Cinta seorang gadis psycopath(21+)

ADEGAN TAK SENONOH



ADEGAN TAK SENONOH

2"Menyakiti? Itu tergantung kamu. Jika kau benar masih polos, kau akan merasakan kesakitan di awal. Tapi, akan menikmati di akhir. Tapi, jika kau sudah pernah, kau akan langsung mendapatkan rasa nikmat itu," jawab Dicky. Semakin kacau dan tak karuan.     

Dwi yang mendengar kalimat itu, pikirannya langsung traveling. Meskipun dia masih polos dan belum pernah sekalipun dijamah oleh pria, bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa pertama melakukan, wanita akan merasakan sakit. Namun, tidak lama kemudian akan merasa nikmat?     

"Seperti apa Saya ingin tahu itu!" ucap Dwi sambil mengangkat roknya hingga paha.     

Dicky juga baru sadar, kalau gadis itu hari ini memakai rok. Biasanya, juga selalu pakai celana.     

Tunggu dulu dia tidak hanya mengenakan rok sa atas lutut. Tapi baju yang digunakan juga sangat ngepres pada bodynya sehingga menunjukkan keindahan lekuk tubuh yang dimilikinya.     

"Kamu mau tahu apa? Hemh?" tanya Dicky. Si pria baik dan setia. Akibat ulah seseorang yang tidak tahu diri, dan tak tahu membalas budi, dalam sekejap dia sudah berubah menjadi pria bajingan.     

"Aku belum pernah. Jadi ining tahu, sesakit apa.... " Dwi mendekatkan kembali tubunya pada Dicky, dan berbisik dengan nada sensual dan dibikin mendesah. "Sakit dan nikmatnya itu. Maukah kau memberi tahu aku, Tuan?"     

Dicky menoleh ke samping. Memperhatikan bibir Dwi yang di basah basah kan dengan air ludahnya sendiri serta tubuhnya yang meliuk-liuk memancing birahi nya kian naik.     

"Apakah kau serius?"     

"Kenapa tidak? Mumpung rumah lagi sepi tidak ada siapapun. Anda tenang saja... saya akan menyimpan rahasia ini rapat-rapat dari siapapun. Terutama pada Nyonya, dan di depan semua orang saya juga akan bersikap wajar seperti di antara kita tidak pernah terjadi apa-apa," ucap Dwi meyakinkan.     

Dicky, yang nafsunya sudah diujung tanduk tanpa ba bi bu langsung menerkam tubuh Dwi, mereka saling lumat, mencumbu, dan melepaskan pakaian masing-masing, dan keduanya bergumul dengan panasnya.     

Sementara, kini Chaliya sudah tiba di depan rumah.     

"Cepat, kamu ambil barang kamu yang ketinggalan. Jangan sampai kita terlambat!" umpat Mawar dengan kesal.     

"Kami ini sedang hamil, Mawar. Jangan terlalu galak! Kasian anak kamu di dalam perut. Belum juga lahir sudah tekanan mental saja nanti," ucap Chaliya, kemudian buru-buru berlari, karena dia sudah tidak tahan dengan omelan Mawar.     

Seperti biasa, Chaliya selalu ceria menjalani hari-harinya. Dia berjalan cepat dan menarik ganggang pintu rumah lalu masuk. Melihat suasana sepi, ia berfikir, mungkin siang ini suaminya tidur. Sebab, hari ini dia tidak ada kegiatan. Tapi, baru beberapa langkah dia masuk ke dalam rumah ia mendengar suara yang aneh dan mencurigakan. Suara itu berasal dari ruang tengah. Karena penasaran, Chaliya mendekat ke ruangan tersebut, dan betapa terkejutnya dia saat pemandangan yang harusnya tidak terjadi terpampang jelas di depan matanya.     

Ia melihat, di atas single sofa Dwi duduk bersandar dengan kedua kaki ngangkang terbuka lebar. Sementara di hadapannya, Dicky suaminya memegangi kewanitaan Dwi yang masih rapat. Membuka labia majora yang masih nampak terkatup rapat dengan ujung jari telunjuk dan jempolnya, sementara tangan kanan Dicky, memegang kejantanannya yang sudah berdiri tegak, dan kokoh sambil terus menggerakkan pada kewanitaan Dwi, dan berusaha memasukkan bagian ujung kepala penisnya.     

