The Alchemists: Cinta Abadi

Sebulan kemudian



Sebulan kemudian

0London baru menyadari bahwa tadi malam ia keadaan tidak sadar telah mencabut bunga tulip dari balkon dengan akar-akarnya. Sekarang bunga-bunga itu berserakan dan mengotori lantai. Sementara L masih menatap London dengan pandangan ingin membunuh.     

"Maafkan aku... Maaf.. Aku tadi sungguh-sungguh tidak sadar. Aku berjanji ini tidak akan terjadi lagi..." Dengan kecepatan tinggi London masuk ke kamarnya lalu keluar dengan membawa selimut dan menutupkannya ke tubuh L.     

Ia buru-buru mengenakan pakaiannya dan bergerak cepat membersihkan ruang tamu yang kotor, sementara L dengan wajah sebal masuk ke kamarnya dan membersihkan diri.     

Setelah ruang tamu kembali bersih, London juga masuk ke kamarnya dan mandi lalu berganti pakaian bersih. Ia membawa semua pakaian mereka ke mesin cuci dan membersihkannya. Setelah rumah kembali bersih ia lalu menyiapkan sarapan untuk mereka.     

TOK TOK     

"L... Sarapan sudah siap." Ia mengetuk pintu kamar L dan berdiri di depan pintu menanti gadis itu keluar.     

"Aku tidak mau makan." Terdengar suara kesal L dari dalam kamar.     

"Eh... ingat kau menandatangani perjanjian, poin nomor. 2 mengatakan kau harus makan teratur dan menjaga kesehatanmu," protes London. Ia berdeham beberapa kali. "Aku barusan membaca referensi, ternyata kalau sedang hamil kau tidak boleh minum obat sembarangan, apalagi obat tidur. Tidak boleh. Aku sudah memanggil dokter untuk memeriksa kondisimu. Dokternya akan tiba setengah jam lagi."     

L segera keluar dari kamarnya dengan wajah cemberut.     

"Salah siapa aku kemarin sampai minum obat tidur?? Kenapa kau tidak mengabari kalau akan pulang sangat malam? Aku takut terjadi  sesuatu padamu!! Teleponmu tidak bisa dihubungi!!!" cetus gadis itu sambil memukul bahu London, dan kemudian mengaduh sendiri karena tangannya terasa sakit.     

Pemuda itu buru-buru menghampirinya dan mengusap-usap tangan L yang kesakitan. "Aduh... tanganmu sakit? Sini biar kuobati.."     

Ia menaruh tangan L ke bibirnya dan mencium tangan gadis itu dengan penuh perasaan lalu menepuk-nepuknya dengan halus. L hanya memandanginya dengan bibir cemberut.     

"Jangan sok perhatian," kata gadis itu kemudian sambil menarik tangannya. Ia lalu bergerak ke meja makan dan melipat tangannya di dada.     

"Aku memang perhatian... Orang buta saja bisa melihat bahwa aku sangat memperhatikanmu. Aku melakukannya segalanya untukmu." London mengikutinya ke meja makan lalu duduk di seberang gadis itu. Wajahnya tampak cerah sekali. "Kau meneleponku tapi teleponku mati? Maaf, aku sengaja mematikan ponselku karena kakakku sangat menyebalkan. Aku lupa memberitahumu kalau aku ada acara bersama teman-temanku di St. Laurent."     

L mengambil waffle dan menuang sirup maple ke atasnya, pura-pura tidak peduli pada penjelasan London.     

"Eh... tapi kau sampai meneleponku karena aku belum pulang... apakah itu artinya kau menguatirkanku?" tanya London kemudian dengan suara sangat senang. Di wajahnya terpampang jelas rasa sukacita.     

Rupanya di balik sikap ketus L, gadis itu memang mengkuatirkannya. Dan tadi malam... saat mereka bercinta, L juga menyambut inisiatifnya secara tidak sadar. Ini berarti sebenarnya L juga menyukainya kan?     

Mungkin sebenarnya di balik sikapnya yang dingin dan tidak pedulian, L juga menyukai London tetapi tidak mau menunjukkannya.     

Pikiran ini membuat London berseri-seri.     

"Siapa yang menguatirkanmu," desis L. Ia makan cepat-cepat, sama sekali tidak mau memandang London. Pemuda itu mengikutinya makan dengan cengiran yang tidak pernah lepas dari wajahnya.     

