The Alchemists: Cinta Abadi

Jiwanya Menunggu Rose



Jiwanya Menunggu Rose

0"Tuan Rune Schneider, kalau kau dapat membuatku jatuh cinta kepadamu, aku akan menikah denganmu," kata Rose dengan tegas. "Kau dapat mencobanya."     

Rasanya Rune tak dapat mempercayai telinganya sendiri. Benarkah Rose mengizinkan Rune mencoba membuatnya jatuh cinta? Dan kalau Rune berhasil, maka Rose bersedia menikah dengannya...     

Entah kenapa dadanya terasa hangat saat ia memikirkan bagaimana ia akan dapat membuat Rose jatuh cinta kepadanya. Ahhh... baiklah. Ia punya waktu setahun.     

Pelan-pelan seulas senyum merekah di bibirnya. Pemuda tampan itu lalu mengangguk.     

"Setuju." Ia mengulurkan tangannya ke arah Rose. Gadis itu mengerutkan keningnya dan menatap Rune lekat-lekat.     

"Sungguh? Kau bersedia?" tanyanya memastikan.     

"Aku bersedia," kata Rune. "Dan aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku."     

Rose menjabat tangan Rune sambil tersenyum lega. Saat ia melihat ekspresi wajah Rune yang sungguh-sungguh, gadis itu menjadi geli. Ia lalu tertawa terbahak-bahak.     

"Apa yang lucu?" tanya Rune tidak mengerti.     

"Kau tampak sangat yakin bisa membuatku jatuh cinta kepadamu," kata Rose.     

Rune belum pernah jatuh cinta sebelumnya, dan ia belum pernah memiliki kekasih, tetapi ia yakin bahwa ia tidak akan melepaskan Rose, gadis misterius yang begitu cepat menarik hatinya dan telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.     

"Apakah bersikap percaya diri itu buruk?" tanya Rune.     

"Tidak." Rose menggeleng. Ia tersenyum tipis saat mengucapkan kata-kata selanjutnya. "Aku suka laki-laki yang percaya diri."     

Ahhh... saat mendengar kalimat terakhirnya itu, Rune merasa seolah-olah dadanya diisi udara hangat sampai penuh seperti balon gas yang siap terbang.      

"Baiklah." Ia tersenyum lebar.     

Ia dikelilingi oleh para lelaki mengesankan yang sudah menikah dan mampu membahagiakan istri-istri mereka. Tentu ia akan dapat bertanya kepada mereka.     

"Aku hanya meminta satu hal kepadamu..." kata Rose tiba-tiba, menggugah Rune dari lamunannya. Gadis itu menyentuh tangan Rune dan bicara dengan ekspresi sungguh-sungguh. "Tolong jangan menyelidiki siapa aku. Tunggu sampai aku sendiri yang memberitahumu siapa diriku sebenarnya."     

"Ehh.. siapa dirimu sebenarnya?" Rune mengerutkan kening keheranan. "Jadi... kau sekarang berbohong tentang identitasmu? Apakah kau juga sedang membohongiku?"     

Rose menggeleng. "Bukan itu maksudku. Namaku Rose, tetapi nama belakang yang kuberikan kepadamu bukan nama asliku. Kalau aku memberitahumu nama asliku, kau akan langsung bisa tahu banyak tentang diriku. Aku tidak suka itu. Menurutku, zaman sekarang manusia terlalu dipermudah. Mereka tinggal mencari informasi di internet dan menjadi malas untuk melakukan pendekatan secara personal. Padahal, kadang-kadang, apa yang kita baca di internet tidak selalu benar."     

Rune tertegun mendengar kata-kata Rose. Ah... sial. Padahal tadi ia ingin mengirim foto Rose kepada Nicolae dan memintanya menyelidiki siapa gadis itu sebenarnya.     

Jadi... Rose tidak ingin Rune menyelidikinya?     

Apakah sebaiknya Rune tetap menyelidiki Rose secara diam-diam dan tidak usah memberitahunya?     

Tapi.. itu berarti tidak jujur, kan?     

Rune merasa berada dalam dilema. Ia sangat penasaran ingin tahu siapa Rose sebenarnya dan mengapa ia begitu misterius, tetapi ia merasa bersalah kalau tetap menyelidiki Rose secara diam-diam.     

Lagipula.. bagaimana kalau nanti ketahuan? Pasti gadis itu akan marah, dan Rune akan kehilangan kesempatannya untuk mendekati Rose.     

