The Alchemists: Cinta Abadi

Penyesalan London



Penyesalan London

0Aldebar mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya dan mengacungkannya ke arah London sambil tersenyum iseng.      

"Aku sudah membuatnya kok."     

London terkesiap. Ia tidak mengira sebelum diminta pamannya sudah membuatkan ramuan keabadian untuk L. Lalu untuk apa dari tadi ia sengaja bicara berpanjang-panjang tentang memikirkan baik-baik semuanya?     

"Lho... Paman ini?" Ia keheranan. "Kalau tadi aku tidak minta bagaimana?"     

Aldebar hanya menunjuk ke arah Terry yang baru keluar dengan penampilan terbaiknya. Pemuda itu tampak tampan sekali dengan kemeja putih bersih yang lengannya digulung hingga siku dan celana yang serasi dengan jas yang ia sampirkan di pundaknya.     

"Aku yang minta," kata Terry dengan gaya acuh. "Aku yakin kau pasti terlalu panik untuk bisa berpikir jernih. Kalau kau tidak mau menikah dengan penyanyi itu, aku juga tidak keberatan menikah dengannya. Orangnya sangat cantik dan seksi."     

Terry hanya bercanda, tetapi ia sengaja memasang wajah serius untuk mengganggu adiknya.     

London tidak tahu harus marah atau harus berterima kasih mendengar kata-kata kakaknya yang kadang menyebalkan itu. Akhirnya ia hanya bisa garuk-garuk kepala dan mengangguk.     

"Tidak apa-apa.. aku mengambil ramuan jatahku untuk L. Bagaimanapun dia ibu Lily. Walaupun kami tidak menikah, aku tidak ingin Lily kehilangan ibunya."     

"Aku mengerti." Aldebar mengambil secangkir kopi lalu duduk dengan santai di sofa. "Kita tunggu ayahmu dan Lauriel."     

London mengangguk. Ia memandang ke arah ruang observasi dengan harap-harap cemas. Ayahnya dan Lauriel telah hampir satu jam di dalam.     

Aldebar memang keluar duluan karena ia bukan dokter ataupun ahli pengobatan. Ia hanya ikut untuk melihat apa yang bisa ia bantu berdasarkan berbagai mesin dan alat medis yang tersedia di rumah sakit itu.     

Setelah menunggu sepuluh menit, akhirnya kedua orang yang ditunggu-tunggunya itu keluar juga.     

"Bagaimana, Pa? Paman Lauriel?" tanya London dengan cemas.     

"Kondisinya buruk," kata Caspar. "Stress-nya sangat tinggi. Aku belum pernah melihat gadis remaja dengan stress sebesar itu, padahal kesehatan jantungnya tidak bagus."     

Tentu saja L stress, pikir London getir. Gadis itu seorang yatim piatu yang berjuang hidup sendirian dan harus meniti karier di dunia hiburan yang keras, ditambah dengan tiba-tiba ia dijebak orang jahat dan harus hamil di usia 19 tahun. Jangankan gadis semuda itu, wanita yang berumur sepuluh tahun di atasnya saja pasti akan akan merasa stress.     

Itulah salah satu alasan mengapa ia sangat menyayangi L, walaupun gadis itu selalu bersikap ketus kepadanya. London yakin bahwa di balik sikap ketusnya, L menyembunyikan hati yang rapuh namun ia selalu berusaha sekuat tenaga terlihat baik-baik saja.     

Dalam banyak hal L mengingatkannya akan ibunya sendiri. Mungkin orang benar saat mengatakan anak lelaki akan tertarik kepada wanita yang seperti ibunya, dan anak perempuan akan tertarik kepada lelaki yang seperti ayahnya.     

Finland ikut menghampiri suaminya dan merangkul lengannya.     

"Bayinya masih sehat?" tanyanya pelan. Saat ini, tentu sang bayi yang menjadi prioritas semua orang, karena bagaimanapun ia adalah seorang keturunan keluarga Schneider.     

Kasarnya, bila London tidak terus-terusan membela L dan menginginkan gadis itu hidup, dokter dapat saja mengeluarkan paksa bayi itu lewat operasi caesar dan segera mengambil tindakan perawatan untuk bayi prematur, lalu membiarkan sang bayi melanjutkan pertumbuhannya dalam inkubator paling canggih saat ini.     

Operasi caesar sangat sederhana tetapi dengan kondisi kesehatan L dan alerginya pada anestesi, gadis itu bisa dengan mudah mati di meja operasi.     

London tidak mau memilih. Ia ingin keduanya hidup.     

"Sehat, tetapi waktunya tidak banyak," jawab Caspar.     

"Aku sudah minta ramuan keabadian dari Paman Aldebar," kata London menjelaskan. "Kalau L diberikan itu, penyakitnya dan alerginya akan hilang, kan? Dia bisa dioperasi?"     

Lauriel yang menjawab untuk Caspar. "Ramuan keabadian perlu waktu untuk dapat dirasakan pengaruhnya, sementara bayinya harus dikeluarkan hari ini. Paman bisa membantu memberikan obat untuk menguatkan jantungnya."     

"Oh..." London hanya bisa mengangguk tanpa dapat berkata apa-apa.      

Itu berarti L akan diinduksi dan dipaksa melahirkan secara normal, karena ia masih belum bisa dioperasi. London tahu Lauriel adalah ahli obat-obatan terbaik di dunia, tetapi ia tidak tahu seberapa manjur obat buatannya untuk mengatasi masalah jantung yang lemah.     

