The Alchemists: Cinta Abadi

Lamaran (2)



Lamaran (2)

0"Aku senang kau menyukainya. Kalau kau mau, kita bisa makan di sini kapan saja..." kata London lagi.      

Mendengar ini, L hanya memutar matanya.     

"Iishh... makan di sini kan mahal sekali. Lebih baik uangnya kau tabung untuk hal yang lebih berguna." Gadis itu buru-buru melanjutkan. "Aku lebih suka makan masakanmu di rumah."     

Kalimat terakhir L membuat wajah London menjadi berseri-seri.     

"Benarkah? Aku sangat senang mendengarnya! Aku akan memasak lagi besok, dan kita bisa makan malam romantis di rumah." Ia bangkit dan menarik tangan L dengan halus agar gadis itu bangkit berdiri. Saat L berdiri, ia menariknya hingga menempel ke tubuhnya sendiri dan memberi gadis itu pelukan sepenuh hati. "Kalau L yang memuji, aku sangat senang!"     

L tersenyum dan menepuk-nepuk punggung London. "Ahaha.. jangan berlebihan begini. Kita sedang di tempat umum."     

"Tidak apa-apa.. mereka tidak melihat ke sini, kok," kata London.     

Benar saja, ketika L menoleh dan melihat ke sekeliling, semua pemain musik dan pelayan sedang menoleh ke arah lain atau pura-pura berbicara di antara sesama mereka.     

Gadis itu hanya bisa mengerutkan kening.     

"Heh... ?"     

"Sudah, daripada memikirkan orang lain, lebih baik kau ikut aku. Aku punya satu kejutan untukmu." London melonggarkan pelukannya dan menggenggam tangan L lalu menariknya ke ujung teras outdoor. L kembali dibuat terkejut karena ia sudah melihat sebuah keranjang balon udara  menunggu mereka di sana.     

"Ini apa?" tanyanya heran.     

"Aku memesan perjalanan naik balon udara untuk menunjukkan seisi kota Berlin kepadamu," kata London sambil tersenyum lebar. "Aku yakin kau pasti belum pernah melihatnya dari atas."     

L menggeleng. Ia masih sangat terkejut.     

Seorang petugas datang membantu mereka naik dan tidak lama kemudian keduanya sudah ada di dalam keranjang. Di tengahnya ada meja kecil dengan dua buah kursi, lilin elektrik, dan dua gelas sampanye dan sebotol sampanye dingin.     

Petugas tadi dengan sigap telah memasang gas dan memanaskan udara di dalam balon, sehingga pelan-pelan keranjang mereka terangkat.     

Lima menit kemudian keduanya telah mengangkasa setinggi 200 meter. Wajah L tampak masih belum pulih dari syok saat ia memegangi tangan London karena ketinggian tersebut membuatnya agak takut.     

"Ssshh..  jangan takut. Pegangan kepadaku ya.. Pemandangan dari sini indah sekali..." bisik London sambil memeluk L dari belakang.     

L mengangguk. Ia merasa aman dalam dekapan pria itu, apalagi setelah melihat keranjang balon udara mereka diikat dengan tambang ke tiang besar di Restoran Blue Sky sehingga pasti tidak akan terbang dibawa angin hingga jauh.     

Pemandangan kota di bawah mereka terlihat sangat mengagumkan. Dadanya yang tadi berdebar-debar mulai terasa tenang dan ia pun memperhatikan pemandangan di bawah mereka, dan puncak gedung hotel yang barusan mereka tinggalkan.     

"Eh.. apa itu?" L menunjuk ke bawah dengan kaget. Teras outdoor tempat mereka makan tadi telah digelapkan dan sebagai gantinya ia bisa melihat cahaya banyak sekali lilin dinyalakan di lantai dan membentuk satu kalimat yang bisa dibaca dari udara.     

L, LIHAT KE ATAS     

L menoleh ke belakang dan matanya menatap London dengan penuh pertanyaan.     

"Apa itu?" tanyanya heran.     

"Katanya, 'Lihat ke atas.'" London mengangguk. Ia menunjuk bintang-bintang di arah atas depan mereka. L mengerutkan kening dan melihat ke arah telunjuk pemuda itu, dan seketika bibirnya mendesah kaget.     

Bintang-bintang yang gemerlapan di langit malam yang cerah itu tiba-tiba tampak berputar dan menari-nari, kemudian beberapa ratus bintang bersatu dan membentuk satu kalimat.     

