The Alchemists: Cinta Abadi

Membuka Rahasia



Membuka Rahasia

1Keduanya berciuman cukup lama dan baru berhenti ketika tiba-tiba terdengar bunyi panggilan masuk di telepon London. L segera tergugah dan buru-buru melepaskan diri dari pelukan London dengan mendorong pemuda itu ke belakang.     

"Ada yang meneleponmu..." Gadis itu tampak tersipu-sipu dan menunjuk ponsel London yang terletak di meja.     

Aishh.... Dengan sebal London bergerak ke meja makan dan mengambil ponselnya untuk mengetahui siapa stafnya yang tidak akan mendapat bonus tahunan mereka kali ini karena dengan lancang meneleponnya di saat ia baru saja mendapat kesempatan mencium L.     

"Sayang." Terdengar suara seorang perempuan di ujung telepon sana.     

"Oh... hallo, Ma. Aku pikir siapa..." Kekesalan London segera hilang begitu mengetahui ternyata orang yang meneleponnya dan mengganggu kemesraannya dengan L adalah ibunya sendiri. L tampak menegakkan telinganya saat mendengar London menyebut ibunya. Ia menjadi salah tingkah, seolah-olah ibu dari pria yang dipacarinya memergoki mereka sedang berciuman di teras rumah.     

"A... aku sudah selesai sarapan. Aku mau memompa ASI dulu," kata L dengan setengah bergumam. Ia lalu buru-buru meninggalkan ruang makan dan masuk ke kamarnya.     

London hanya bisa mengangguk. Ia menuang secangkir teh untuk dirinya sendiri lalu melanjutkan mengobrol dengan ibunya. Ternyata Finland sangat ingin menjenguk Lily dan menanyakan kapan ia bisa datang.     

"Aku tanyakan kepada L dulu ya, Ma. Aku yakin dia pasti tidak keberatan, tapi aku harus membicarakan ini dulu kepadanya. Bagaimanapun Lily bukan anakku seorang diri, jadi aku harus tanyakan kepada L sebagai ibunya."     

Di mansion besar di ujung jalan Finland menarik napas dalam-dalam. Ia sangat senang melihat anaknya tumbuh menjadi lelaki bertanggung jawab dan menghargai perempuan. Walaupun London  sangat kaya dan berkuasa serta terbiasa mendapatkan segala hal yang ia inginkan, ia memperlakukan L setara dan tidak serta-merta mengambil keputusan sendiri mengenai anak mereka.     

"Baik, kau tanyakan dulu ya. Kabari Mama secepatnya." Finland lalu menutup telepon.     

London kemudian mengetuk pintu kamar L dan meminta izin masuk.     

"Sepuluh menit lagi. Aku masih memompa ASI," jawab L dari dalam.     

"Baik. Kalau begitu aku tunggu di ruangan Lily saja. Ada hal yang ingin kubicarakan. Ini sangat penting."      

"Baik."     

London tahu, sudah saatnya ia dan L berbicara dan membahas tentang hubungan mereka. Satu rahasia sudah terungkap, maka sudah waktunya rahasia-rahasia yang lain juga dibuka. Demi Lily dan demi keluarga mereka.     

Satu hal yang pasti, Lily adalah keturunan keluarga Schneider dan saat ia dewasa nanti ia pasti akan menjadi seorang Alchemist yang tidak akan menua. L harus memutuskan, apakah ia ingin hidup abadi bersama London untuk membesarkan anak mereka dan menyaksikan Lily hidup selamanya, atau ia tetap memilih menjadi manusia biasa yang akan menua dan mati, dan pada akhirnya meninggalkan Lily.     

Ia sengaja memilih tempat mereka bicara di ruangan Lily, agar L tidak marah-marah saat merasa dibohongi. London tahu, semarah apa pun L, ia tidak akan berani berbuat keributan di depan bayinya.      

Aku ini memang cerdas, pikir London memuji dirinya sendiri.     

Ia masuk ke ruangan Lily dan menyuruh para perawat keluar. Sambil menunggu L datang ia mengajak Lily berbicara. Setelah dirawat cukup lama kini Lily terlihat semakin sehat. Berat badannya sudah naik hingga hampir 2 kg dan matanya tidak lagi ditutup, membuatnya terlihat seperti bayi prematur biasa.     

