Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MEMBONGKAR FAKTA



MEMBONGKAR FAKTA

1"Sudahlah ini hanya sebuah kopi dan gula. Tidak perlu dipermasalahkan lagi. Bagaimana kalau kita jalan-jalan aja sekarang?" tawar Dicky sambil kerangkul dan mengecup pipi Chaliya.     

"Astaga, Dick! Kamu ini baru saja tiba di rumah Apakah kamu tidak lelah?" tanya Chaliya khawatir.     

"Kamu kenapa panik seperti itu? Bukankah sudah kukatakan, melihat kamu aja aku sudah hilang capeknya."     

"Kamu, ih!" ucap Chaliya gemas.     

Kemudian Diki meraih pinggang Chaliya, dan berjalan bersama keluar menuju mobil.     

Tiba di tempat tujuan, sambil menunggu pesanan mereka berdua datang, Chaliya menceritakan semua keanehan Dwi akhir-akhir ini. Bahkan, dia juga menunjukkan rekaman CCTV sebagai penguat atas apa yang ia rasakan.     

"Sebenarnya itu alasan aku kenapa aku meminta kamu pindah ke rumahku saja. Saat kita pindah nanti, kamu cukup mengatakan padanya, maka untuk kelahiran calon anak kita kelak kita membutuhkan tempat yang luas agar bayi kita menjadi rileks. Untuk bidan Christie jika sewaktu-waktu ingin datang ke rumahmu katakan saja rumah itu terbuka untuk mereka berdua. Karena tukang kebun dan bibi akan tetap di situ, menjaga rumah supaya tetap bersih."     

"Iya, aku mengerti. Dick. Soal kopi kamu tadi yang kemanisan kayaknya juga ada kaitannya dengan dia, deh!" ucap Chaliya ragu.     

"Aku juga berpikiran sama sepertimu. Karena saat kita ngobrol tadi dia juga mengintip di balik dinding. Dia juga terlihat kesal ketika aku justru malah gombalin kamu," jawab Dicky.     

"Dwi bersikap seperti itu, berarti, selama ini diam-diam dia suka sama kamu, dong!" tanya Chaliya dengan wajah panik.     

"Memangnya kenapa Apakah masalah jika ada wanita lain yang menyukai ku?" tanya Dicky. Sengaja dia menggoda.     

"Aku enggak mau kehilangan kamu. Jika kamu pergi dengan wanita lain yang lebih mudah dan lebih cantik dari aku... Bagaimana nasib anak di dalam perutku ini? Jika dia sudah lahir dan tumbuh menjadi dewasa dia pasti juga akan menanyakan dimana keberadaan ayahnya," ucap Chaliya.     

Lihat betapa panik dan takutnya Chaliya Dicky kembali tersenyum dan meraih pundak istrinya, membawanya kedalam dekapannya.     

"Siapapun yang menyukaiku, terserah itu hak mereka mau suka atau benci sama aku Aku juga tidak akan pernah peduli Yang penting di dalam hatiku aku hanya mencintai satu wanita yaitu kamu."     

Chaliya tersenyum dengan tatapan terpaku pada Dicky. Setelah beberapa detik, senyuman itu berbuah jadi tertawa. Namun, kedua netra nya menitikan buliran bening yang semakin deras. "Kamu, ini... kenapa, sih selalu sukses membuat aku menangis dan tertawa di waktu yang bersamaan?" tanya Chaliya.     

"Maafkan aku jika aku sering membuat kamu bersedih dan merasa was-was takut kehilangan aku. Mulai dari sekarang kamu tidak perlu takut dan khawatir lagi. Selamanya aku akan tetap mencintaimu dan setia ku hanya untuk kamu," jawab Dicky.     

"Terimakasih, Dicky."     

****     

Di kediaman rumah Chaliya, Dwi nampak bingung. Di dalam kamarnya dia terus saja mondar-mandir ke sana dan kemari. Agaknya dia tengah mengatur sebuah rencana.     

'Ya Tuhan! Kenapa bayangan wajah tuan begitu mengganggu?' keluh Dwi.     

Dalam bayangannya kembali terlintas ketika dia setengah melainkan diri dari kejaran preman suruhan si bandot tua itu.     

