The Alchemists: Cinta Abadi

Jangan Minum Lagi



Jangan Minum Lagi

0Ia tahu itu adalah salah satu piano legendaris Stenway, setara dengan biola Stradivarius. L tentu hanya berhak mendapatkan yang terbaik, maka London memerintahkan Jan mencarikan piano itu untuk L. Baginya uang bukan masalah.     

Dengan segera Jan mengerahkan kontaknya untuk menghubungi berbagai rumah lelang dan museum untuk menemukan grand piano terbaik yang dapat membuat bahkan Chopin sekalipun menangis terharu saat melihatnya.     

Mereka menemukan piano itu di sebuah museum musik di London dan dengan mudah Jan meyakinkan Direktur museum untuk menjualnya kepada mereka dengan harga fantastis, dan sebagai kompensasinya Schneider Group juga akan menyerahkan hak atas koleksi musik Billie Yves untuk dipajang di musem tersebut selama lima tahun.     

Semua upaya dan harta yang dikeluarkannya terbayar lunas saat melihat L terharu mengelus-elus piano itu dan kemudian dengan wajah gembira memainkan lagu La Campanelle dari Liszt.     

Kebahagiaan gadis itu membuat London ikut bahagia. Ia dan Pammy berdiri menikmati pertunjukan spontan L hingga selesai dan kemudian keduanya bertepuk tangan. L memang sangat berbakat!     

L menunduk tersipu. Ia sangat senang dengan kejutan tak terduga di rumahnya  yang baru.     

"Kau sangat beruntung," kata Pammy. "Pianonya masih dalam keadaan baik. Kami hanya perlu membersihkannya saja."     

"Oh... terima kasih!!" Karena sangat senang, L memeluk Pammy dan London bergantian. Pemuda itu hanya menyunggingkan cengiran senang, walaupun ia agak berlama-lama memeluk L saat gadis itu memeluknya karena senang.     

"Kau masih mau melihat bagian rumah yang lain? Masih banyak kejutan bagus yang kami temukan di rumah ini. Kau pasti suka." katanya kepada L. Gadis itu mengangguk dengan penuh semangat. London lalu menggenggam tangannya dan menarik gadis itu ke ruangan demi ruangan.     

"Ini ruang tamunya, kebetulan di gudang kami juga menemukan karpet Persia ini. Mereka tidak menyukai desainnya sehingga berniat membuangnya dengan barang-barang lain. Untung kami sempat melihatnya. Lalu lampu kristal itu, aku kebetulan menemukannya di toko loak saat melihat-lihat perabotan untuk mengisi kamarku..."     

Lampu kristal yang menghiasi ruang tamu mereka terbuat dari kristal Swarovski yang harganya bisa untuk membeli rumah, tetapi karena London mengatakan ia menemukannya di toko loak, L mengira lampu kristal tersebut hanyalah barang imitasi.     

Demikianlah, saat mereka memasuki ruangan demi ruangan, Pammy dan London bisa membuat seolah-olah mereka mendapatkan semua barang itu secara gratis atau barang bekas yang harganya sangat murah.      

Setiap ruangan membuat L berdecak kagum dan lebih terharu dari sebelumnya.     

Ketika mereka tiba di ruangan yang diubah menjadi NICU, L hanya bisa berdiri termangu. Semuanya terlihat begitu sempurna dan segala alat medis yang mereka butuhkan pun telah siap. Mereka hanya perlu membawa Lily  pulang dan mereka bisa segera berkumpul kembali bersama.     

"Ini bagus sekali... Aku tidak sabar membawa Lily ke sini..." kata L dengan haru.     

Di rumah itu ada paviliun berisi dua kamar untuk pelayan dan mereka akan mempekerjakan perawat untuk tinggal di sana membantu menangani Lily sementara ia masih dalam perawatan NICU. Setelah Lily tumbuh normal, mereka memutuskan untuk merawat sendiri bayinya.     

Mereka melanjutkan tur ke kamar L yang ditata sangat indah dengan barang-barang berkelas yang elegan. Seperti biasa alasan London dan Pammy adalah mereka menemukan semuanya dengan harga murah.     

