The Alchemists: Cinta Abadi

Ini Seperti Mesin Waktu



Ini Seperti Mesin Waktu

3Sepasang mata ibu Marie perlahan-lahan bergerak, dan kemudian terdengar keluhan kesakitan dari bibirnya.     

"Mama, kau sudah bangun? Aku ada di sini, Ma," kata Marie terburu-buru. Sepasang mata itu mengerjap-ngerjap kembali dan kemudian terbuka untuk agak lama. Untuk sesaat pandangannya terlihat kabur, tetapi kemudian ia mulai fokus menatap wajah Marie lalu beralih pada wajah Nicolae.     

Tangannya yang lemah dan kurus bergerak pelan mengusap tangan Marie dengan penuh kasih sayang.     

"Anakku... Anakku sayang. Kau datang, Nak..." Terdengar suara lemah dari bibir pucat itu.     

"Mama, aku ada di sini. Coba lihat siapa yang aku bawa.. Mama sudah lama tertidur sehingga Mama tidak dapat bertemu dengannya. Tetapi ini dia... Nic yang selalu aku ceritakan," bisik Marie dengan suara sedikit bergetar.     

"Halo... " kata ibu Marie dengan suara lembut dan menatap Nicolae dengan penuh perhatian. Untuk sesaat Nicolae terpaku. Ia bisa melihat cinta yang dalam pada sepasang mata berwarna cokelat itu untuk anak gadisnya.     

Pemuda itu tersenyum dan membalas sapaan ibu Marie dengan suara penuh hormat. "Selamat pagi, Nyonya Lu. Namaku Nicolae Sorin."     

Ia telah membaca nama lengkap ibu Marie adalah Emma Lu     

"Siapa dia?" tanya Nyonya Lu sambil menatap Marie. Gadis itu menjawab sambil menoleh ke arah Nicolae.     

"Perkenalkan ini suamiku, Mama. Kami menikah tiga bulan yang lalu saat Mama sedang tidur," kata Marie dengan suara bergetar.     

Nicolae mengangguk mantap, membenarkan ucapan Marie. "Itu benar, Nyonya Lu. Aku sangat menyayangi anak Anda. Semoga Anda berkenan untuk memberikan restu kepada kami berdua," kata Nicolae.     

"Hmm... Mama senang mendengarnya." Wanita itu tersenyum tipis sambil mengamati Nicolae dengan sepasang matanya yang jernih. Ia memberi tanda hendak duduk dan dengan sigap Marie membantunya. Setelah duduk di tempat tidurnya, Nyonya Lu mengulurkan tangan ke arah Nicolae. "Aku senang bertemu denganmu, Nicolae... Namaku Emma."     

Nicolae menyambut uluran tangan ibu Marie dan mengangguk. "Senang berjumpa dengan Nyonya."     

Bu Emma tampak mengamati Nicolae agak lama dan akhirnya ia mengangguk setelah melepaskan tangannya. "Kau anak baik. Panggil saja aku Mama... Kau bisa memanggilku Mama Lu, kalau kau mau."     

Nicolae tertegun mendengar kata-kata Nyonya Lu. Cara Nyonya Lu menatapnya mengingatkannya pada Elena Lupei*, ibu angkatnya yang memeliharanya sejak bayi dan sangat menyayanginya. Elena Lupei meninggal 60 tahun yang lalu dan Nicolae sangat merindukannya.     

"Baiklah, Ma..." Akhirnya pemuda itu mengangguk. Senyumnya yang hangat segera menular kepada Nyonya Lu yang kini tampak berseri-seri.     

"Mama ingin sekali melihat taman. Apakah kau bersedia membawa ibu keluar?" tanya wanita itu dengan susah payah. Terlihat bahwa berbicara saja sudah membuat Nyonya Lu sangat kesakitan.     

"Tentu saja, Mama," kata Marie dengan suara yang riang. Ia menoleh kepada Nicolae. "Bisakah kau membantuku?"     

"Tentu saja," kata Nicolae.     

"Dokter, tidak apa-apa, kan, kalau aku membawa Mama ke taman?" tanya Marie kepada Dokter Lin. Pria berambut putih dan berkacamata itu menggeleng.     

"Tidak apa-apa. Seperti biasa, tolong berhati-hati, ya," katanya.     

Marie mengangguk. Dengan perlahan dan sangat hati-hati ia dibantu Nicolae mengangkat tubuh Nyonya Lu ke atas kursi roda.     

"Biar aku saja," kata Nicolae pelan dan memberi tanda agar Marie menyingkir. Tubuh wanita separuh baya yang kurus itu terasa sangat ringan ketika ia menggendongnya. Marie mengalah dan membiarkan Nicolae yang mengangkat ibunya dari tempat tidur rumah sakit dan meletakkannya ke kursi roda.     

Nicolae mengamati Nyonya Lu dan ia merasa terkesan karena, walaupun wajahnya tetap dibuat tenang, pemuda itu dapat melihat ekspresi kesakitan yang ditahan oleh Nyonya Lu. Berkali-kali wanita malang itu berusaha tersenyum, tetapi karena Nicolae adalah seorang dokter yang berpengalaman, ia mengetahui bahwa sesungguhnya wanita itu mengalami rasa nyeri yang sangat berat pada tubuhnya. Kini Nicolae dapat menebak dari mana Marie memperoleh bakat aktingnya. Nyonya Lu berakting baik sekali, seolah ia tidak merasakan sakit apa-apa.     