Ibunya sudah lama meninggal, sejak ia masih kecil karena penyakit. Sementara tidak lama kemudian papanya menikah lagi dengan seorang wanita muda cantik namun tidak dengan hatinya.     

Dia adalah wanita jahat yang menghalalkan segala cara demi bisa mendapatkan uang.     

Sampai-sampai dengan beraninya dia menghasut ayahnya Dwi supaya mau menjual satu-satunya putrinya kepada teman kenalan ibu tirinya yang sudah tua namun kaya raya.     

Awalnya Ayah Dwi tidak setuju. Namun karena sering di hasut dan juga diancam untuk ditinggalkan Karena tidak tahan hidup pas-pasan dengan suaminya yang sekarang.     

Akibat cinta yang buta bapak Dwi pun menyetujui permintaan istri barunya. Tanpa perasaan dan berperikemanusiaan, dia membawa putrinya yang sudah mengenakan pakaian serba mini untuk bertemu dengan seseorang yang lebih tua darinya, pendek gendut dan berkepala botak.     

"Oh jadi ini Putri kamu yang kamu katakan kemarin?" Pria yang lebih mirip dengan babi itu.     

"Iya Tuhan dia adalah putri saya. Usianya masih muda dan selama ini saya juga tidak pernah melihat dia bergaul dengan laki-laki. Jadi, Saya berani jamin bahwa dia masih perawan," ucap sang ayah sambil tersenyum jahat.     

"Ayah... Ayah tidak akan meninggalkan aku di sini, kan? Ini, mau ngapain?" tanya dwi ketakutan. Memang kala itu dia masih kecil dan sangat polos namun entah dari mana dia bisa merasakan bahwa hal buruk akan terjadi pada dirinya. Dia juga sudah berpikir bahwa ayahnya akan menjual dirinya pada babi tua itu.     

"Dwi kamu baik-baik di sini bersama Om ok? Kamu jangan sampai nakal apalagi membikin ulah yang akan mempermalukan ayah dan ibu kamu," ucap ayahnya. Tidak mau peduli apalagi mengerti seperti apa perasaan anak gadisnya yang baru menginjak usia 16 tahun tersebut.     

Tidak berselang lama seorang pria bertubuh tinggi hitam dengan luka codet pada pipinya membawa sebuah koper dan memberikannya kepada Ayah nya.     

"Silakan dibuka dan dihitung dulu. Itu hanya uang muka nanti apabila benar dia masih perawan, saya akan memberikan pada anda sisanya," ucap babi tua itu. Yang entah siapa namanya Dwi pun juga tidak tahu dia juga tidak ingin tahu.     

Mendengar percakapan itu dan melihat apa yang terpampang di depannya Dwi yang masih belia seketika terbelalak. Sungguh dia tidak mempercayai bahwa ayahnya akan benar-benar menjual dirinya demi uang dan istri barunya.     

"Ayah! Aku ini anakmu, Bagaimana kau bisa melakukan ini padaku? Apakah kau benar-benar tega demi istri baru mu itu?" teriak Dwi dengan mata yang berlinangan.     

"Plak!" sebuah tamparan keras.     

"Kamu ya anak tidak tahu diuntung. Sudah bagus aku mau membesarkan Kamu seorang diri tanpa ibumu! Tidakkah kau tahu ibumu mati karena penyakit dan aku sudah banyak biaya ya untuk melakukan pengobatan namun dia bukannya sembuh! Tapi, justru malah mati dan meninggalkan utang padaku. Karena aku tahu dan sadar bahwa kamu anakku, makanya sekarang Ayah meminta bukti pengabdianmu pada Ayah. Kau juga sudah dewasa Sudah saatnya kau membalas budi padaku!"     

Dwi menangis, mengelengkan kepala hampir tidak percaya bahwa ayahnya bisa berubah pikiran se drastis itu. Padahal sebelum dia menikah lagi, papanya nampak sangat menyayangi mendiang ibunya dan juga dirinya.     

Padahal, menikah juga masih belum genap satu tahun, sudah seperti ini.     

"Ayah ingat aku ini putrimu harusnya kau melindungi ku bukan malah mencelakakan ku seperti ini!" ucap Dwi dengan suara lirih sambil menangis dan memohon bersujud di bawah kaki ayahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.