Baiklah. Tadi ia melakukan kesalahan. Ia nekat melamar L dengan kondisi yang jauh dari ideal. Ia bisa memperbaikinya. Ia akan melamar L setelah pulang dari Singapura, dan ia akan meminta bantuan Jan untuk mempersiapkan segala sesuatunya.     

Setelah mereka selesai sarapan, dokter yang ditunggu-tunggu datang. Ia langsung menegur L yang sembarangan  minum obat selama hamil dan memarahi London yang tidak mengawasinya dengan baik.     

"Aku sudah mengerti, aku tidak akan mengulanginya," kata L. Ia lalu menoleh pada London. "Aku tidak mau peristiwa tadi malam terulang lagi. Menurutku, kau juga telah gagal menjagaku dengan baik. Karena itu aku merasa tidak ada gunanya aku tetap tinggal di sini."     

London tercengang mendengar kata-kata L. Ia tidak mengira L akan bereaksi keras hanya karena tadi malam ia mematikan ponselnya.     

Tentu saja ia tahu L aman, karena ia menempatkan dua pengawal pribadinya untuk selalu mengawasi dan menjaga gadis itu. Kalau ada apa-apa, mereka tentu dengan mudah dapat menghubunginya lewat Jan Van Der Ven.     

Ah... tapi L tidak tahu itu.     

"Aku sudah minta maaf... Aku tidak akan mengulanginya." London memegang tangan L dan memohon agar gadis itu berubah pikiran. "Aku juga tidak akan minum lagi. Aku akan memastikan hal seperti kemarin tidak akan terjadi lagi."     

Selama ini, setahu London, ayahnya dan Alaric berhenti minum wine dan segala minuman beralkohol lainnya untuk menemani istri mereka masing-masing saat sedang hamil. London tidak merasa perlu melakukannya, karena toh L juga bukan istrinya, tetapi kini ia melihat betapa L akan menghargai inisiatif tersebut, karenanya ia buru-buru berjanji.     

Ia juga merasa bersalah kalau nanti kehilangan kontrol seperti semalam dan kembali meniduri L. Walaupun mungkin gadis itu tidak menolaknya, bukan berarti ia tidak akan merasa kesal keesokan paginya. Seperti hari ini.     

Ia sungguh tak boleh mengambil risiko L stress dan marah-marah. Tidak baik buat bayi mereka.     

Dokter Muller memandang kedua orang itu bergantian dan mengangguk. "Sebaiknya kalian berdua mengesampingkan ego masing-masing dan bekerja sama untuk memastikan anak kalian sehat dan lahir dengan baik. Saat ini yang terbaik memang jika orang tuanya tinggal bersama."     

London melihat Dokter Muller mengedip ke arahnya, L tidak memperhatikan interaksi kedua pria itu dan sibuk dengan pikirannya sendiri.     

Ah, Dokter Muller adalah dokter pribadi keluarga Van Der Ven dan ia mengetahui situasi yang terjadi di antara Tuan Muda keluarga Schneider ini dengan 'kekasihnya'. Maka tentu saja ia akan memberikan nasihat medis yang bias, untuk menguntungkan posisi London.     

"Nona, aku akan memberikan banyak vitamin dan buku resep makanan sehat. Minggu depan aku akan kembali untuk memeriksa lebih lanjut. Beberapa minggu lagi kita akan bisa mengetahui gender bayi kalian."     

London sangat senang mendengarnya. Wahh... beberapa minggu lagi ia akan tahu apakah ia akan terpaksa memberi anaknya nama Terry atau ia bisa memilih nama sendiri. Ha.     

"Terima kasih, Dokter. Mari aku antar keluar." Ia membawakan tas Dokter Muller dan mempersilakannya keluar.     

L tampak berpikir beberapa lama. Ia lalu masuk ke kamarnya dan mengganti pakaian dengan gaun longgar dan mantel panjang. Untunglah cuaca masih agak dingin sehingga ia masih dapat memakai mantel untuk menutupi kehamilannya.     

Bulan depan cuaca sudah panas dan ia takkan dapat lagi keluar rumah dengan menyembunyikan perutnya yang membesar dengan jaket atau mantel. Ia memutuskan harus menyelesaikan semua urusannya sebelum saat itu tiba.     

"Aku mau ke kantor Splitz. Mereka akan mengumumkanku sebagai ambassador Virconnect malam ini," kata L kepada London yang sedang memeriksa berbagai pesan dan email di ponselnya.     