Lily seperti biasa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur dan ia masih mendapatkan asupan ASI lewat selang karena ia belum dapat menghisap sendiri. Dokter Muller yang berkunjung beberapa hari lalu mengatakan kemajuan Lily luar biasa dan kemungkinan beberapa minggu lagi mereka sudah dapat memeluk dan menggendongnya, lalu membiasakannya minum ASI langsung dari ibunya. London sangat tidak sabar.     

"Kau cantik sekali," puji London kepada anaknya yang masih pulas tertidur. "Bayi lain kalau lahir seperti monyet kecil, tapi kau berbeda. Ayah pikir kau adalah bayi perempuan paling cantik sejagat raya. Ayah tidak sabar ingin menggendongmu. Kau cepat sehat ya, Nak..."     

Ia mengambil sebuah buku dongeng anak-anak lalu duduk di samping inkubator dan memilih satu cerita pendek dan mulai membaca.     

"Pada zaman dahulu, di sebuah kerajaan di dunia antah berantah...."     

L yang masuk dengan tanpa suara seketika menghentikan langkahnya di ambang pintu ketika mendengar London membacakan sebuah dongeng untuk anak mereka. Ia memperhatikan pemandangan ayah dan anak itu dengan mata berkaca-kaca.     

Ia tidak banyak mengingat tentang keluarganya. Bahkan, sebelum bertemu Danny beberapa bulan lalu ia sama sekali tidak ingat seperti apa rupa ayah dan ibunya hingga pria itu menunjukkan foto keluarga hakim De Maestri.     

Tetapi jauh di dasar ingatannya, ia samar-sama mengingat kenangan saat ayahnya yang penyayang menggendongnya ke tempat tidur dan membacakan dongeng untuknya sebelum ia tidur di malam terjadinya pembunuhan itu.     

L sangat merindukan ayahnya.     

Setelah selesai membaca cerita pendek di buku dongeng untuk Lily, London menaruh bukunya kembali ke lemari. Saat ia selesai menaruh buku, barulah ia menyadari kehadiran L di ambang pintu. Ia segera menghampiri gadis itu dan menggandengnya masuk.     

"Duduklah. Ada beberapa hal penting yang ingin kubicarakan denganmu," katanya dengan suara lembut. L mengangguk. Ia duduk di kursi sofa empuk di dekat jendela dan menatap London dengan penuh pertanyaan.     

"Aku mendengarkan," katanya.     

London berdeham pelan dan kemudian memulai pembicaraan. "Aku minta maaf karena selama ini aku menutupi identitasku darimu. Seperti yang sekarang kau tahu, aku ini berasal dari keluarga kaya..."     

"Sangat kaya." L mengoreksi. "Paling kaya di Eropa. Terkaya kelima di dunia."     

London batuk-batuk dan melambaikan tangannya. "Semacam itulah. Aku tidak punya banyak teman, karena dari dulu hidupku cukup tertutup. Kau tahu reputasi keluargaku yang tidak pernah membuka diri keluar, kan? Ayahku melakukannya untuk melindungi kami. Kakakku beberapa kali menjadi korban kejahatan orang karena ia adalah putri keluarga Schneider. Maksud ayahku baik, tetapi itu membuatku dan saudara-saudaraku tidak punya kehidupan sosial yang memadai. Waktu aku bertemu denganmu pertama kali itu, aku baru memutuskan untuk mencari teman-teman dari kalangan orang biasa, yang tidak akan sengaja berbaik-baik atau berteman denganku karena kekayaan keluargaku. Karena itulah saat kita bertemu di pesta Stephan, kau mengira aku ini seorang fotografer miskin."     

L mengangguk. "Aku masih ingat."     

"Saat kita dijebak Stephan, aku sangat ingin bertanggung-jawab. Minimal aku ingin memastikan bahwa kehidupanmu baik-baik saja setelah peristiwa itu. Aku tak ingin kejahatan Stephan membuatmu hancur. Aku tidak akan membiarkannya. Karena itulah aku membeli Brilliant Mind Media agar mengorbitkanmu."     

