Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KENAPA MENJADI BAIK ITU SAKIT?



KENAPA MENJADI BAIK ITU SAKIT?

3"Dicky, Kenapa sih menjadi orang baik itu sangat sulit? sakit sekali. andai saja ini, adalah ragaku sendiri. apa sih pemilik raga ini tidak selalu datang dan ikut campur urusanku, pasti sejak pertama Axel mengatakan kata-kata yang sangat tidak enak untuk didengarkan, aku sudah dulu menamparnya dengan kata-kata," jawaban kita itu sambil terus menangis.     

"Aku mengerti itu pasti sangat sakit. kamu yang sabar ya di sini ada aku," hibur Dicky sambil mengelus punggung Chaliya.     

"Apa perlu, aku mengatakan padanya, bahwa aku ini sebenarnya Alea?" tanya Chaliya sambil terisak.     

"Tuhan dan keadaan sudah menyembunyikan hal itu dari umum rapat rapat. Maka, kamu tidak perlu membukanya dan membeberkan kepada publik. Sebab, Alea tidak aman. dia adalah seorang buronan. Apabila tertangkap oleh polisi... Aku tidak yakin hukumannya hanya sekedar dipenjara saja. Kamu tidak ingin ninggalin aku untuk selamanya kan?" tanya Dicky menatap serius ke arah istrinya.     

Chaliya menatap Dicky penuh haru. Ia tersenyum meski kedua matanya masih berlinangan air mata. Mengangguk, bahwa dia mengerti.     

***     

"Axel saat kamu tadi mengalami kecelakaan Apakah kepalamu terbentur stang mobil dengan keras?" tanya Elizabeth, setelah kembali dan berkumpul di ruang keluarga.     

"Tentu saja Mah kan aku menabrak ketika mobil melaju kencang. Otomatis pergerakan seperti rem mendadak kan? Untung saja aku menggunakan sabuk pengaman jadi tidak parah kepalaku membentur stang mobil," jawab pria itu dengan jujur dan polos seolah benar-benar tidak mengerti bahwa pertanyaan mamanya mengandung jebakan.     

"Pantas saja kepalamu konslet. Kenapa tidak keras aja sekalian biar pecah dan mati kau!" cetus Elizabeth dengan kesal.     

Lina yang mengerti seperti apa perasaan Mama mertua nya dia hanya mengelus punggung Mama mertua nya ketika berdiri dibelakangnya sambil berkata, "Mama, sabar ya jangan dibawa emosi mungkin Axel benar-benar sedang kesakitan jadi dia tidak bisa mengontrol perkataannya sebelum berbicara."     

"Yah dia kesakitan karena otaknya telah rusak makanya sembrono," ucap Elizabeth kian emosi.     

"Mama tidak bisakah kamu lebih menghargai putramu sendiri daripada orang lain? Aku capek Mah!" keluh Axel.     

"Itulah sifat buruk kamu Axel. Kamu selalu ingin orang lain menghargai dirimu dan mengerti perasaanmu tapi kamu sendiri tidak bisa menghargai dan mengerti perasaan orang lain. Bukankah kemarin sudah mama katakan kalau saya berusaha membantu permasalahan dalam keluarga kita. Tapi kenapa kamu malah bersikap seperti itu itu sangat menyinggung nya. Kurang baik apa dia?" ucap Elizabeth. Dia semakin tidak mengerti dengan putranya.     

"Apakah mama lupa bahwa dia pernah mempermalukan keluarga kita? Sekalian saja, aku tunjukkan padanya dan di depan suaminya juga kalau aku sudah bahagia dengan keluarga kecilku dan tidak lagi inginkan Dia seperti dulu saat aku masih bodoh."     

Elizabeth tidak tahan lagi dengan apa yang dikatakan oleh putranya. Dia mengabaikan kedua tangan Lina yang terus-menerus dan sesekali memijat kedua pundaknya. Berdiri menghampiri Axel dan...     

"Plak!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Axel.     

"Jangan kamu ungkit masalah yang sudah berlalu fokus aja dengan yang kita jalani sekarang dan rencanakan masa depan dengan baik. Apakah kau sudah lupa bahwa kemarin Mama sudah katakan pada kamu, suami Chaliya, adalah seorang yang berpengaruh di beberapa negara cara yang mama jadikan tempat berbisnis. Thalia juga mengatakan bahwa suaminya memiliki kenalan seorang profesor yang selalu membuat penelitian terkait suatu penyakit, wabah atau hal-hal aneh yang mengenai manusia. Dari profesor itu kita bisa berharap untuk kesembuhan Rajata."     

