Cinta seorang gadis psycopath(21+)

BERFIKIRAN MESUM



BERFIKIRAN MESUM

0Samuel yang hendak menyalakan mesin, ia sekilas melihat spion tengah, kemudian melepaskan ikatan sabuk pengamannya dan mendekatkan tubuhnya ke arah Arabella yang duduk di sebelahnya.     

Arabella memandang aneh pada Samuel. Karena pria itu kian mendekatkan tubuhnya pada dirinya, ia pun dasar hingga mepet pintu mobil. Namun, Samuel terus mendekatkan tubuhnya.     

"Kamu mau apa? Jangan mesum!" teriak Arabella tanpa menyentuh samuel. Tapi, tubuh mereka sudah sangat berdekatan.     

"Ceklek!"     

"Kamu belum memakai sabuk pengaman. Dari CCTV jalan akan terlihat."     

Wajah Arabella mendadak memerah. Dia sudah berprasangka buruk pada Samuel. Menuduh pria itu mesum. Namun nyatanya tidak. Brarti secara tidak langsung dia sendiri lah yang justru memiliki pikiran buruk.     

"Sudah makan malam?"     

Arabella menoleh ke samping, melihat seseorang yang baru saja menanyainya. Namun ekspresinya seperti bukan dia saja yang bertanya. Bagaimana tidak, pandangannya tetap fokus ke depan, sedikitpun tidak menoleh padanya.     

"Apakah baru saja kau tanya padaku?" tanya gadis itu sambil terus memandang Samuel.     

"Iya."     

Arabella tertawa cekikikan seorang diri. Bukannya menjawab Dia malah menggoda Samuel. "Aku bahkan ragu jika baru saja yang bertanya itu adalah kau. Melihat ekspresi mu, Kau seperti orang yang tidak baru saja berbicara apa lagi bertanya," ucapnya terus tertawa.     

"Kamu sudah makan malam apa belum?" tanyanya sekali lagi. Dengan ekspresi yang sama tanpa menoleh ke arahnya. Sepertinya pria itu memang sangat kaku. Entah kenapa dulu ibunya ketika mengandungnya. Mungkinkah robot, atau justru hatinya tertinggal di dalam rahim?     

"Tentu saja belum. Kan aku baru pulang dari kantor," jawab Arabella. Itupun jika tidak mendapatkan respon sedikitpun dari Samuel.     

'Astaga... dia benar-benar robot. Tidak ada respon sama sekali. Misal aku memberinya jawaban panjang lebar. Harusnya cukup aja belum. Tak usah menjelaskannya. Karena dia tidak butuh penjelasan hanya jawaban ya atau tidak,' batin Arabella. Mendadak wajahnya yang ceria menjadi murung.     

Setelah beberapa kilometer, mobil berbelok ke sebuah tempat.     

"Loh, kenapa berbelok? Kita mau ke mana?" Sebenarnya dia tidak ingin bertanya. Ia ingin diam membalas semua yang terlalu Inggris bicara padanya. Namun, dia bukanlah orang yang bisa menahan rasa penasarannya begitu saja. Tetap saja ia bertanya.     

"Katanya kamu belum makan, ayo!" ucap pria itu. Masih dengan ekspresi yang sama. Mematikan mesin dan melepaskan sabuk pengamannya.     

Arabella terdiam. Dia berfikir, karakter Samuel seperti itu. Dia tidak bisa bersifat hangat pada wanita. Tapi, sebenarnya dia  sangat care dan peduli. Namun, lebih menonjol pada tindakan daripada kata-kata.     

"Ayo turun! Nunggu apa lagi?" ucap Samuel, membuyarkan lamunan Arabella.     

"Eh... I... Iya," jawab Arabella terbata-bata karena terharu. Namun rupanya ekspresinya itu disalah artikan oleh Samuel.     

"Gak usah takut, turun saja dan pesan apa yang kamu mau. Aku mentraktir mu!"     

"Iya, aku tahu itu!" jawab Arabella kesal. Baru saja dia akan mengerti dan kagum dengan lelaki yang bersamanya. Tapi, hanya karena kata-kata yang kaku, kembali arabella merasa kesal terhadapnya.     

"Masih tidak turun Apakah menunggu lagu aku menggendongmu?"     

"Tidak perlu aku bisa jalan sendiri!"     

****     

"Elizabeth, kau rupanya? Aku kira siapa? Ayo, masuklah!" sambut Livia dengan hangat.     

