Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KELUAR DARI RUMAH SAKIT



KELUAR DARI RUMAH SAKIT

3"Rajatha, anak Mama sudah ganteng dan wangi, sekarang main dulu sama kakak Susi ya? Mama mau ke rumah sakit jemput papa. Baik-baik di rumah ya Sayang jangan nakal." Lina mengecup kening putranya kemudian memberikan pada baby sisternya.     

"Sini, Sayang... ikut kakak aduh pintar sekali," ucap Susi sambil mengambil Rajata dari gendongan mamanya.     

"Susi, aku titip Rajatha dulu, ya? Nanti, kalau kakek sudah pulang dari joging, dan menanyakan aku katakan saja padanya kalau aku pergi ke rumah sakit untuk menjemput Axel."     

"Baiknya akan saya sampaikan," jawab Susi.     

Awalnya, Rajatha menangis ketika ditinggal pergi oleh mamanya. Namun, setelah perhatiannya dialihkan oleh Susi dengan mainan di depannya, ia pun diam, dan kembali bermain dengan tenang.     

"Anak pintar jangan nangis lagi ya mama mu ke rumah sakit sementara untuk menjemput papa. Sebentar lagi dia akan kembali menemanimu," ucap Susi.     

"Selamat pagi, Mama," sapa Lina saat memasuki bangsal rumah sakit.     

"Lina kamu sudah tiba? Bagaimana dengan raja tahu apakah dia tadi tidak menangis saat kau tinggal ke sini?" tanya Elizabeth.     

"Dia sempat menangis sebentar tapi setelah aku pergi tidak lama dia juga sudah bermain, saat di mobil tadi aku menelfon Susi untuk menayangkan itu."     

"Oh, syukurlah. Karena kamu sudah ada di sini kalau begitu Mama pulang dulu ya? Temani Axel," ucap Elizabeth.     

"Baik mah. Mama bisa kembali dulu untuk istirahat Axel biar aku yang ngurus di sini," ucap Lina. Kemudian dia mengatakan Mama mertua nya sampai depan pintu kamar.     

Setelah mamanya masuk ke dalam lift, wanita itu kembali menutup pintu dan mendekati suaminya yang masih berbaring di atas hospital bed.     

"Apakah kau tidak ingin memakan sesuatu? Aku membawakan silky pudding kesukaanmu dari rumah," ucap Lina.     

"Apakah itu rasa jahe dan kayu manis?" tanya pria itu setengah menebak.     

Lina tertawa kemudian ia menjawab, "Bagaimana kamu tahu?"     

"Karena kamu berangkat dari rumah kakek. Dia kan sudah tua dan penyakitan makanya banyak konsumsi jahe dan kayu manis," jawab Axel dengan santai.     

"Eh kamu ini bicara apaan dasar cucu durhaka," timpal Lina sambil mencubit lengan Axel.     

Melihat reaksi istrinya Axel hanya tertawa terbahak, lagi Dia berkata, "aku ini mengatakan semuanya sesuai dengan fakta. Kamu lihat saja dia makan kalau bukan daging sapi has dalam ikan laut mana ada dia makan buah saja ditimbang kalori serat dan protein nya. Kalau dia orang yang sehat ada penyakit apa mungkin seperti itu minum kopi saja tanpa gula."     

"Sudah kamu diam lah tidak baik berbicara seperti itu. apalagi yang kau bicarakan adalah kakek mu sendiri," ucap Lina. Memotong pembicaraan dan mengalihkan topik.     

"Oh, iya. Kemarin itu sebenarnya kamu dari mana? Terus kok bisa kamu kecelakaan? Apakah kamu melamun?" Lina masih belum lega jika tidak mendengar sendiri penjelasan dari Acel terkait musibah yang menimpanya.     

"Aku baru saja dari makam saudaraku, Andra. Ketika mengemudi di jalan Aku memang sempat melamun memikirkan nasib putra kita apa yang terjadi padanya. Bagaimana bisa seperti itu. Lalu tanpa sadar di depanku ada orang gila yang mendadak melintas, aku terkejut aku pun membanting setir akhirnya nabrak tiang listrik. Tidak masalah sih... Yang jadi masalah jika tiang listrik itu roboh dan mengenai mobilku. Mungkin sekarang aku sudah satu kampung dengan Andra, di kuburan sana," jawab Axel sambil tertawa konyol.     

