The Alchemists: Cinta Abadi

Hujannya Indah Sekali...



Hujannya Indah Sekali...

3Nicolae tidak begitu ingat apa yang terjadi. Semuanya berjalan samar-samar baginya. Pandangannya kabur di sepanjang prosesi dan ia hanya ingat mengatakan "Aku bersedia" saat petugas pencatat pernikahan menanyakan apakah ia bersedia untuk menikah dan menjaga Marie serta mencintai gadis itu seumur hidupnya.     

Nicolae juga sempat mendengar jawaban yang sama dari bibir Marie, tetapi selebihnya ia tidak ingat apa yang terjadi. Semua berlangsung bagaikan mimpi yang tidak nyata. Ia baru tergugah setelah prosesi pernikahan selesai.     

Para dokter dan perawat yang hadir memberikan ucapan selamat kepada keduanya dengan wajah berseri-seri. Semua yang hadir juga melihat Nyonya Lu tampak tersenyum bahagia menatap putrinya dan Nicolae bergantian.     

"Aku sangat bahagia. Terima kasih Nicolae, karena kau telah masuk dalam kehidupan putriku," bisik wanita itu pelan. Nicolae hanya dapat menggangguk. Ia bisa melihat, bahwa walaupun dipenuhi senyuman, sebenarnya beberapa kali wanita rapuh itu mengernyit kesakitan. Sampai saat terakhir, Nyonya Lu masih berusaha sekeras sekuat tenaga untuk menyembunyikannya rasa sakitnya.     

"Sepertinya ibuku sangat kesakitan." Akhirnya Marie, yang selama ini selalu berpura-pura tidak melihat rasa sakit ibunya, menjadi panik. Ia membuang buket bunga pengantin dari tangannya dan segera mengambil pegangan kursi roda ibunya, hendak membawa wanita itu kembali ke ruang perawatan. "Kurasa sebaiknya kita segera membawanya kembali ke kamar untuk beristirahat."     

Nicolae  mengangguk mengiyakan. Keduanya lalu mengucapkan terima kasih kepada para dokter dan perawat yang berkenan hadir untuk menyaksikan pernikahan mereka. Marie dan Nicolae lalu mendorong kembali kursi roda Nyonya Lu ke ruang perawatannya.     

Tidak seorang pun berkata apa-apa di sepanjang perjalanan menuju ke ruang perawatan. Ketika mereka tiba, Nicolae menggendong Nyonya Lu dan meletakkannya di pembaringan. Entah kenapa firasatnya seketika menjadi buruk.     

Saat merasakan tubuh itu tiba-tiba terasa sangat dingin, ia melihat bahwa Nyonya Lu masih hidup tetapi nafasnya perlahan menjadi sangat lemah. Wanita itu berusaha keras membuka matanya dan tetap tersenyum.     

Nicolae belum pernah melihat seorang pasien yang mengalami rasa sakit sedemikian berat tetapi selalu berusaha menampilkan senyum yang demikian hangat di wajahnya.     

"Marie... Mama sangat bahagia. Sekarang Mama bisa tenang dan bertemu kembali dengan ayahmu. Aku harap kau akan merelakan Mama, Nak. Aku harap kau akan selalu bahagia...." bisik Nyonya Lu dengan suara tercekat. "Maaf, Mama... tidak bisa menyertaimu untuk waktu yang lebih lama lagi."     

Marie berusaha keras menahan air matanya agar tidak mengalir. Ia mengangguk tenang. Wajahnya juga dipenuhi senyuman. "Mama, tidak apa-apa... Aku hanya ingin Mama tenang. Aku baik-baik saja disini... Ada Nicolae di sini... Kami akan saling menjaga."     

Nyonya Lu mengangguk pelan. Tangan kirinya menarik tangan Nicolae dan tangan kanannya menggenggam tangan Marie. Ia lalu menyatukan kedua tangan itu dalam genggamannya. Pelan-pelan wanita itu menarik kedua tangan mereka ke dadanya dengan tangannya yang kurus. Ia mencium kedua tangan itu dengan penuh kasih sayang, seolah keduanya adalah harta yang paling berharga.     

Pandangan Nyonya Lu kemudian teralihkan saat matanya menangkap tetes demi tetes air hujan turun lewat jendela. Untuk sesaat ia tampak terpana. Pandangannya menatap lurus keluar seolah-olah air hujan yang turun itu adalah pemandangan yang paling indah di dunia.     

Marie berbisik kepada Nicolae, "Ibuku sudah lama sekali tidak melihat hujan turun. Setiap kali ia bangun, cuaca selalu sedang panas. Ia sangat menyukai bau petrichor... bau khas yang dihasilkan tanah saat hujan baru turun membasahinya..."     

"Oh, begitu ya?" Nicolae mengangguk. Walaupun jendela kamar itu tertutup dan sesungguhnya mereka tidak bisa mencium bau hujan, tetapi ekspresi kebahagiaan Nyonya Lu membuat mereka seolah merasakan ada aroma hujan di sana.     