L sangat puas dengan rumah barunya. Ia berkali-kali mengitari segala ruangan dan menggeleng-geleng tidak percaya atas keberuntungannya.     

"Aku sangat menyukai rumah ini," bisiknya berkali-kali.     

London dan Pammy bertukar pandang dan tersenyum penuh arti.     

"Kalau begitu kita bisa pindah besok?" tanya London. "Aku hanya perlu membawa koper, tidak ada barang berharga di apartemenku untuk dibawa."     

L mengangguk. "Aku juga. Aku hanya punya barang-barang di satu koper."     

"Baiklah... kalau kalian sudah puas dengan semuanya, aku akan meninggalkan kalian di sini. Ada urusan di kantor yang harus kuselesaikan," kata Pammy sambil tersenyum simpul. Ia tahu diri untuk membiarkan tuan besar berdua saja dengan L menikmati rumah baru mereka.     

L mengangguk dan mengantar Pammy ke pintu depan. Setelah manajernya pergi ia masuk ke dalam rumah dan menemukan London sudah membuka sampanye dengan dua buah gelas.     

"Untuk apa itu?" tanya L heran.     

"Untuk merayakan rumah barumu..." London mengangkat satu gelas dan memberi tanda apakah L ingin minum bersamanya atau tidak. Setelah melihat gadis itu mengangguk, dengan gembira ia menuangkan sampanye ke dua gelas dan menyerahkan satu kepada L.     

"Aku sangat beruntung," kata L lagi. Ia lalu mendentingkan gelasnya ke gelas London. "Untuk rumah baru."     

London mengangguk."Untuk hari-hari damai tanpa pertengkaran."     

L yang merasa disindir hanya mengerucutkan bibirnya mendengar kata-kata London, tetapi ia tidak membantah.     

Keduanya minum bersama untuk pertama kalinya setelah L hamil dulu - dan London berjanji untuk tidak minum minuman beralkohol.     

"Uhm... ini enak sekali." komentar L. "Aku sampai lupa rasanya."     

Ketika minuman di gelasnya habis dan London hendak menuang lagi, L buru-buru menghentikannya.     

"Heii.. sudah cukup!"     

"Kenapa?" tanya London keheranan. Ia kemudian teringat masa dua bulan lalu ketika ia minum kebanyakan dan L mengonsumsi obat tidur. Mereka tanpa sadar kembali tidur bersama. Ahh... mungkin L tidak ingin hal itu terulang lagi. Ia buru-buru mengangguk. "Ah.. iya.. aku ingat. Maafkan aku."     

"Benar. Kau itu mesum dan tidak bisa dipercaya," omel L. "Aku ini baru melahirkan. Masih masa nifas hingga 40 hari ke depan."     

Kata-kata L membuat London tertegun. Ia berusaha mencerna apa maksud gadis itu.     

Apakah ini artinya kalau masa nifas L sudah selesai London boleh kembali melakukan kesalahan itu....?     

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya karena bingung, berusaha memaksa otaknya yang seketika membeku untuk mencerna ucapan L.     

Melihat pemuda itu bengong, L hanya menepuk pipinya sambil geleng-geleng, lalu mengambil gelas di tangan London.     

"Kau masih harus menyetiri kita pulang. Jangan minum lagi." ia menyimpan gelas mereka dan botol sampanye ke dapur setelah menaruh penutup di atasnya.     

London masih terpaku di tempatnya ketika L kembali dari dapur dan menarik tangannya untuk keluar.     

"Ayo, jangan bengong saja. Kita perlu menjenguk Lily di rumah sakit lalu mengemas barang-barang untuk pindah."     

London masih termenung-menung saat masuk ke mobil dan menyetir ke arah rumah sakit.     

Setelah mereka tiba dan ia baru selesai memarkir mobilnya di halaman gedung, barulah ia bertanya kepada L dengan nada suara ragu-ragu.     

"Jadi kalau masa nifas sudah selesai... boleh?"     

L hanya memutar bola matanya dan menarik tangan London keluar dari mobil menuju ruangan Lily dirawat.     

"Dasar mesum," omelnya pelan, tetapi kali ini wajah L yang biasanya judes tidak lagi dihiasi rengutan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.