"Kenapa harus meminta tolong pada mereka, kita cukup gaya dan memiliki banyak uang jika hanya untuk membayar seorang profesor untuk melakukan penelitian dan menemukan penawar atau obat untuk Rajata, itu tidak sulit uang kita cukup bahkan untuk membayar 100 profesor tingkat dunia pun bisa!"     

"Terserah kau saja! Lakukan apa yang kau mau dan coba cari sendiri profesor yang bisa menangani permasalahan pada putramu. Mama juga akan mencari jalan sendiri untuk menangani cucu mama. Siapa yang lebih cepat mendapatkan penawaran itu, maka dia adalah pemenang. Dan yang kalah harus tunduk dan patuh dengan aturan sang pemenang."     

Elizabeth pun mengangkat kaki pergi meninggalkan Axel dan Lina di ruang tengah dia menuju kamarnya.     

****     

"Ding.... Ding.... Ding..."     

Chaliya, nampak canggung, kemudian ia berkata pada Dicky, bahwa ada panggilan masuk di ponselnya.     

"Siapa?" tanya pria itu setelah Chaliya membuka ponselnya.     

"Tante Elizabeth." Chaliya memandang Dikcy. Seolah Dia meminta persetujuan dari suaminya untuk mengangkat panggilan tersebut.     

Dicky mengangguk pelan sambil terus mengemudikan mobil, kemudian, Chaliya pun segera mengangkat panggilan tersebut.     

"Iya, Tante. Halo. Apakah ada masalah?" tanya Chaliya ramah. Seperti yang tidak terjadi apa-apa baru saja.     

"Tidak, Chaliya. Tante minta maaf ya sama kamu atas perkataan yang diucapkan oleh Axel."     

Cara liat terdiam untuk beberapa saat munafik baginya Jika dia langsung tertawa dan mengatakan tidak masalah, apa mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja padahal nyatanya hatinya terasa sangat sakit bahkan ia pun sampai menangis karena itu.     

Namun karena tidak mau memperkeruh hubungan antara ibu dan anak, dia memaksa dirinya untuk tertawa. Lagipula seperti apa keadaan dirinya saat ini Elizabeth juga tidak tahu. Yang perlu dia lakukan hanyalah, pintar-pintar memainkan internasional daya supaya dia dapat meyakinkan pada Elizabeth bahwa dirinya memang tidak apa-apa dan tidak terpengaruh sedikitpun oleh perkataan yang Axel katakan.     

"Aku sama sekali tidak mempermasalahkannya tante. Sudahlah jangan dibahas lagi masalah ini. Oh, iya Tante, tiga hari lagi, Profesor Simon mengatakan bahwa dia akan ke Jakarta pusat menghadiri sebuah pertemuan. Bagaimana jika sekalian kita bertemu saja dan ngobrol langsung. Ajak Rajatha ikut serta," ucap Chaliya dengan riang.     

"Oh, benarkah? Terimakasih banyak, Chaliya. Kau memang benar-benar orang baik," puji Elizabeth.     

"Terima kasih Tante aku tersanjung tapi pujian tante sangat berlebihan," jawab Chaliya, masih menyembunyikan luka dihatinya.     

"Apanya yang berlebihan tata hanya mengatakan sesuatu yang akan terlihat. Kamu pasti masih berada dalam perjalanan bukan? Ya sudah kalian hati-hati Semoga selamat sampai tujuan."     

"Baik, Tante. Terimakasih. Bye bye," jawab Chaliya, kemudian dia mematikan panggilan dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas.     

"Sudah?" tanya Dicky.     

"Ya, sudah. Aku sudah mengakhiri panggilan."     

Suasana pun menjadi hening.     

"Dicky... " Panggil Chaliya seperti ada hal yang ingin dia sampaikan.     

"Iya, Sayang. Kenapa?"     

"Kenapa berbohong itu begitu menyakitkan? Apakah, jika kita berbohong supaya terlihat baik-baik saja..padahal, nyatanya sama sekali tidak."     

"Memang seperti lah hidup. Makanya kita sangat dianjurkan untuk selalu berbuat dan berkata jujur meskipun itu pahit untuk sebagian orang. Walau tidak selamanya kebohongan itu disalahkan," hibur Dicky sambil sesekali mengelus Chaliya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.