L menatap London dengan wajah tidak percaya. Sesaat kemudian ia mendesah kecewa dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.     

"Oh, Tuhan... kenapa aku bodoh sekali? Pantas saja banyak gosip beredar saat itu bahwa aku tidur dengan bos. Ternyata ini sebabnya..."      

"L, bukan begitu... Itu salah. Kau jangan dengarkan gosip murahan begitu. Kau sangat berbakat, aku adalah penggemarmu nomor satu. Dengan atau tanpa bantuanku, kau pasti akan terkenal. Ini hanya masalah waktu. Aku membantumu supaya kau menjadi terkenal dengan lebih cepat, tetapi semuanya adalah upayamu sendiri. Masyarakat tidak bodoh. Kalau kau tidak berbakat, mereka tidak akan menerimamu." London pindah duduk ke samping L dan menyentuh tangannya yang menutupi wajahnya dengan ekspresi putus asa. "Kumohon maafkan aku, aku hanya ingin membantumu. Aku melakukannya tanpa pamrih, murni karena aku merasa bersalah kepadamu."     

L mengangkat wajahnya dan menatap London dengan pandangan sedih. Ia bisa mengerti ketulusan pria itu, tetapi di satu sisi ia merasa kecewa kepada dirinya sendiri, karena ternyata kariernya selama ini bukanlah hasil upayanya sendiri.     

"Apakah Pammy tahu?" tanya L dengan suara pelan.     

"Dia baru tahu dua bulan lalu saat memergokiku dan Jan bicara di rumah sakit. Dia tidak bersalah. Aku yang memaksanya membantuku."     

"Hmm..."     

"Aku memang tadinya hanya ingin membantumu karena aku merasa bersalah, Sayang. Tapi kemudian, setelah kita bertemu lagi beberapa kali, aku merasakan sesuatu yang berbeda kepadamu. Aku belum pernah jatuh cinta kepada wanita lain, baru kepadamu saja. Aku merasa ini takdir saat aku mengetahui kau ternyata mengandung anakku. Aku bertekad untuk bertanggung jawab kepada kalian berdua. Karena itulah aku menyiapkan segala sesuatunya untukmu dan Lily." London menjelaskan lagi. "Karena kau masih terus menolakku, aku tidak bisa membuka identitasku kepadamu."     

"Kau takut aku hanya akan menerimamu karena kekayaanmu?" tanya L. "Aku tahu, aku memang punya reputasi seperti itu. Aku memang materialistis.. Aku sekarang mengerti kenapa kau merahasiakan identitasmu sebagai London Schneider. Kau harus melindungi kekayaan keluargamu dari gadis matre pengeruk harta sepertiku."     

London tersenyum mendengar kata-kata L. Ia menggeleng pelan. "Aku sungguh tidak keberatan kalau kau memang materialistis sungguhan dan mengeruk hartaku, walaupun sekarang aku tahu kau itu tidak benar-benar matre seperti katamu. Seperti yang pernah kubilang kepadamu di saat kau sedang dirawat di rumah sakit, saat itu kau pingsan, aku bersedia kau manfaatkan. Kau boleh memanfaatkan tubuhku, hartaku, pengaruh keluargaku. Apa pun itu. Aku tidak keberatan. Lagipula, kalau kita menikah, hartaku toh memang akan menjadi milikmu. Jadi, aku sama sekali tidak ada masalah dengan itu."     

L menjadi tercengang mendengarnya. "Eh.. apa? Kau merahasiakan identitasmu, bukan karena kau takut hartamu dikeruk gadis matre sepertiku?"     

"Bukan. Bukan begitu." London tersenyum semakin misterius. "Aku merahasiakan identitasku, karena hanya wanita yang mau menikah dengankulah yang boleh mengetahui siapa aku sebenarnya. Ini menyangkut rahasia keluargaku dan seisi klan kami."     

"Aku tidak mengerti..." L menjadi sangat bingung.     

London menarik kedua tangan L ke pangkuannya dan meremasnya dengan lembut. "Sayang, apakah kau mau hidup muda selamanya bersamaku dan Lily?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.