The Alchemists: Cinta Abadi

Rahasia Marie



Rahasia Marie

2Akhirnya Nicolae mengerti niat Marie. Ia sadar gadis itu tidak  bermaksud jahat dan hanya membutuhkan bantuannya untuk membuat hati ibunya yang sedang sakit menjadi tenang, agar sang ibu dapat merelakannya dan pergi.     

"Baiklah. Kalau hanya dua hari, aku bisa," kata Nicolae akhirnya.     

"Terima kasih." Marie mengangguk dan menatap Nicolae dengan pandangan penuh terima kasih.     

"Maaf, kalau tadi aku bersikap terlalu keras. Aku tidak bermaksud berkata jahat kepadamu tetapi aku ingin berterus terang dari awal bahwa aku tidak ingin menjalin hubungan apa pun dengan seorang wanita pada saat ini. Kuharap kau mengerti." Bagaimanapun Nicolae harus menjelaskan dari awal situasinya kepada Marie, karena ia tidak ingin gadis itu salah paham. "Kalau aku harus berpura-pura menjadi pasanganmu atau suamimu atau siapa pun itu di depan ibumu, aku bisa dan bersedia. Namun, aku mohon hanya sampai di situ saja. Aku tidak ingin kau mendekati anak-anakku dan memanfaatkan mereka untuk hal-hal yang di luar perjanjian kita ini."     

Marie mengangguk. "Aku mengerti. Aku tadi sengaja berkata seperti itu, bilang ingin menjadi ibu tiri bagi mereka.. karena entah kenapa sepertinya anak-anakmu sangat ingin mencarikan istri bagimu. Kalau dari yang aku lihat, mereka sangat menyayangimu dan mereka ingin kau menemukan wanita untuk menghiburmu. Jadi tadi aku sengaja memanfaatkannya. Aku juga minta maaf."     

Nicolae hanya bisa menghela napas. Tanpa Marie bilang pun, ia mengetahui hal itu.     

"Aku tahu, Marie."     

"Aku hanya ingin kau melihat dari sudut pandang mereka bahwa mereka melakukan itu karena mereka sangat menyayangimu. Mereka tidak bermaksud buruk." Marie menambahkan.     

"Aku tahu. Aku mengerti. Tetapi mereka masih kecil dan mereka tidak mengerti apa-apa jadi aku mohon kau jangan ikut campur." Nicolae benar-benar tidak ingin membicarakan kisah cinta masa lalunya dengan ibu kedua anak itu, tetapi sepertinya kalau ia tidak memberi penjelasan, Marie akan menduga  yang tidak-tidak. Karena itu ia hanya bisa memijat keningnya.     

"Kalau aku boleh bertanya... Uhm, maaf.. Kau tidak harus menjawab jika ini membuatmu merasa tidak nyaman." Marie menyentuh pergelangan tangan Nicolae dengan ekspresi penuh simpati. "Kapan ibu mereka meninggal dunia?"     

Nicolae mendorong tangan Marie lepas dari  lengannya. "Tidak, ibu mereka masih hidup."     

"Oh maaf... Maafkan aku yang telah berasumsi." Marie menekap bibirnya dengan terkejut. Wajahnya tampak malu karena telah mengira-ngira sembarangan. "Berarti kalian berpisah..."     

"Marie, aku akan menghargai kalau kau tidak banyak bertanya tentang kehidupan pribadiku," kata Nicolae tegas. "Aku sudah berjanji aku akan membantumu karena aku kasihan kepada ibumu. Tetapi selain dari itu kita tidak usah bertemu lagi."     

"Aku mengerti. Terimakasih..." Marie mengangguk malu.     

Tepat pada saat itu pelayan kafe datang mengantarkan kopi yang mereka pesan. Dengan canggung keduanya lalu menyesap kopi masing-masing dan tidak berkata apa-apa.     

Marie melemparkan pandangannya keluar jendela sambil menikmati kopinya, sementara Nicolae tanpa sadar memperhatikan gerak-gerik gadis aneh ini. Sebelum ia benar-benar bertemu ibu Marie di rumah sakit, ia tidak akan begitu saja percaya kepadanya. Jangan harap bisa membohongi Nicolae dengan penyakit pura-pura, Marie tentu tidak tahu kalau Nicolae sebenarnya adalah seorang dokter.     