"Terima kasih, Nicolae..." kata Nyonya Lu dengan wajah cerah dipenuhi senyum.     

"Dengan senang hati, Ma..." balas Nicolae. Marie kemudian mengambil alih kursi roda dari tangan Nicolae dan bergerak mendorong ibunya.     

"Kami ke taman dulu ya, Dokter." Ia pamit dan melambaikan tangan kepada Dokter Lin. Pria itu balas melambai dan tersenyum mengamati mereka pergi keluar dari kamar dan menuju taman.     

Marie mendorong kursi roda itu pelan-pelan menuju taman seperti yang disukai ibunya. Di sepanjang perjalanan Nicolae bisa mendengar Marie menyenandungkan sebuah lagu dengan nada pelan.     

Ia hanya berjalan mengikuti Marie yang mendorong kursi roda ibunya tanpa berkata apa-apa. Saat ini perannya hanyalah menjadi seorang suami pura-pura dan ia tidak tahu pasti bagaimana harus bersikap. Ia pun tidak mau sembarangan berbicara yang dapat membongkar rahasia Marie bahwa sebenarnya mereka belum menikah.     

Rombongan kecil itu tiba di taman yang ada di tengah-tengah Kompleks Rumah Sakit Stamford sepuluh menit kemudian.     

Nicolae harus mengakui tempat ini sangat indah. Rumput-rumputnya yang hijau terbentang luas dan ada banyak pohon teduh yang memberikan nuansa kedamaian bagi para pasien dan keluarga pasien yang ingin mendapatkan ketenangan.     

Ia melihat ada beberapa belas pasien berkursi roda yang juga didorong oleh keluarganya menuju taman.  Sebagian dari mereka berhenti dan memilih duduk bercengkrama di bawah pohon, di bangku taman, dan sebagian beristirahat di paviliun cantik yang dikelilingi mawar.     

Marie menghentikan kursi roda ibunya di bawah sebuah pohon rindang yang terletak di tepi telaga kecil. Ada sangat banyak bunga teratai yang sedang mekar di telaga itu dan puluhan itik berenang dengan anggun, membuat pemandangan yang terhampar di depan mereka terlihat sangat damai.     

"Ini tempat favorit ibuku selama bertahun-tahun," komentar Marie sambil memarkir kursi roda dan bersiap membantu ibunya turun ke rumput. "Kami selalu duduk di sini sejak aku masih kecil, setiap kali kami ke taman ini."     

"Beliau mau duduk di rumput? Tetapi tempat itu panas... karena terkena sinar matahari langsung," kata Nicolae keheranan.     

"Mama suka merasakan sinar matahari di kulitnya... karena selama ini Mama terkurung di kamar rumah sakit, dan sangat jarang bisa menikmati panas matahari langsung," Marie menjelaskan.     

"Oh... begitu ya. Bagaimana kalau aku mencari selimut dulu, biar Mama bisa duduk di atas selimut, tidak langsung di rumput..." kata Nicolae lagi.     

Marie menggeleng sambil tersenyum, "Mama juga menyukai duduk di rumput. Kami senang bisa menyatu dengan alam seperti itu..."     

Seulas senyum bahagia terukir di wajah Nyonya  Lu saat ia merasakan tubuhnya duduk di atas rumput jepang yang empuk dan berbau manis karena baru dipotong. Ia menghirup udara dalam-dalam dan memejamkan matanya, tampak khimad sekali. Nicolae bisa melihat betapa hal kecil seperti ini membuat Nyonya Lu sangat bahagia.     

Saat ia memperhatikan wanita itu, tanpa sengaja sudut matanya menangkap sosok Marie yang melakukan hal serupa. Gadis itu juga menghirup udara dalam-dalam dengan wajah tersenyum dan mata terpejam.     

Pemandangan ibu dan anak yang demikian damai, membuat Nicolae terpaku. Ia bisa melihat bahwa Marie mewarisi wajah ibunya, dan bahkan mungkin kepribadiannya. Saat mereka berdua sedang duduk berdampingan seperti ini dan menikmati keindahan alam di sekitarnya, kedua wanita itu tampak sangat mirip.     

Marie memiliki wajah Asia yang unik. Rambutnya cokelat dan pipinya berbintik-bintik, tetapi sepasang matanya yang berwarna cokelat memiliki bentuk agak sipit sehingga ketika ia tertawa, matanya bisa menghilang menjadi sebuah garis lurus.     

Bibirnya yang merah tampak sangat penuh dan seksi. Untuk sesaat Nicolae terpaku melihat sepasang mata indah yang terpejam dan bibir penuh yang tersenyum itu, seolah memanjatkan doa syukur kepada dewa matahari karena telah menganugerahkan cahaya dan kehangatan bagi mereka hari ini.     

Nicolae terpesona melihat bahwa Marie terlihat sangat cantik walaupun ia sama sekali tidak mengenakan riasan, dan saat ia duduk berdampingan dengan ibunya, Nicolae seperti bisa melihat sosok Nyonya Lu 20 tahun lalu.. atau ia dapat melihat seperti apakah wajah Marie 20 tahun mendatang. Ini seperti mesin waktu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.