"Sejujurnya, lelaki yang kutemui sebelummu menggunakan berbagai cara untuk mencari tahu identitas asliku sebelum kami bertemu. Kau seharusnya lihat, wajahnya tampak bangga sekali saat menyebut nama lengkapku, seolah dia pikir aku akan kagum karena dia berhasil mengetahui siapa aku... ck ck.." Rose memutar matanya. "Ia berkali-kali minta maaf saat aku mengatakan bahwa aku ingin membatalkan makan malam dan pulang."     

Rune menelan ludah. Untung ia sama sekali tidak mencari tahu tentang Rose sebelum datang ke kencan buta ini. Bukan apa-apa, ia sudah terlanjur menduga bahwa foto yang digunakan Rose di aplikasi bukanlah foto aslinya, melainkan foto yang sudah diedit habis-habisan di photoshop.     

Ternyata Rose ini memang unik, ya.     

"Aku tidak akan menyelidiki tentang dirimu dan menunggu sampai kau mau terbuka kepadaku," kata Rune. "Sebaliknya, kuharap kau juga tidak menyelidiki siapa aku. Biar adil."     

Baiklah. Kalau Rose ingin merahasiakan siapa dirinya, Rune juga akan berbuat hal yang sama.     

Rose tersenyum mendengar kata-kata Rune. Ia mengangguk ringan. "Tentu saja."     

"Baiklah, Nona Rose. Aku bersedia menjadi kekasih pura-puramu selama setahun ke depan," kata Rune sambil tertawa kecil. "Kapan kita mulai?"     

"Besok. Temui aku di Stasiun Grand Central jam 10 pagi. Bawa barang-barangmu. Kau akan tinggal bersamaku."     

"Baiklah." Rune mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya kepada Rose. "Tolong masukkan nomor ponselmu di sini. Besok aku akan meneleponmu kalau aku sudah tiba di stasiun."     

Rose memasukkan nomor ponselnya ke ponsel Rune lalu menelepon ke ponselnya sendiri. Selama 'berbicara' dengan Rune di aplikasi kencan online, mereka mereka belum saling memberikan nomor telepon untuk menjaga privasi masing-masing.     

Kini, karena mereka telah bertemu dan saling percaya, Rose bersedia bertukar nomor telepon.     

"Aku bisa mengantarmu pulang malam ini. Kalau aku tahu di mana tempat tinggalmu, aku bisa langsung datang ke rumah, tidak perlu merepotkanmu dengan bertemu di stasiun Grand Central," kata Rune, menawarkan jasanya untuk mengantar gadis cantik itu pulang.     

Ia menawarkan itu bukan karena ia penasaran ingin tahu Rose tinggal di mana, tetapi karena ia ingin memastikan gadis yang telah memikat hatinya ini dapat pulang dengan selamat.      

"Tidak apa-apa," kata Rose. "Aku tidak merasa direpotkan."     

"Aku bukannya ingin menguntitmu, kok," kata Rune lagi. "Aku ingin memastikan kau pulang dengan aman."     

"Aku bisa menjaga diri," kata Rose santai. Ia menaruh tas tangannya di atas meja dan membuka kancingnya, lalu memberi tanda kepada Rune untuk mengintip isi tasnya. "Aku selalu membawa ini."     

Rune yang melongok untuk melihat isi tas Rose seketika tertegun, kehilangan kata-kata.      

Astaga.. Rose memang bukan gadis sembarangan.     

Di dalam tasnya ada sebuah pistol kecil berwarna pink, tertata manis di samping dompetnya yang juga berwarna pink.     

"Kau... bisa menggunakannya?" tanya Rune keheranan. Ia sendiri dulu pernah berlatih menembak bersama London, tetapi ia tidak suka memegang senjata. Malah.. bisa dibilang, seumur hidupnya Rune belum pernah menembakkan senjata sama sekali.     

"Bisa. Aku ini juara menembak," jawab Rose santai sambil menutupkan kembali tasnya. "Jadi.. kau tidak usah menguatirkanku."     

Rune menatap Rose dengan pandangan tidak berkedip.     

Sungguh gadis yang SANGAT LUAR BIASA! Kecantikannya seperti dewi kahyangan, asli tanpa photoshop dan makeup yang menor. Kepribadiannya sangat menyenangkan. Penampilannya sederhana tetapi berkelas. Dan ia mampu melindungi diri sendiri.     

Rune tidak tahu ia bisa jatuh cinta begini dalam kepada gadis yang baru pertama kali ia temui.     

Mungkin... memang selama ini ia belum pernah jatuh cinta dan tidak pernah bertemu satu pun wanita yang dapat menarik hatinya, karena jiwanya menunggu Rose.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.