Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENJEMPUT ARABELLA



MENJEMPUT ARABELLA

3"Selamat sore, dokter samuel,"  sapa beberapa perawat yang kebetulan berpapasan dengannya di lobby rumah sakit.     

"Selamat pagi," jawab pria itu. Masih dengan ciri khasnya yang mahal sekali memberikan senyuman.     

"Dia itu sebenarnya tampan. Coba, sedikit aja mau tersenyum saat di sapa, pasti semua wanita yang bekerja di rumah sakit ini, akan tergila-gila padanya," ucap salah satu perawat, pada temannya.     

"Kamu masih terlalu baru di sini. Jadi, ya tidak tahu. Dia walaupun sakit begitu banyak para perawat dan dokter muda yang suka padanya. Apalagi para koas.... "     

"Eh, serius? Demi apa?"     

"Siapapun hanya saja mereka menyerah karena setiap usaha yang mereka lakukan jika sia-sia. Jadi, saat salah apabila kau berfikir jika Hanya Kau satu-satunya wanita yang menginginkan dia."     

Samuel masuk ke ruangan pribadinya. Membereskan berkas-berkas dan untuk diserahkan pada professor.     

Setelahnya, dia pergi ke ruang ganti. Karena jadwal siv dia sudah berakhir sore ini.     

Ketika memasuki mobil kembali Dia teringat pada sosok yang kemarin malam dia temui bersama tangganya. Tersungging senyuman di bibirnya mengingat betapa polos, lucu dan cerobohnya sosok Arabella itu.     

Belum mengemudikan mobil, dia mengirim pesan singkat pada gadis itu.     

"Apakah kau sibuk?"     

Ternyata gadis itu fast respon. Secepat kilat dia sudah membalas pesan dari Samuel.     

"Aku sedang bersiap-siap untuk pulang. Lalu, bagaimana denganmu?"     

Lagi, Samuel tersenyum tipis. Dia menggenggam benda pipih itu sambil berfikir. Setelah cukup lama berfikir, akhirnya ia mengambil sebuah keputusan. "Aku akan jemput kamu. Share lok sekarang!" tulisannya. Kemudian, ia mengirimkan balasan chat dari aplikasi berwarna hijau tersebut.     

"Ya Tuhan... Dia mau menjemput ku?" gumam Arabella lirih. Dia kegirangan. Dengan cepat gadis itu mengirimkan lokasi terkininya.     

Saat mendapat balasan singkat dari dokter Samuel saja, tubuh Arabella terasa panas dingin.     

"Baik. Tunggu aku!"     

"Iya... Iya, aku akan menunggumu," ucap Arabella untuk dirinya sendiri. Arabella yang biasanya selalu cuek dengan penampilan, dadak dia jadi sangat peduli.     

Karena semua pekerjaannya sudah selesai dan berkas berkas yang perlu dibereskan juga sudah kelar, maka dia pun segera pergi ke toilet. Bersama dengan karyawati yang lainnya dia di sana mencuci muka dan memperbarui perhiasan supaya terlihat segar.     

"Eh, Arabella? Apakah ada yang salah dengan kamu?" tanya teman-temannya.     

"Tidak. Memangnya kenapa? Apakah salah apabila aku ikut ikut seperti kalian?" tanya Arabella dengan senyuman yang mengambang.     

"Tunggu sebentar!" Salah satu temannya menghampiri dirinya. Dia mulai memperhatikan arah bila dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak hanya bagian depan, namun dari samping belakang dan sebelahnya lagi terus melihatnya hingga beberapa kali memutar tubuh arabella yang berdiri kaku di depan destavel yang memanjang sepanjang toilet wanita yang berjajar.     

"Kamu kenapa?" tanya Arabella merasa canggung.     

"Kamu diam saja aku tidak akan memiliki kamu. Aku hanya ingin memastikan Apakah benar-benar ada yang salah, atau tidak dengan seseorang bila yang terkenal cuek dengan penampilan," jawab gadis itu. Sementara yang lain, juga melihat kearah mereka berdua, dan melupakan bahwa diri mereka masing-masing masih belum kelar merias diri.     

Sementara salah satu teman arabella yang memutari dirinya, kini mulai mengendus-endus.     

"Hih! Kamu ini kenapa? Kenapa jadi seperti kucing?" ucap Arabella geli kemudian mengabaikan teman yang berlagak sok detektif itu. Dia meletakkan tasnya dan mengeluarkan punch mekap dan mulai merias diri.     