"Aaah... Pelan-pelan, Tuan..." desah Dwi, tubuh telanjangnya mengelinjang bagai cacing kepanasan karena rasa nikmat permainan jari suaminya pada liang kenikmatannya, dan mendesah sakit saat Dicky mulai menacapkan kepala rudalnya yang besar dan mendorongnya perlahan.     

"Kamu tahan saja, dulu. Katanya ingin tahu, seperti apa nikmat dan sakitnya ini," ucap Dicky dengan mesra sambil tersenyum lembut pada wanita yang sebelumnya dia hindari demi setianya pada Chaliya.     

Memandang dua pria yang tengah bercinta tanpa mengenakan sehelai benangpun itu, Chaliya terdiam. Seluruh tubuhnya menjadi lemas tak berdaya. Di diam, membiarkan sepasang matanya menyaksikan adegan yang menyayat hatinya itu.     

"Aaaah.... Sakit, Tuan!" seru Dwi.     

Tidak tahan dengan suara dan adehan di depannya, Chaliya menjerit keras.     

"Aaaaaaaaaaaaaa!" Dia sudah tidak bisa berkata dan berbuat apa-apa lagi.     

Mendengar teriakan itu dua insan yang tengah membantu kasih itu seketika menghentikan aktivitasnya memandang ke arah sumber teriakan yang terdengar tidak jauh dari tempatnya.     

"Chaliya," gumam Dicky lirih. Seketika mencabut kemaluannya yang baru masuk bagian kepalanya saja di dalam liang kewanitaannya Dwi.     

Sementara Dwi, yang terkejut dengan kedatangan nyonyanya yangsecara tiba-tiba, seketika menutup dada selangkangan nya dengan mengatupkan kedua kaki dan meletakkan sebelah tangannya di atas kewanitaan dan sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk menutupi daerah payudaranya yang terbuka bebas tanpa penutup.     

"Apa-apaan kalian iniiiiii?" teriak Chaliya dengan suara lantang hingga tenggorokannya sakit. Namun itu sakitnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan hatinya yang baru saya dan perih. Hingga kedua air matanya deras mengalir di kedua pipinya.     

"Astaga! Chaliya, kenapa dia berteriak sekeras itu?" gumam Mawar. Takut hal buruk mengenai temannya... maka, dengan segera wanita itu turun dari mobil dan berlari menuju ke dalam rumah.     

Tidak hanya chaliya. Bahkan, Mawar pun juga dibuat terkejut dengan pemandangan yang terdapat di dalam rumah itu.     

Dia hanya bisa ternganga, tidak percaya atas apa yang baru saja dilakukan oleh Dicky. Biaya game yang ada di dalam pikirannya tidak salah. Sebagai model dan juga mantan wanita nakal dia pasti paham betul tidak ada orang yang tidak akan berbuat macam-macam dengan keadaan tubuh sama-sama telanjang bulat seperti itu.     

"Kalian semua, binatang!" teriak Chaliya, saat ia mulai mendapatkan kembali suaranya.     

Lagi-lagi karena khawatir dan tidak ingin hal buruk terjadi pada kandungan tempatnya, dengan cepat Mawar bertindak. mengangkat tubuh Chaliya yang terjatuh.     

"Tolong, ambilkan ponselku di sana!" Chaliya menunjuk ke arah bipet. Tempat ia meletakkan hiasan dan pajangan. "Cepat bawa aku pergi, Mawar!" teriak Chaliya.     

"Sayang, kamu dengarkan dulu! Ini tidak seperti yang kau pikirkan!" tariak Dicky. Ia hendak berlari. Namun, Dwi yang merasa tanggung, karena kepalang basah... Ia menahan lengan Dicky. Memeluknya erat, dan berkata, "Bagaimana pun juga, kau sudah menjamah tubuhku! Aku tahu sadar, bawah dia adalah istrimu. Tapi... aku juga tidak mau kau rugikan. Kau sudah hampir menikmati semua yang ada di tubuhku.     

Satu-satunya aset berharga yang kumiliki, dan harus ku jaga hingga aku menikah nanti. Kau sudah mencicipi nya."     

Bodohnya Dicky yang terkena pengaruh dari parfum dan obat yang diminumkan oleh Dwi melalui kopinya, dia menurut saja. Bagai kerbau yang di cocok hidungnya.     

Chaliya yang merasa sakit dan hancur, sebenarnya masih berharap suaminya mengejar dan menahannya. Memberi penjelasan sebisa mungkin meskipun tahu bahwa dia bersalah. Namun, rupanya tidak. Dicky diam tidak mengejarnya setelah berteriak memanggil namanyantadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.