"Kok tiba-tiba, kenapa tidak bilang kepadaku dari beberapa hari yang lalu?" tanyanya keheranan.     

"Kau tidak perlu mengantarku. Pammy akan menjemputku."     

Tepat saat itu terdengar ketukan di pintu. L segera membukanya dan mempersilakan Pammy yang sudah menunggu di pintu. Manajernya itu membawa sebuah rangkaian bunga sangat besar.     

"Aku bawakan bunga dari Tuan Schneider kemarin. Kau melupakannya di mobilku," komentar Pammy sambil berjalan masuk dan kemudian menaruh bunga itu di meja.     

London memasang cengiran senang mendengar kata-kata Pammy. Ternyata bunga dari London Schneider tidak dianggap oleh L sehingga ia bisa melupakannya di mobil Pammy.     

"Tuan Schneider?" Ia pura-pura bertanya dengan suara ketus. "Kau mendapat bunga dari Tuan Schneider yang mana? Apakah dia menyukaimu?"     

Pammy yang menjawab pertanyaan London dengan wajah bangga. "Tuan London Schneider. Adiknya mengatakan Tuan London Schneider adalah penggemar Nona L nomor satu! Bagus sekali, bukan?"     

L tampak salah tingkah melihat reaksi London yang terkejut.     

"Hmm... berarti keinginanmu sudah mulai terwujud.. Sekarang kau sudah terkenal, dan bahkan ada seorang laki-laki sangat kaya yang menyukaimu," gumam London sambil menatap L dengan pandangan tajam. "Kau pasti senang sekali."     

L tertunduk, tidak membalas ucapan London. Ia mengambil vas bunga sangat besar dan menuangkan air ke dalamnya lalu membantu Pammy menaruh bunga dari London Schneider di dalam vas.     

"Kami pergi dulu." Ia lalu menarik tangan Pammy dan keluar dari apartemen.     

London hanya bisa menghela napas. Ia masih tak dapat membaca L dan mengetahui apa kira-kira isi hati gadis itu.     

***     

Setelah peristiwa malam itu, tidak banyak hal yang terjadi. Hubungan keduanya tetap baik tetapi L terasa menjaga jarak. London menyadari itu adalah kesalahannya sendiri. Seandainya ia tidak minum kebanyakan waktu itu dan kembali meniduri L, mungkin gadis itu tidak punya alasan untuk menjauhinya.     

Kini, walaupun ia menjaga diri dan sama sekali tidak minum wine maupun minuman beralkohol lainnya, L sudah terlanjur tidak mempercayainya.     

Sejak menjadi ambassador Virconnect, dan peristiwa di Festival May yang mengangkat namanya, ketika keluarga Schneider khusus datang melihat penampilannya, popularitas L meningkat sangat tajam dan ia menjadi salah seorang artis paling dikenal di Eropa.     

Di satu sisi, L senang mendapatkan keinginannya. Tetapi di sisi lain ia menjadi semakin terkurung di rumah. Ia tak dapat keluar tanpa takut dikenali, ditambah lagi dengan kondisi perutnya yang semakin membesar, ia tak dapat kemana-mana.     

Hal ini membuatnya stress dan murung. Sementara itu London sudah harus pergi ke Singapura untuk menjenguk Aleksis yang akan segera melahirkan.     

"Aku harus pergi ke Singapura, kemungkinan satu atau dua minggu. Aku tak bisa meninggalkan L sendiri dengan kondisinya seperti itu.. Tetapi aku juga tidak bisa membawanya bersamaku. Nanti dia curiga kalau naik pesawat pribadiku. Aku mau kasih alasan apa?" keluh London siang itu kepada Jan.     

"Yah... mau tidak mau, kalau Tuan mau membawa Nona L ke Singapura, Tuan harus naik pesawat komersial seperti penumpang lainnya. Kelas ekonomi. Kalau naik first class, nanti dia curiga."     

Naik pesawat komersial kelas ekonomi???     

Setelah menimbang-nimbang, London menolak usul Jan itu mentah-mentah. Ia sanggup naik pesawat komersial, kelas ekonomi sekalipun. Tapi ia tidak akan membiarkan anaknya menderita di dalam perut L yang harus menanggung derita perjalanan belasan jam dengan pesawat komersial kelas ekonomi.     

Tidak. Ia harus memikirkan cara lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.