"Sudah hentikan bicara itu adalah doa jadi ngomong yang baik. Supaya saat itu terkabul hal-hal yang baik pula menyertaimu," potong Lina. "Bagaimana kamu mau makan puding apa tidak?" tanyanya lagi.     

"Iya aku mau tolong ambilkan! Tapi, disuapin," ucap Axel.     

****     

"Apakah perlu kita ke Jakarta sekarang menemui keluarga Axel?" tanya Dicky.     

"Mungkin sebaiknya, iya. Supaya masalah bisa segera terselesaikan," jawab Chaliya sambil menyisir rambut di depan meja rias.     

"Sudah beberapa hari ini aku mengamati, Kau sering sendirian tanpa ditemani salah satu dari bodyguard yang kita kerjakan. Sepertinya, pemilik raga itu sudah tidak lagi datang untuk meneror. Kenapa kamu sangat buruk sekali? Apakah kau benar-benar ingin melepaskan Axel yang membuat kesalahan padamu di masa lalu?" tanya Dicky sambil melihat pantulan wajah istrinya pada cermin.     

"Mungkin saja dia sudah mengerti apa maksud dan tujuanku ke depannya. Dia sudah bukan lagi manusia... dia adalah makhluk tak kasat mata yang mungkin juga bisa mengerti apa isi hati seseorang. Mungkin saja jika berani aku berpikir untuk membatalkan niat baikku memberikan penawar pada putra Axel dan Lina, dia datang tidak untuk meneror... tapi langsung mengambil dirimu dariku. Apakah kau ingin mencoba hidup bersamanya?" tanya Chaliya sambil memakai pensil alis.     

"Tentu saja tidak kenapa kamu berpikir sejauh itu?" tanya Dicky ia jadi merasa sedikit bersalah saja.     

Lagi pula aku sudah menceritakan semua masalahnya secara detail pada kamu. kenapa kamu masih menanyakan itu. Sudahlah jangan buang-buang waktu aku sudah siap kalau begitu bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" Seketika Chaliya pun berdiri dan mengambil tasnya.     

"Oke kita berangkat sekarang juga."     

"Halo Tante kau ada di mana sekarang? Aku bersama suamiku Sekarang dalam perjalanan menuju ke Jakarta."     

"Oh kalian mau ke sini ya sudah datang saja ke rumah tante. Kebetulan Tante baru saja pulang dari rumah sakit."     

"Baik Tante kami masih baru memasuki gerbang tol. Mungkin sekitar dua jam lagi baru sampai," jawab Chaliya.     

"Ya sudah kalian hati-hati ya di jalan," ucapan Elizabeth kemudian mematikan panggilan.     

Awalnya Elizabeth berpikir untuk langsung ke kamar untuk istirahat. Namun, karena akan ada tamu, kembali keluar dari kamarnya, memanggil pelayan dulu meminta mereka untuk menyiapkan jamuan untuk menyambut tamunya. Barulah setelah itu dia memutuskan untuk tidur sebentar, tapi sebelumnya, dia sudah memasang alaram. Memberi waktu untuk dirinya sendiri selama 1 jam untuk tidur. Sedangkan 1 jam sisanya digunakan untuk bersiap menyambut Chaliya dan suaminya.     

"Halo Tante selamat siang," siapa Chaliya, ketika yang membuka pintu rumah tersebut adalah Elizabeth sendiri.     

"Hey, selamat siang kalian sudah tiba rupanya mari masuk! Jangan sungkan-sungkan anggap saja Ini rumah sendiri," ucap wanita itu. Kemudian dia menuang minuman pada 3 gelas cangkir, yang sepertinya, memang sudah disediakan untuk mereka berdua.     

Chaliya dan Dicky pun masuk. Mereka tidak langsung duduk. Chaliya, mengedarkan sedikit pandangannya pada sisi ruangan yang tidak banyak berubah dari dulu hingga sekarang.     

"Ini minum lah. Tante sengaja membuat jus jambu dengan es batu. Bukankah, kau dulu menyukai ini, Chaliya?"     

"Sampai sekarang pun, juga masih suka Tante," jawab Chaliya sambil tersenyum ramah.     

"Oh, kebetulan sekali kalau begitu.     

"Ini Tante ada sedikit oleh-oleh dari kami berdua. Mohon diterima ya," ucap Dicky sambil memberikan sebuah tas karton berwarna silver.     