"Terima kasih. Rumah kamu sepi sekali? di mana Arabella? Apakah di apa kerja?" Seperti biasa, tanpa sungkan-sungkan Elizabeth langsung masuk, dan menuju ruang keluarga.     

"Iya. Dia masih bekerja, tapi nggak tahu biasa jam segini dia sudah pulang. Ini, kok belum pulang, dan nggak ada kasih kabar, ya? Apa mungkin lembur dadakan dan dia terlalu sibuk sehingga tidak sempat menelepon?" gumam Livia. Namun, Elizabeth masih bisa mendengarnya. Dia kenal siapa putrinya, makanya Livia tidak pernah berpikir buruk tentang dia. Sebab, selama ini hingga usianya sampai dua puluh tiga tahun, Arabella tidak pernah aneh-aneh. Setiap ada pekerjaan lembur atau apa dia juga selalu izin. Sudah beberapa kali Elisabeth membuktikan perkataan putrinya dengan menulis seseorang untuk mengawasi ternyata putrinya selalu berbuat jujur tidak pernah bohong.     

"Iya barangkali tapi coba deh kamu telepon dia.. sebagai ibu yang baik kamu juga harus menunjukkan kepedulian dan kekhawatiran ya walaupun kamu sudah percaya dengan dia," ucap Elizabeth sambil menepuk pundak Livia.     

"Tapi aku takut mengganggu. Bagaimana nanti jika dia dimarahi oleh atasannya?" jawab Livia. Khawatir.     

"Ini kan lembur bukan kerja biasa Dan ini juga mungkin tidak rapat jadi kurasa... tidak masalah. Tidak akan ada atasan yang mengawasi, dan memarahinya."     

Beberapa kali dia pintar Akhirnya dia pun menghubungi nomor putrinya.     

***     

Setelah menemukan meja kosong, Samuel langsung memberikan daftar menu yang diberikan oleh nelayan pada Arabella. Rupanya, kejadian saat di restoran berbintang bersama tantenya itu sungguh membekas dalam ingatan pria itu. Sehingga, dia sulit untuk melupakannya barang sedetik.     

"Kamu pesan apa yang kamu mau terserah kita usah sungkan-sungkan atau takut jadi tukang cuci piring karena aku yang akan kamu," ustad semua dengan wajah datar.     

Arabella menggenggam kedua tangannya dengan sangat erat dalam hati tidak berkata, 'Untung saja kau adalah seseorang yang digunakan oleh tante Elizabeth. Jika saja tidak sudah ku hajar kau saat ini juga!' geram Arabella.     

Mungkin aku mah apa bila pria itu mengatakannya sambil tertawa menunjukkan bahwa dirinya meledek, testi meja yang dia tempati akan berisik. Karena tidak mungkin arabella tidak memberikan respon nya sama sekali. Dia akan memukul Samuel dengan benda yang terlihat tegang dan akhirnya... Mungkin mereka akan cepat akrab.     

Namun karena pria itu memasang muka datar, arabella hanya dia sungkan untuk berbuat sesuatu.     

"Iya aku mengerti jika aku akan mentraktir ku aku tidak akan suka memilih menu termahal yang ada di restoran ini supaya kau bangkrut!" jawab Arabella dengan ketus.     

Sementara Samuel hanya tertawa kecil saja.     

"Arabella, karena besok akhir pekan, apakah kau ada acara?" tanya Samuel.     

"Kenapa? Aku, sih tidak tahu. Yang jelas, siang, sepulang kerja aku akan ke makam kakakku dengan ibuku. Kenapa?" jawab Arabella dengan santai sambil membolak-balik daftar menu di tangannya.     

"Aku akan me... " ucap Samuel, begitu dipaksakan, dan diberani-beranikan, tapi akhirnya terputus.     

"Ding... Ding.... Ding... "     

"Wah maaf aku berdering," ucap arabella tanpa sadar ia memotong perkataan Samuel. Secepat kilat dia meletakkan daftar menu di tangannya lalu mengambil ponselnya di dalam tas.     

"Oh ini telepon dari ibuku biar aku mengangkatnya dulu," ucap Arabella. Tanpa menunggu jawaban dari pria yang mengajaknya makan malam, dia langsung beranjak dari tempat itu, untuk mengangkat telfon.     

"Halo, Ibu... " jawab gadis itu setelah mengangkat panggilan.     