"Harusnya setiap hari kamu seperti itu! Lihat cantik kamu tidak pucat dan lagi seperti biasanya," ujar teman-temannya.     

"Aku ingin nya juga begitu. Tapi karena aku selalu buru-buru ini segera pulang. Jadi, tidak sempat," jawab Arabella. Kembali ia merapikan mekapnya dan memasukkan kembali ke dalam tasnya.     

"Karena aku sudah selesai, aku duluan ya?" ucap Arabella.     

"Kira-kira kenapa ya?"     

"Nggak tahu tapi kenapa tiba-tiba dia peduli dengan penampilan dan menyempatkan diri untuk berias. Atau jangan-jangan dia mau ketemuan dengan seseorang? Kan, selama ini dia tidak pernah mengekspor siapa pacarnya kan?"     

"Ah, iya... Kenapa aku tidak berfikir soal itu sejak tadi?"     

"Ya sudah, ayo buruan kita lihat aja. Supaya kita tahu siapa pacarnya, seseorang dari kantor kita, atau tidak?"     

Berita yang sudah selesai di make up buru-buru menyimpan peralatan mekanik mereka ke dalam wajan dan memasukkannya ke dalam tas.     

Sementara bagi mereka yang masih belum selesai bermake up langsung merias asal wajah mereka. Tak peduli dengan sepasang alis yang tidak sejajar, lipstik yang berantakan kemana-mana, dan penggunaan bedak padat yang tidak rata.     

Sementara di koridor kantor dengan perasaan hati berdebar-debar dan senyum-senyum sendiri arabella tidak sabar menantikan kedatangan dokter Samuel yang hendak menjemputnya.     

"Aku sudah ada di depan gerbang kantor mu."     

Setelah menerima pesan itu kedua mata arabela membulat, dia kegirangan, lalu berlari supaya cepat tiba di depan gerbang yang masih kurang 250meteran jaraknya.     

"Dia berlari cepat-cepat ayo kita kejar supaya kita tidak telat dan segera mengetahui siapa pacarnya!" ucap teman-teman kantor Arabella, mereka juga ikut berlari mengejar Arabella.     

"Maaf jika aku membuatmu menunggu lama," ucap arabella dengan nafas yang terengah-engah karena habis berlari sejauh seperempat kilo meter.     

Mungkin n' roses seorang atlet itu tidak jauh. Tapi arabella bukanlah seorang atlet apalagi dia berlari juga menggunakan sepatu hak tinggi. Tidak jatuh dan terkilir kakinya saja sudah untung.     

Samuel tidak langsung menjawab mengeluarkan leher melihat sejauh mana arah bila tadi berlari. "Dari mana kamu lari?"     

"Dari koridor kantor."     

Samuel membuka pintu mobil sebelah kemudi kemudian pandangannya melihat ke bagian bawah tubuh Arabella.     

"Berlari menggunakan heels Apakah kamu tidak terkilir?" tanyanya dengan wajah datar.     

"Kamu melihat aku baik-baik saja, kenapa bertanya demikian? Apakah kamu berharap aku terkilir dan terjatuh? Begini juga aku lakukan karena aku takut kamu menunggu terlalu lama," omel Arabella.     

"Aku hanya bertanya bukan berharap."     

Arabella barusan dekat didepan dada kemudian memalingkan wajahnya ke samping menunjukkan bahwa dirinya marah kepada Samuel.     

"Masuk ke dalam mobil lalu ku antar pulang atau tetap berdiri di situ menunggu masuk angin?" ucap Samuel.     

Mendengar ucapan yang tetap saja terdengar cuek dan terkesan tidak peduli ada berak yang kesal kepada pria di depannya. Dia menghentakkan kakinya kemudian akhirnya masuk kedalam mobil juga.     

Samuel yang hendak menyalakan mesin, ia sekilas melihat spion tengah, kemudian melepaskan ikatan sabuk pengamannya dan mendekatkan tubuhnya ke arah Arabella yang duduk di sebelahnya.     

Arabella memandang aneh pada Samuel. Karena pria itu kian mendekatkan tubuhnya pada dirinya, ia pun dasar hingga mepet pintu mobil dengan mata terpejam dan jantung berdetak kencang tak beraturan. Namun, Samuel terus mendekatkan tubuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.