalam kedua mata Dicky dengan penuh permohonan, agar pria itu mau percaya padanya, atas apa yang barusaja dikatakan.     

"Suaranya seperti siapa? apakah kau mendengar ciri-ciri suara seperti itu?     

Alea kembali berusaha mengingat seperti apa suara yang menyapanya tadi. Namun, tiba-tiba saja dia terkejut melompat dari kursi berlari dan memeluk suaminya erat.     

"Dicky, aku takut... tolong lindungi aku!" ucapnya seperti orang yang benar-benar ketakutan dan rasa takut yang teramat sangat serius dan tak dibuat-buat sedikitpun.     

"Ada apa Sayang katakan saja kamu nggak perlu takut. Memangnya itu suara siapa apakah kau memiliki musuh?" tanya Dicky. Dia pun juga tidak kalah waspada karena dia khawatir orang yang tiba-tiba menyusup ke dalam rumah istrinya telah membawa senjata berapi yang sewaktu-waktu bisa mencelakai salah satu dari mereka atau semuanya.     

"Aku tahu itu suara siapa tapi aku ragu untuk mengatakannya," jawab Chaliya sambil menyembunyikan wajahnya pada tubuh Dicky.     

Sementara ingatan wanita itu, terus terbayang pada kejadian yang sudah lama sekali terjadi. Kurang lebih sekitar tiga tahunan yang lalu.     

"Sayang, kamu jangan diam gitu, dong! Kamu katakan. Itu tadi suara siapa? agar aku bisa dengan mudah membantumu," tanya dikit sekali lagi sambil mengelus punggung istrinya supaya dia bisa lebih tenang.     

"Nada bicaranya seperti pemilik raga ini. Ya, aku yakin sekali, Dick. Dia yang menyapaku barusan. Dia datang ke sini," ucap Chaliya ketakutan.     

"Iya, tapi untuk apa dia datang ke sini sayang? Tidak mungkin kan dia meminta jasadnya untuk kembali di masuki untuk dipakai hidup ke dunia lagi? Bukankah dulu dia telah memilih mati dan tak ingin hidup lagi. Jikapun seandainya dia menyesal ingin kembali ke dunia satu-satunya jalan hanya yang bisa dia lakukan hanyalah reinkarnasi menjadi orang baru. Bukan menempati jasadnya kembali sekalipun jasad itu masih ada dan utuh terawat," tanya Dicky bingung dan terus berusaha menenangkan Chaliya yang kian ketakutan saja.     

"Tidak aku yakin dia datang bukan untuk kembali hidup di dunia ini menggunakan jasad yang sudah lama ini aku pakai. Tapi... " Thalia terdiam sepertinya sengaja dia tidak melanjutkan kalimatnya.     

"Tapi apa Sayang katakan saja jangan ragu-ragu sekalipun itu bersikap rahasia Apakah kau tidak percaya bahwa aku bisa menjaga rahasia mu dengan aman seperti Andra menyimpan rahasia mu," ucap Dicky berusaha meyakinkan.     

"Dia... Dia pasti marah padaku, Dick. Bagaimana ini?"     

Mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya Diki tertawa miring kemudian dia berkata, "Apa? Marah? Tapi, kenapa dia marah? Harusnya dia tahu kan kalau raganya kau yang memakainya kalaupun dia marah dan tidak terima kenapa, tidak ada saat baru terjadi sehingga kau bisa pergi mencari jasad yang tak lagi digunakan. Kenapa harus selarut ini, kan?"     

"Bukan, Dicky.... Bukan!" teriak Chaliya dengan nada tinggi sambil menangis.     

Mungkin Ini pertama kalinya dia merasa takut hingga menangis Setelah bertahun-tahun dia mati rasa. Tidak dapat merasakan ketakutan apapun menimpa dirinya meskipun, yang dilakukan, sangat tidak manusiawi dan bisa mendapat hukuman sangat mengerikan bahkan kematian atau rajam jika ketahuan dan dilaporkan pada pihak berwajib.     

"Kamu tenang dulu oke sekarang kamu tarik nafas dalam-dalam dan keluarkan perlahan dari mulut ulangi sampai kamu merasa tenang," ucap Dicky memberi instruksi.     

Tanpa pembatas sambil terisak, Chaliya mengikuti apa yang sudah Dicky perintahkan padanya.     

"Kamu sudah tenang kan sekarang berceritalah! Aku akan mendengarkan mu."     

Chaliya masih menangis. Ketakutan diwajahnya benar-benar serius dan sama sekali tidak dibuat-buat.     

"Jadi begini ketika aku baru pertama kali sadar dengan raga ini serta identitas baruku, sukma Chaliya asli menghampiriku dia berpesan padaku agar selalu berbuat baik dan menggunakan tubunya dengan baik. Dia melarang, raga dan identitas dirinya aku hancurkan. Tapi... Aku melanggar dan melupakannya, Dick. Dia akan marah. Bagaimana, ini?" Chaliya menggigiti jemarinya. Dia benar-benar seperti orang yang tengah depresi berat.     

Salam menghadapi hidupnya dalam ancaman serius.     

"Kamu melakukannya kan sudah lama. Bahkan terakhir ini kau tidak melakukan kejahatan apa-apa. Mana mungkin dia akan datang menuntut atas apa yang kamu lakukan dulu? Coba kamu berpikir secara jernih! Jika memang benar dia tidak terima harusnya sejak kapan pertama kali melakukannya bukan dia datang untuk menegurmu? Sudahlah sayang mungkin kamu lelah mari kita istirahat saja," ajak Dicky. Sambil mengelus pundaknya dalam rangkulannya, membawa Chaliya ke dalam kamar.     

Tiba di dalam kamar, Dicky membaringkan Chaliya di atas kasur.. kemudian ia hendak bergegas mengambil pakaian ganti. tapi, dengan cepat Chaliya memegangi lengannya. kemudian dia memohon. "Mau ke mana kau? aku takut sendiri. jangan tinggalkan aku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.