Keduanya membiarkan Nyonya Lu menikmati pemandangan di luar. Mereka terpukau, karena untuk sesaat ekspresinya terlihat seperti seorang anak kecil yang terpesona oleh pemandangan alam yang sangat cantik.     

"Indah sekali," terdengar suara dari bibirnya berulang-ulang.     

Hujan turun semakin deras dan kini pemandangan dari jendela sudah benar-benar berganti dengan air hujan yang tercurah cukup deras. Nyonya Lu tampak menikmati hujan yang turun dengan sepenuh hati. Ia memejamkan mata, seolah ia dapat menghirup bau hujan yang turun di luar jendelanya.     

Dengan setengah berbisik ia berkata, "Hujan yang indah sekali. Aku sangat bahagia."     

Kemudian ia memejamkan mata dan menghembuskan nafas terakhirnya.     

Untuk sesaat Marie dan Nicolae seperti tidak percaya bahwa wanita rapuh itu baru saja meninggal dunia. Nicolae sudah sangat lama tidak menghadapi kematian seorang pasien dan perasaan yang ada di dadanya kali ini terasa sangat menyesakkan.     

Sementara itu Marie merasa sangat terpukul dan untuk beberapa lama ia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Setelah lima menit dalam keheningan dan tidak ada seorang pun yang berkata apa-apa, tiba-tiba terdengar suara tangisan yang sangat pedih dari dalam ruang perawatan tersebut.     

Marie menangis dengan suara sangat keras. Ia bahkan hampir terlihat seperti orang gila karena ia meraung menjerit dan memukul-mukul dadanya. Tangisannya mengisi ruangan yang seolah kehilangan oksigen dan terasa sangat menyesakkan begitu Nyonya Lu menghembuskan napas terakhirnya.     

Marie harus menerima kenyataan bahwa ibu yang sangat dicintainya akhirnya meninggal dunia. Kematian ibunya barusan ternyata membuktikan dugaannya. Selama ini ibunya hanya bertahan demi melihat dirinya bahagia. Setelah Nyonya Lu melihat bahwa Marie menemukan seorang pria yang mencintainya dan menyaksikan pernikahan mereka, akhirnya ia pun merelakan dirinya untuk pergi.     

Tangisan pedih gadis itu diiringi dengan turunnya hujan deras, membuat suasana terasa demikian menyedihkan. Tanpa sadar Nicolae kemudian melingkarkan lengannya di bahu Marie berusaha untuk menenangkan gadis itu.     

Ia tidak dapat berbuat apa-apa selain mengusap bahu gadis itu untuk membuatnya merasakan ada sedikit dukungan, untuk membuat gadis itu merasa bahwa ada orang yang mendampinginya di tengah-tengah saat yang sulit seperti ini.     

Nicolae membiarkan Marie menangis selama lebih dari 1 jam, hingga akhirnya gadis itu kelelahan dan air matanya pun habis. Dengan setia tangannya terus mengusap-usap punggung Marie untuk menunjukkan simpati dan menenangkannya.     

Setelah tangis Marie reda, Nicolae kemudian bertanya dengan nada hati-hati, "Apa yang dapat kubantu? Apakah ada temanmu yang bisa kuhubungi?"     

Marie hanya bisa menggeleng.     

"Bagaimana dengan Sanna?" tanya Nicolae lagi.     

Marie masih menggeleng. "Sanna sedang di luar negeri bersama kekasih barunya. Mereka bertemu dua bulan yang lalu dan sekarang keduanya memutuskan untuk lebih saling mengenal dengan bepergian bersama."     

"Oh begitu, ya..." Nicolae sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang waktu itu bertemu dengannya dalam kencan buta yang pertama ternyata sudah menemukan seorang kekasih, dan di saat sulit seperti ini Sanna tidak ada di samping Marie sebagai sahabatnya. "Bagaimana dengan temanmu yang lain? Atau anggota keluarga? Apakah ada seseorang yang bisa kuhubungi untukmu?"     

Marie hanya menggeleng. Suaranya terdengar sangat sedih saat ia berkata, "Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Aku tidak mau merepotkanmu. Terima kasih atas bantuanmu selama ini. Kau telah membuat ibuku bahagia sebelum ia meninggal. Aku selamanya akan berutang budi kepadamu."     

Gadis itu menatap Nicolae dengan tatapan sendu dan mata merah yang telah kering dari air mata.      

"Tidak usah dipikirkan. Ini bukan apa-apa. Aku rasa tidak ada salahnya kalau aku membantumu sampai tuntas. Sekarang kita harus memikirkan tentang pemakaman.. atau kremasi. Apa yang kau inginkan untuk ibumu?"     

