Cinta seorang gadis psycopath(21+)

DOKTER SAMUEL



DOKTER SAMUEL

3"Oh ya kamu sudah meminta nomor ponselnya tidak kalau kamu belum punya kata ada kamu bisa menghubunginya supaya kalian bisa lebih dekat," soalnya tante Emy lagi tidak kehabisan akal.     

"Sudah!" jawab pria itu singkat.     

"Astaga... ternyata keponakan tante tersayang berani meminta nomor seorang gadis! Tante, tidak menyangka itu. Bagus, Samuel. Pepet saja terus, oke!" ucap Emy bersemangat. Sementara Samuel hanya bisa acuh tak acuh saja menanggapi sikap tantenya yang terkesan terlalu over.     

***     

"Sayang, aku akan pulang sore ini. Kamu ingin apa? Biar sekalian nanti di jalan aku belikan," ucap Dicky melalui telfon celuler.     

"Apa ya?" Jawab pertanyaan aku berpikir dan sebelah tangannya mengelus perutnya yang sudah mulai membuncit.     

"Iya... apa, Sayang? Kamu katakan saja, biar nanti aku belikan, oke?"     

"Baiklah kalau begitu aku mau kamu saja!" jawab Chaliya sambil tertawa.     

"Kau, ini... aku serius. Kenapa, kamu malah bercanda?" jawab Dicky sambil tertawa kecil.     

"Aku tidak bercanda harusnya kamu mengerti jika aku mengatakan ingin kamu kamu jangan pulang nanti sore tapi sekarang aja!" timpal Chaliya.     

Dicky hanya tersenyum. "Aku masih ada hal yang harus dikerjakan. Apa saja nanti setelah aku pulang kita jalan-jalan dan makan malam di luar?" usul pria itu.     

Chaliya tidak langsung memberikan jawaban. Dia diam sesaat dan berpikir. Lalu, akhirnya dia pun setuju. "Baiklah, jalan-jalan dan makan di luar itu lebih baik karena kebetulan ada hal yang ingin aku bicarakan bersamamu."     

"Hemb... Serius?"     

"Iya, dua rius malah!" jawab Chaliya.     

"Baiklah kalau begitu nanti kamu langsung aja bersiap setelah aku tiba di rumah kita langsung berangkat."     

"Apa? Langsung berangkat? Apakah kamu nggak capek? Nggak pengen gitu istirahat dulu sebentar?" tanya Chaliya jadi sedikit khawatir dengan kondisi fisik suaminya apabila tenaganya terforsir.     

"Udah kamu nggak usah khawatir. Secapek apapun kalau aku lihat kamu itu pokoknya bilang apa lagi pula kamu senang sampai tertawa... Aku benar-benar tidak akan merasa capek sedikit pun," jawab Dicky.     

"Ah, kau ini gombal! Sejak kapan kau bisa seperti itu? Apakah cara belajar pada buku, atau internet?" goda Chaliya.     

"Aku mengatakan sesuatu yang ada di dalam hatiku. Belajar dari buku atau internet."     

"Ah, so sweet... Baiklah, sayang selamat bekerja, ya? Hati-hati. I'm waiting for you to come home healthy and fine,"     

"Oke terimakasih, mcuah!" Dicky pun mematikan panggilannya.     

Chaliya tersenyum sendiri, dan langsung membuka aplikasi yang dapat menghubungkan dengan CCTV mini yang diam-diam dia pasang di sebuah sudut tidak jauh dari tempatnya duduk. Di sana, dia melihat, seperti apa ekspresi Dwi dirinya ketika bertelepon dengan suaminya.     

Gadis itu biar cemberut dan menatap kan ibu yang dia pegang kecil-kecil sebagai alat untuk menyalurkan rasa kesalnya. Setelah itu dia membuang ke tempat sampah dengan membanting lalu pergi ke kamar. Bentuk pintu pun juga tidak sewajarnya. Ia malah membantingnya dengan keras.     

Melihat pemandangan itu dari layar ponselnya, Chaliya hanya bisa geleng-geleng kepala. Bisa saja langsung berdiri di dalam kamarnya dan menegur sekalian menunjukkan bukti pada rekaman di ponselnya. Tapi, dia tidak melakukannya. Dia masih ingin tahu sejauh mana gadis itu akan terus bersikap, dia bisa bersikap bebas melakukan apa saja yang dia mau karena dia tidak pernah tahu kalau majikan diam-diam telah memasang CCTV di beberapa titik. Tentunya di tempat yang biasa dia gunakan untuk mengintip.     