Nicolae hanya bisa mengira-ngira seperti apa sebenarnya kepribadian Marie. Dulu ia sangat meledak-ledak dan penuh semangat, hari ini ia membuktikan dirinya sebagai wanita yang jago berakting di depan anak-anak dan dirinya, dengan tadi pura-pura sakit hati dan dengan tidak tahu malu mengatakan ingin mengejar Nicolae dan menikah dengannya.     

Kini, kalau memang benar penyebab Mary berlaku sedemikian agresif adalah karena dia sungguh-sungguh ingin mencari seorang lelaki untuk dibawa kepada ibunya dan diakui sebagai suami agar ibunya yang sedang sakit parah rela meninggalkannya, maka Nicolae sudah bertekad akan membantu gadis itu sepenuh hati.     

Kisah Marie yang sangat menyedihkan ini membuat Nicolae teringat kepada ibu kandungnya sendiri yang tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Kalau ia bisa menolong Ibu Marie untuk meninggal dengan tenang, ia akan melakukannya dengan senang hati.     

Seandainya saja dulu ada orang yang menolong saat Ibunya, Putri Luna, di ambang kematian di Rumania...     

Ah, dia tidak mau mengingat-ingat peristiwa menyedihkan itu... Dadanya sakit setiap mengenang ibu kandungnya.     

Nicolae menarik napas panjang lalu meletakkan cangkir kopinya setelah isi cangkirnya habis.     

"Kalau begitu kapan kau mau membawaku bertemu ibumu?" tanyanya kemudian.     

Marie menoleh ke arahnya dengan wajah agak kaget. Rupanya sedari tadi ia melamun sambil menatap keluar jendela dan ucapan Nicolae membuatnya tergugah.     

"Apakah kau bebas nanti sore atau besok pagi?" tanya Marie dengan suara pelan.     

"Aku bisa besok pagi," jawab Nicolae.     

"Baiklah, kalau begitu kita bertemu di lobby gedung apartemen besok pagi." Marie meletakkan cangkir kopinya yang juga telah kosong. "Pukul sembilan pagi?"     

"Baik. Sampai jumpa besok jam sembilan pagi di lobby." Nicolae mengangguk.     

Demikianlah mereka membuat kesepakatan.     

Walaupun ternyata mereka tinggal di gedung yang sama, Nicolae sengaja membiarkan Marie pulang duluan. Ia tidak ingin gadis itu mengetahui ia tinggal di lantai berapa. Bagaimanapun ia masih perlu menjaga privasinya dan anak-anak. Ia tidak bisa sembarangan mempercayai orang asing.     

***     

Ketika Nicolae tiba kembali di apartemennya, ia tidak bersedia menjawab pertanyaan dari Altair dan Vega tentang apa isi pembicaraannya dengan Marie. Ia hanya memberi keterangan sedikit bahwa ia sudah berbicara dengan Tante Marie dan bahwa tidak ada apa-apa di antara mereka.     

Ia sengaja masih membiarkan Altair dan Vega mengira bahwa ia menjalin hubungan dengan Tante Luisa karena sekali lagi ia benar-benar ingin membuat kedua anaknya itu kapok agar tidak lagi mencarikan jodoh untuknya.     

Sungguh, ia merasa sesak dengan semua upaya mereka dan orang di sekelilingnya yang ingin melihatnya melupakan Aleksis dan melanjutkan hidup dengan mencari cinta yang baru. Tetapi karena mereka keluarganya dan ia tahu mereka melakukannya karena menyayanginya, Nicolae tak ingin menyakiti hati mereka dengan menolak terang-terangan.     

Biarlah ini menjadi yang terakhir. Nicolae sungguh tidak mau terlibat lagi dengan seorang wanita mana pun, setidaknya tidak dalam waktu dekat ini. Luka hatinya masih terlalu segar. Baru setahun yang lalu ia merelakan Aleksis berjalan ke pelaminan bersama Alaric, adik kembarnya.     