L, WILL YOU MARRY ME?     

L, maukah kau menikah denganku?     

Tidak. Itu bukan bintang... melainkan ratusan drone dengan cahaya kerlap-kerlip yang dikendalikan untuk membuat tulisan!     

L membelalakkan matanya besar sekali dan menatap London dengan bibir terbuka.     

Pemuda itu telah melepaskan pelukannya dan kini bersimpuh dengan satu lututnya dan mengeluarkan sebuah kotak perhiasan dari sakunya.     

"L yang cantik, L yang baik, L yang mengagumkan... Maafkan aku yang tak pernah becus melamarmu. Tetapi kali ini aku mau melakukannya dengan benar..." London membuka kotaknya dan menunjukkan sebuah cincin cantik dengan berlian biru yang besar sekali... "Sayang, aku tak dapat hidup tanpamu. Aku sudah memikirkan ini sejak lama sekali. Maukah kau menikah denganku?"     

L tertegun menatap cincin yang begitu indah dan berkilauan ditimpa cahaya bintang-bintang. Kedua tangannya menekap bibirnya dalam keterkejutannya. Ia sudah menduga London akan melamarnya, terlihat dari gerak-gerik pria itu yang terlalu gembira, tetapi ia sama sekali tidak menyangka lamarannya akan demikian romantis dan serba mengagumkan.     

Makan malam berdua saja di area paling eksklusif di Restoran Blue Sky, lalu hidangan terbaik kelas dunia, balon udara yang demikian romantis, dan bahkan kalimat lamaran dengan lilin dan ratusan drone..     

Dan kini.. cincin dengan batu berlian yang begitu besar?     

L menelan ludah dan tak sanggup menolak ketika London memasukkan cincin indah itu ke jari manisnya.     

"Sekarang.. aku sudah melakukannya dengan benar, kan?" tanya London dengan wajah berseri-seri.     

L menatap cincin besar di tangannya dan kemudian menatap London bergantian.     

"Ini.. pasti mahal sekali," katanya bingung. "Berapa kau habiskan uang untuk membelinya?"     

"Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu..." kata London pelan. Ia tiba-tiba merasa tidak enak. Nada suara L sepertinya tidak sesenang yang diharapkannya. "Kenapa? Kau tidak suka?"     

"Berapa?" tanya L lagi dengan nada mendesak.     

"Uhm.. harganya sebulan gajiku..." kata London akhirnya. Berlian itu seharga satu bulan gajinya sebagai bos Schneider Group, alias satu juta euro, tetapi ia akan membiarkan L mengira yang ia maksud adalah gajinya sebagai asisten manajer HRD yang hanya beberapa ribu euro.     

L menggeleng-geleng dan seketika wajahnya tampak diliputi kekecewaan.     

"Aku tidak percaya bahkan sampai sekarang kau masih belum mengerti juga..." Ia mengeluarkan cincin itu dari jarinya dan menyerahkannya kembali ke tangan London.     

Sekarang giliran London yang tercengang dan tidak dapat mengendalikan keterkejutannya.     

"Aku.. tidak mengerti." Ia tidak mau menerima cincin itu dan berusaha memasangkannya kembali, tetapi L menolak dengan tegas.     

"Kau ini sudah punya anak. Mau sampai kapan hidup seolah-olah kau itu single dan tidak punya tanggungan? Kenapa kau masih menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak berguna? Memangnya cincin berlian bisa dimakan? Apa kau tidak tahu bahwa berlian itu adalah penipuan pasar semata? Berlian hanya mahal karena kelangkaannya, padahal sebenarnya tidak sungguh-sungguh langka. Pengusaha berlian mengambil banyak berlian dari tambang konflik di Afrika yang merenggut banyak nyawa dan menyembunyikan sebagian besar berliannya supaya benda itu menjadi langka di pasaran dan mereka bisa menjualnya dengan sangat mahal."     

London tertegun mendengar omelan-omelan L. Ia tahu semua itu, tetapi ia tidak mengira L juga tahu dan ternyata gadis itu membenci berlian karena banyak mengambil korban.     

"Ini bukan berlian konflik..." Hanya itu yang dapat diucapkannya untuk membela diri.     

"Bukan itu intinya." L mendengus tidak sabar. "Aku tidak suka berlian. Berlian itu barang yang terlalu dibesar-besarkan padahal tidak ada harganya. Kau tahu di planet Neptunus, hujannya yang turun adalah hujan berlian. Itu hanya karbon yang dikeraskan, tidak ada istimewanya. Aku benar-benar kecewa kau memilih menghabiskan gaji pertamamu untuk sesuatu yang tidak berguna seperti ini."     