"Ibuku selalu ingin meninggal saat turun hujan dan sekarang ia mendapatkan keinginannya. Ketika ayahku meninggal 22 tahun yang lalu, ia dikremasi dan abunya dibuang ke tengah laut. Aku rasa ...  ibu juga akan senang kalau ia bisa bergabung dengan ayah di lautan. Jadi itu yang akan kulakukan."     

Nicolae mengangguk. "Kalau begitu aku akan menghubungi krematorium untuk mengurus kremasi ibumu."     

"Tidak usah, biar aku saja yang melakukannya," Marie mengangkat tangan hendak mencegah Nicolae direpotkan lebih jauh.     

Nicolae memegang tangan gadis itu dengan lembut. "Saat ini kau sedang tidak bisa melakukan apa pun. Biarkan aku membantumu. Aku tahu kau sedang bersedih dan hari ini kau sangat terpukul. Sebaiknya kau beristirahat. Kau luapkan semua kesedihanmu biar aku yang membantumu untuk urusan kremasi dan lain-lain."     

"Tapi..." Marie masih berusaha menolak, tetapi Nicolae tidak menggubrisnya.     

"Aku memaksa," kata pemuda itu dengan keras kepala.     

Setelah beberapa lama, akhirnya Marie sadar bahwa pria ini tidak akan menyerah untuk membantunya. Gadis itu kemudian mengangguk dengan penuh terima kasih.     

"Aku mau di sini untuk menemani ibuku..."     

"Baiklah. Kalau begitu aku akan mengurus semuanya." Nicolae menepuk bahu Marie dengan perlahan lalu berjalan keluar. Kedua tangannya masih dimasukkan ke dalam saku seperti biasa. Tetapi sosoknya yang selama ini selalu terlihat acuh tak acuh kini tampak diliputi oleh kesedihan.     

Nicolae tahu bagaimana rasanya ditinggalkan oleh seorang ibu yang sangat dicintainya. Ketika ibu angkatnya meninggal 60 tahun yang lalu, perasaannya pun sama hancurnya seperti Marie sekarang.     

Tetapi saat itu Ia memiliki ayah angkat dan teman-teman serta keluarga besar yang menyayanginya.  Bahkan setelah puluhan tahun berlalu, ia pun ternyata menemukan bahwa ia masih memiliki seorang ayah kandung. Ia juga memiliki seorang adik kembar. Nicolae selalu dikelilingi keluarga dan teman seumur hidupnya. Ia tidak pernah sendirian.     

Sementara Marie, ia tidak memiliki siapa-siapa dan sejak umur 12 tahun Ia harus mengurusi dirinya sendiri dan tumbuh tanpa kasih sayang kedua orang tuanya. Tentu ini adalah hidup yang sangat berat bagi seorang gadis yang masih demikian muda. Karena itulah, Nicolae bertekad untuk membantu gadis malang itu.     

Ia masih memiliki waktu empat hari sebelum keberangkatannya ke Italia. Beberapa hari ke depan akan cukup waktu bagi dia untuk membantu mengurusi kremasi Nyonya Lu dan memastikan gadis itu baik-baik saja.      

Nicolae tidak membuang waktu segera mengurusi proses kremasi dan setelah segala sesuatunya beres ia kembali ke rumah sakit saat malam tiba. Tubuh Nyonya Lu telah dibawa ke kamar jenazah, tetapi Marie masih tetap duduk di kursi di samping tempat tidur ibunya dan duduk melamun.     

Ia duduk menemani Marie selama setengah jam. Kemudian ia menepuk bahu gadis itu dan mengajaknya untuk makan malam.     

"Kau harus makan, kalau tidak, nanti kau jatuh sakit," bisiknya dengan lembut beberapa kali. Karena Marie tidak juga tergugah, akhirnya Nicolae  mengambil langkah drastis dan menggendong gadis itu dengan kedua lengannya dan membopongnya keluar kamar perawatan.     

Marie sama sekali tidak meresponsnya. Sepertinya kematian ibunya sungguh membuat Marie terpukul dan ia hampir kehilangan kesadarannya.     

"Marie... kau mau makan apa?" tanya Nicolae sambil membopong Marie keluar dari lorong rumah sakit. Gadis itu tidak menjawab. Ia malah meneteskan air mata. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk membawa Marie pulang ke rumahnya.     

Ia bergerak menuju mobil BMW-nya dan menaruh Marie di kursi penumpang lalu melajukan mobilnya ke gedung apartemen mereka di Robertson Road.     

"Kau tinggal di lantai berapa?" tanyanya setelah mereka tiba di lobi.     

"Sepuluh..." jawab Marie hampir tanpa suara. Matanya sudah tampak mulai diisi kesadaran, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bereaksi.     

Nicolae memencet tombol lift ke lantai sepuluh dan membawa Marie ke lantainya. Di dalam lift ia meraba saku Marie dan menemukan kunci dengan nomor unit 1017. Begitu pintu lift terbuka ia segera bergegas menuju ke unit nomor 1017 dan membawa Marie masuk ke dalamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.