"Di mana kau? Apakah ada lembur, hari ini?" Tentu saja, Livia berfikir demikan. Karena ini hari Jum'at. Besok, hari Sabtu bekerja hanya setengah hari. Kecuali jika ada pekerjaan yang belum selesai dia harus lembur dan tetap bekerja satu hari penuh seperti hari-hari biasa.     

"Maaf, Bu. Arabella sedang sama teman. Dia ngajak makan malam. Selamat di jalan dia ngobrol terus makanya aku kelupaan sampai tidak mengabarimu, maaf ya Bu?" ucap Arabella.     

Namun, lain dibibir lain dihati. Di bibirnya kesehatan sangat manis sekali, seolah-olah temannya adalah sosok yang baik dan menyenangkan titik namun, dalam hatinya ia menggerutu. 'Bagaimana aku tidak lupa mengabari ibuku titik sedangkan samalah saja seperti itu sepanjang perjalanan hingga tiba di restoran aku terus membuatnya jengkel. Sehingga aku sibuk dengan pikiran ku sendiri dasar dia memang sangat menyebalkan!'     

"Oh, ya sudah. Hati-hati, ya? Ingat, untuk tidak pulang terlalu larut. Terserah kamu mau pulang jam berapa yang penting pukul sembilan, kau sudah ada di rumah," ucap Livia.     

"Beres, Ibu. Jangan khawatir tentang itu."     

Setelah mematikan panggilan, arabella kembali menuju ke meja makan. Di sana dia mendapati Samuel sedang menulis sesuatu di nota.     

"Apakah kamu merasakan sesuatu? Kali ini aku akan memesan menu ku sendiri, tidak perlu kau yang memilihkan untukku," ucap Arabella.     

"Aku tahu. Aku hanya memesan untuk diriku sendiri, untuk menyingkat waktu karena kau masih menelepon." Samuel memberikan nota, daftar menu dan bulfoin pada Arabella. "Aku sudah selesai. Cepatlah memilih, supaya aku bisa mengantarkan mu sampai rumah tepat waktu," ucap Samuel.     

Arabella terkejut. Bagaimana Samuel bisa berkata seperti itu? Apakah 3 diam-diam menguping pembicaraan dengan ibunya tadi lewat telepon? Tapi sepertinya tidak mungkin dia bukanlah tipe pria yang seperti itu. Yang lagu kepo dan ingin tahu saja dengan urusan orang lain.     

"Kamu tahu apa yang dibicarakan di buku lewat telepon?" tanya Arabella. Sebab jika sampai kedengaran rasanya juga tidak mungkin. Karena dia mengangkat panggilan jaraknya jauh dari tempat duduk Samuel.     

Pria itu menggelengkan kepalanya. Macam yang datar tanpa sedikitpun senyuman. Tapi cuma karena dasarnya dia memang sudah tambahan walaupun seperti itu Arabella, tetap saja terhipnotis dengan kharismatik yang dimiliki pria itu.     

"Perkataanmu barusan seolah-olah tahu apabila ibuku mengatakan supaya aku tidak pulang terlambat. Intinya, jam sembilan sudah ada di rumah. Sedangkan ini sudah pukul enam lewat duapuluh menit," jawab Arabella.     

"Aku hanya menebak nya saja."     

"Apa kamu bilang? Kau menebaknya?" Arabella tersenyum kemudian mendekatkan wajahnya ke arah Samuel. "Apakah kau seorang peramal? Atau, memiliki sedikit bakat untuk meramal apa yang ada di sekitarmu?" tanyanya. Menunjukkan sekali bahwa gadis itu sangat tertarik dengan seseorang yang memiliki kelebihan itu     

"Sejak aku menjemputmu tadi kau tidak memegang ponsel mu sama sekali. Kemudian di sini kau mengatakan gini menelepon, pasti dia mengkhawatirkanmu dan menanyakan dimana kamu. Lalu, kau memberi jawaban. Karena tahu kalau kau tidak lembur maka dia berpesan supaya kamu pulang tepat waktu."     

"Kamu hebat sekali memprediksikan sesuatu. Emang benar dia berkata demikian, katanya aku bebas mau pulang kapan saja yang penting pukul sembilan sudah ada di di rumah," ucap Arabella.     

"Ya sudah, cepat kamu memilih menu makanan dan minuman yang kamu inginkan!" ucap Samuel, kembali mengingatkan.     

"Baik, Dokter Samuel," jawab Arabella. kemudian mulai menuliskan beberapa menu makanan pada nota yang disediakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.