Kalau ternyata obat dari Lauriel tidak berhasil... L bisa meninggal saat berjuang melahirkan. Ugh...     

Oh Tuhan... ia sungguh menyesal telah mengakibatkan L stress dan akhirnya menjadi seperti ini. Seandainya kemarin ia tidak memaksa L berkata jujur tentang tunangannya, dan ia tidak kelepasan protes tentang Daniel Swan... L tidak akan terpaksa melahirkan di usia kandungan yang begini muda.     

"Ini semua salahku...." ia hanya dapat bergumam getir. Mengapa ia begitu tidak sabaran dan cemburuan?     

Bayangan demi bayangan gadis itu mulai melintas di benaknya. Pertama kali ia melihat L yang sedang menyanyi di panggung kecil di pesta Stephan, ia telah jatuh cinta. Suaranya begitu menggugah, dan wajahnya yang cantik dan sendu membuat London terpesona.     

Ia tidak pernah menyesali malam keparat saat Stephan menjebaknya dengan L, walaupun secara pribadi ia berharap momen ia pertama kali bercinta dengan L dilakukan dalam kesadaran penuh dan atas dasar suka sama suka.     

Saat ia mengetahui L mengandung anaknya, London telah menetapkan hati, bahwa itu adalah takdir. Ia dan L akan disatukan selamanya oleh ikatan yang tidak akan pernah putus, yaitu anak mereka. Dan di dalam hatinya ia berharap L dan ia akan dapat bersama dalam hubungan cinta yang sesungguhnya. Tetapi nasi sudah menjadi bubur.     

Itulah sebabnya ia mengejar L dan mau bertanggung jawab atas dirinya. Ia bahkan mengabulkan semua keinginan gadis itu secara diam-diam. L ingin menjadi artis terkenal, London membeli perusahaan entertainment terbesar di Eropa. L menyukai bunga? Ia memastikan L menerima bunga setiap hari.     

Ia berharap seiring waktu, L akan dapat menerima ketulusannya dan jatuh hati kepadanya, lalu mereka berdua dan anak mereka akan dapat hidup berbahagia. Selama ini ia juga melihat sikap L pelan-pelan berubah dan menjadi semakin manis kepadanya.     

Ia ingat, waktu di Singapura ia dan ibunya menggoda L dengan berusaha membuatnya cemburu. L sangat marah... dan ia merasa senang, mengira L cemburu karena sudah jatuh cinta kepadanya, walaupun kemudian ia menjadi ketakutan karena mengira L kabur meninggalkannya karena marah.     

Ternyata, L tidak kabur dengan Danny seperti yang diduganya, malah gadis itu pulang ke apartemen mereka. L juga sudah mulai bersikap baik kepadanya. Ia ingat, walaupun L judes, tetapi ia  tidak pernah berbohong ataupun memanfaatkan London.     

Dengan bijak ia juga tidak menyalahkan pemuda itu dan memaksanya bertanggung jawab atas perbuatan jahat Stephan. Ia tidak membunuh bayinya, tetapi juga tidak memaksa London bertanggung jawab.     

Sebelum London mengetahui tentang kehamilannya, L sudah berusaha sendiri untuk memelihara bayinya hingga lahir dan kemudian menyerahkannya untuk diadopsi, karena ia tahu ia takkan  mampu membesarkannya. L  Ia juga tidak pernah mengeluh dan selalu menerima apa yang diberikan London kepadanya.     

Bahkan sikap judesnya pun tidak terlalu menyebalkan. Ia hanya berkata jujur bahwa ia tidak bisa menikahi London karena ia sudah memiliki tunangan.     

Melihat kedekatan hubungan Danny dan L, pemuda itu bahkan memanggil L dengan nama Marianne... sepertinya mereka sudah kenal sejak lama, bahkan mungkin Danny adalah kunci untuk mengetahui masa lalu L yang misterius...     

Seharusnya London lebih pengertian dan menunggu sampai setelah anak mereka lahir untuk membicarakan hubungan mereka: ia, L dan Danny bersama-sama.     

Mengapa ia begitu tidak sabaran?     

Ia sadar sebagai anak dari keluarga sangat kaya dan berkuasa, ia terbiasa mendapatkan segala yang diinginkannya dengan mudah. Penolakan dari L yang terus-meneruslah yang membuatnya menjadi penasaran dan terus berusaha mengejar gadis itu.     

Ketika London mendengar tahu-tahu L sudah bertunangan dengan pria lain, kesabarannya langsung menghilang dan dengan tergesa-gesa ia hendak menjadikan L miliknya. Kehadiran Danny-lah yang membuatnya menjadi panik dan tidak sabaran... sehingga mendesak L seperti kemarin.     

Kini ia hanya bisa menyesal dan berharap obat dari Lauriel cukup manjur untuk menolong L saat melahirkan. Selain itu, tak ada lagi yang dapat mereka lakukan, bahkan ramuan keabadian pun akan percuma jika L meninggal saat dipaksa melahirkan.     

"Tolong ibu dari anakkku, Paman..." London memegang kedua bahu Lauriel dan mencengkramnya  kuat-kuat. Ia tidak malu membiarkan air matanya mengalir disaksikan semua orang.     

Ia tahu ia yang bersalah. Kalau sampai L meninggal karena melahirkan... ia tidak tahu bagaimana bisa menjelaskannya kepada Lily nanti.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.