Cincin berlian... dianggap L sebagai sesuatu yang tidak berguna?     

London hanya bisa menelan ludah.     

"Jadi... apakah ini artinya..." Ia mencoba menolak kenyataan ini, tetapi sepasang mata L yang menatapnya kecewa telah memberinya jawaban. "Kau tidak menerima lamaranku?"     

L tidak menjawab. Ia hanya menarik napas panjang.     

Setelah beberapa lama, keluarlah kalimat yang sangat dibenci London Schneider itu. "Maafkan aku"     

"Aku tidak tahu lagi bagaimana harus melakukannya. Sepertinya tidak satu pun yang kulakukan ini ada yang benar," keluhnya. "Kenapa sulit sekali menyenangkan hatimu?"     

"Aku merasa tersanjung karena kau repot-repot melakukan ini semua. Aku ingin sekali menerimanya.. tetapi aku tidak bisa. Ini terlalu berlebihan dan aku kecewa kau menghabiskan uangmu untuk hal yang sama sekali tidak perlu seperti cincin berlian ini. Mengapa kau tidak memikirkan masa depan dan menyimpan uangmu untuk keperluan Lily?" L menggeleng-geleng kecewa. "Aku mengerti kalau kau dapat diskon di restoran, bahkan balon udara ini sekalipun.. tapi jangan bilang kau juga mendapat diskon untuk cincinnya? Itu tidak mungkin."     

London menggigit bibirnya. Ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran L. Ia baru pertama kali ini menemukan perempuan yang menolak diberikan cincin berlian dengan alasan seperti L.     

Kenapa L tidak bisa seperti wanita-wanita lain yang akan bersorak kegirangan saat diberikan barang mahal? Bukankah L sendiri dari dulu mengaku sebagai wanita materialistis? Mengapa tidak ada  satu pun yang kulakukan dianggap benar di matanya? London sungguh merasa tersudut.     

"L.. aku memang tidak mendapatkan diskon untuk cincinnya..." Akhirnya London menarik napas panjang dan menaruh cincin itu di telapak tangan L. "Tetapi aku juga tidak menghabiskan uangku untuk cincin ini. Apa yang kuhabiskan untukmu selama ini... masih tidak ada apa-apanya. Aku bisa memberimu jauh lebih banyak, jauh lebih mahal... Malah, apa pun yang kau inginkan, sebutkan saja, aku akan dapat memberikannya kepadamu."     

L menatap London dengan mata disipitkan. Ia tidak tahu arah pembicaraan pria ini.     

"Aku tidak mengerti..."     

"L, Sayang... maafkan aku. Aku tidak  bisa menahannya lebih lama lagi." London menatap L dalam-dalam. "Namaku sebenarnya adalah London Schneider. Aku memiliki gedung tempat kita makan tadi, dan begitu banyak properti lainnya, juga berbagai  perusahaan yang ada di bawah Schneider Group.. dan masih banyak lagi. Aku mencintaimu, sudah sejak lama. Aku mencintaimu karena kau unik dan sangat menyenangkan. Aku mencintaimu karena kau membuat hidupku berwarna.. Aku mencintaimu karena kau adalah ibu dari anakku. Aku mencintaimu karena berbagai alasan yang tak dapat kuungkapkan satu persatu karena begitu banyaknya... Aku hanya ingin menikah denganmu dan membesarkan Lily bersama-sama. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya menyatakan cintaku dengan benar, karena tiga kali aku melamarmu dan semuanya berakhir kacau... Kalau yang terakhir ini gagal juga, aku akan menjadi trauma dan tidak tahu lagi bagaimana aku bisa pulang dan menemui Lily untuk memberinya kabar buruk ini, bahwa ibunya lagi-lagi menolak menikah dengan ayahnya..."     

"Apa kau bilang tadi?" L mengerutkan keningnya dan mencoba mendengarkan baik-baik, seolah tadi otaknya tidak berfungsi dengan benar. "Aku tidak mengerti. Sepertinya aku salah dengar."     

"Tidak, Sayang.. kau tidak salah dengar."     

Tubuh L seketika menjadi lemas dan ia terhuyung. London buru-buru mendekapnya agar gadis itu tidak jatuh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.