"Kalian jika mau datang, datang saja Kenapa sih harus repot-repot membawa oleh-oleh segala? Tapi, teriamakasih banyak, lo ya?" ucap Elizabeth, kemudian meletakkan tas itu di atas meja.     

"Tante aku sudah membicarakan pada suamiku terkait Rajata. Dia mengatakan bahwa dia memiliki kenalan seorang profesor yang memiliki tanggung jawab di sebuah laboratorium besar negara. Ami belum tahu seperti apa pastinya, hanya saja untuk harapan sepertinya ada," ucap Chaliya. Dia sendiri sebenarnya juga bingung Bagaimana cara mengatakannya supaya terlihat natural, bahwa suaminya lah yang mengenal profesor Simon, bukan dia.     

"Jadi kalian masih belum mengatakan pada profesor tersebut terkait masalah yang menimpa cucu tante?" tanya Elizabeth.     

"Tidak kami sudah mengatakannya. Hanya saja beliau tidak bisa langsung memberi kesimpulan seperti apa. Mungkin beliau perlu melakukan penelitian terutama pada darah Rajata. Karena, beliau takut itu adalah virus vampir. Jika benar itu virus hampir penanganannya lebih mudah tapi jika itu sebuah gejala dari virus kanibalisme... Apapun itu beliau pasti akan berusaha menemukan penawarnya dengan baik. 1 warga negara kita memiliki keanehan, itu akan sangat berdampak buruk di luar sana. Apalagi jika virus itu bisa menular kan ngeri tante," ucap Chaliya.     

"Iya tidak masalah setidaknya walaupun sedikit kita masih memiliki harapan. Lalu kapan Tante bisa menemui proses tersebut?" tanya Elizabeth, seperti sudah tidak sabar saja.     

"Beliau sangat merahasiakan identitasnya. Bagaimana jika kita menentukan tanggal saja dan tempat untuk bisa bertemu secara langsung dengan beliau?" tanya Dicky.     

"Baik tidak masalah kapanpun itu biar profesor itu saja yang menentukan tanggalnya. Tante akan berusaha selalu siap dan ada waktu lebih cepat juga lebih baik," jawab Elizabeth.     

"Tenang saja, kami akan segera mengatakan padanya. Tapi, Sayang, apakah beliau tidak bisa melakukan panggilan video sementara? Biar Tante Elizabeth mencoba berbicara terlebih dahulu," ucap Chaliya, langsung mengalihkan pandangannya pada Dicky, setelah berbicara dengan Elizabeth.     

"Kamu coba saja, sekarang."     

"Tidak perlu! Biarkan saja nanti, sekalipun sekarang bisa telfon, juga tidak ada tindakan, bukan? Masih perlu mengambil sempel darah Rajatha untuk diteliti."     

"Iya, Tante."     

****     

"Selamat, ya Tuan Axel. Anda sudah diperbolehkan pulang, saat ini juga," ucap dokter yang sejak awal menangani dirinya selama di rumah sakit ini.     

"Nyonya, silahkan, urus biaya administrasi dulu. Jika sudah, pasien sudah bisa pulang sekarang," ucap suster yang mendampingi dokter tersebut.     

"Iya, Sayang. Bagaiamana kalau aku urus biaya administrasi kamu dulu? Sepertinya kita tidak usah lah menunggu Mama ke sini, kasihan kan dia kalau bolak-balik. Semalaman dia pasti juga sudah lelah menjaga kamu," ucap Lina dengan lembut.     

"Baiklah, Sayang. Terima kasih ya kamu sudah sangat perhatian sama mamaku," ucap Axel padahal di dalam hati dia menggerutu, 'Mama semalaman capek menjagaku? Capek apaan Lawang dia semalaman malah tidur lebih pulas dariku sampai mendengkur pula. Justru aku yang semalaman tidak bisa tidur karena ulahnya.'     

Lina tersenyum kemudian meninggalkan kamar tersebut.     

"Beruntung sekali anda memiliki istri yang cantik dan baik, sepertinya dia juga sangat menyayangi mertuanya," ucap dokter tersebut. Kemudian, kembali melakukan pemeriksaan, dan meminta Suter mencatat, aturan konsumsi obat-obatan yang sudah diresepkan sebelumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.