Sesuai permintaan suaminya, Chaliya sudah berdandan rapi sebelum suaminya tiba di rumah. Jadi apabila nanti Dicky yang ngomong aja keluar, dia sudah siap dan langsung berangkat saja.     

Yang tengah bersantai sambil ngemil buah pir, langsung melompat dan berlari ketika mendengar suara mobil suaminya.     

Bahkan saat liburan yang seru di ambang pintu tidak berteriak pada satpam yang menjaga, supaya dia tidak membukakan gerbang untuk Dicky.     

"Pak! Biarkan saya saja yang membukanya!" teriak Chaliya. Lalu, dia berjalan cepat. Tidak berlari seperti sebelumnya. Sebab, jika nanti dia berlari, pasti akan kena marah. Walau, kena marah jauh lebih baik daripada dia tersandung lalu jatuh. Itu jauh lebih berbahaya.     

Karena istrinya yang membukakan pintu untuk dirinya, maka Dicky menghentikan mobil begitu memasuki pagar seluruhnya. Dia turun dan langsung memeluk Chaliya.     

"Aku hanya kemarin tidak pulang. Apakah kau sangat merindukan ku?" tanya Dicky sambil memeluk dam mengecup ujung kepalanya Chaliya.     

"Benarkah hanya kemarin? Tapi, kenapa aku merasa sudah sangat lama sekali, ya?" ucap Chaliya tidak mau melepaskan pelukannya dari pinggang Dicky.     

"Jadi makin manja, ya setelah hamil? Tidak apa-apa. Mungkin, nanti aku perlu mengurangi kesibukanku, supaya memiliki lebih banyak waktu yang sama denganmu."     

"Terimakasih. Ayo masuk dulu aku sudah membuatkan satu cangkir kopi manis untukmu," ajak Chaliya. Dia melepaskan pelukannya dari tubuh Dikcy, dan berjalan beriringan untuk masuk ke rumah.     

Saat berjalan sambil mengobrol bersama suaminya, dia menetapkan melihat ke kamar bawah yang ditempati oleh Chris dan Dwi. Nampak bayangan dari balik korden seseorang telah mengintip dan memperhatikan dirinya.     

Dia tahu, itu adalah Dwi. Karena dari dua gadis yang pernah bekerja bersamanya dan masih tetap tinggal di rumahnya hanyalah Dia saja. Sementara Christie, Jika beberapa hari ini meminta izin untuk kembali ke asrama untuk berlatih. Memang, sih. Selain Dwi, masih ada bibi. Tapi, bi Ina tidak pernah seperti itu.     

"Sayang, coba kamu intip sebentar di kamar bawah! Ada seseorang yang telah memperhatikan kita dari balik korden," bisik Chaliya lirih.     

Dicky pun langsung mengerti. Dia hanya tersenyum.     

"Ya, sudah setelah aku menghabiskan kopi buatanmu, kita langsung pergi saja. Karena, aku juga ada hal yang ingin aku bicarakan dengan kamu, Sayang."     

"Iya, baiklah."     

"Sayang! Kenapa kau membuat kopi manis banget?" tanya Dicky terkejut.     

"Benarkah? Tadi, aku sudah mencicipi. Rasanya pas, kok," jawab Chaliya dengan kedua alis berkerut.     

"Kamu coba sendiri, deh!" Dicky mengulurkan cangkir berisi kopi yang sudah hangat itu pada Chaliya agar, dia mencobanya sendiri. Kalau kopi yang dia buat memang terlalu banyak gula.     

Dengan percaya diri pun, Chaliya meraih cangkir itu dan menyesapnya sedikit. Dia terkejut, karena rasanya sudah berubah.     

"Eh, iya ya... Kenapa jadi manis begini?" tanya Chaliya.     

"Mugnkin karena ada kamu, makanya, rasa kopi ini berubah jadi manis," goda Dicky.     

"Ah, kamu ini apaan, sih!" Jawab Chaliya malu-malu hingga wajahnya bersemu merah.     

"Sudahlah ini hanya sebuah kopi dan gula. Tidak perlu dipermasalahkan lagi. Bagaimana kalau kita jalan-jalan aja sekarang?" tawar Dicky sambil kerangkul dan mengecup pipi Chaliya.     

"Astaga, Dick! Kamu ini baru saja tiba di rumah Apakah kamu tidak lelah?" tanya Chaliya khawatir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.