Dulu, sebelas tahun yang lalu, saat ia patah hati ketika mengetahui Aleksis ternyata sudah menikah dan sedang mengandung anak pria lain, perlu waktu lebih dari 6 tahun baginya untuk bisa memulihkan diri.     

Saat itu pun ia masih belum bisa benar-benar melupakan cintanya kepada Aleksis, sehingga ketika mereka bertemu kembali 5 tahun yang lalu perasaan itu kembali membara bahkan semakin besar daripada sebelumnya.     

Patah hatinya sekarang jauh... sangat jauh lebih besar dan pedih dibandingkan yang pertama, karena yang kedua ini menorehkan luka yang mendalam karena selama empat tahun ia bersama Aleksis dengan merajut mimpi-mimpi masa depan mereka bersama, di mana ia akan dapat menikahi Aleksis dan menjadi ayah bagi kedua anaknya. Mereka bahkan sudah hampir menikah.     

Nicolae yang sangat mengenal dirinya tahu bahwa kemungkinan luka hatinya ini tidak akan pulih hingga seratus tahun ke depan. Maka walaupun anak-anaknya mencarikan gadis yang baik untuknya, ia hanya akan membuat gadis-gadis itu patah hati.     

Mereka akan menjadi pelampiasan atau pelarian cinta baginya, dan ia merasa hal itu sangat tidak adil. Itu pula sebabnya ia bersikap jujur sedari awal kepada Marie, agar gadis itu tidak memupuk harapan walaupun hanya sedikit. Karena Nicolae... sama sekali tidak akan membuka hatinya.     

Karena itulah, sekali ini, walaupun Marie adalah gadis yang menarik dan Altair serta Vega tampak sangat menyukainya, Nicolae terus membuat anak-anaknya salah paham, bahwa ia masih menjalin hubungan dengan Louisa.     

Penjelasannya ini membuat wajah Altair dan Vega sangat murung.     

"Berarti Papa memang sangat mencintai Tante Louisa..." gumam Altair sedih.     

"Apa sih yang membuat Papa jatuh cinta kepada Tante Louisa? Padahal Papa dan dia baru bertemu satu kali... Dan jelas-jelas dia sepertinya bukan tipe Papa..." Vega hanya bisa protes mendengar bahwa Nicolae masih bersama Louisa.     

"Kalian tahu dari mana tipe Papa seperti apa?" tanya Nicolae dengan suara yang sangat sabar,     

"Aku tahu Papa sangat mencintai Mama. Berarti seharusnya wanita tipe Papa ya wanita yang seperti mama... Tante Louisa sangat tidak mirip dengan Mama...!!"     

"Aku benar-benar tidak mengerti kenapa Papa bisa menyukai Tante Louisa..." Altair ikut menambahkan.     

"Anak-anak, kalau masih kecil kalian memang tidak akan mengerti. Sepuluh tahun lagi kita bisa membicarakan hal ini ketika kalian sudah bertemu dengan laki-laki atau perempuan yang membuat kalian jatuh cinta. Papa tidak akan menghakimi pilihan kalian, karena memang cinta itu kadang tidak bisa dimengerti."     

Akhirnya Altair dan Vega hanya bisa mengerucutkan bibirnya dengan sedih dan tidak dapat membantah lagi.     

"Kalian jangan cemberut saja, minggu depan kita akan ke Grosetto. Kalian bisa bertemu mama kalian. Apakah kalian akan menghabiskan waktu seminggu terakhir kita bersama dengan wajah cemberut?" tanya Nicoale akhirnya. Ia duduk bersimpuh di depan kedua anaknya dan memegang bahu mereka dengan penuh kasih sayang.     

Saat itulah Altair dan Vega kemudian diingatkan bahwa perjanjian di antara Papa Nic dan Papa Alaric akan segera berakhir, karena sudah hampir setahun berlalu. Dulu, saat Papa Alaric baru kembali, ia memang membiarkan Nicolae membawa anak-anaknya selama setahun, agar mereka dapat menghabiskan waktu bersama sebelum mengucapkan perpisahan.     

Minggu depan tepat setahun berlalu... dan mereka berdua harus kembali kepada kedua orang tua kandungnya.     

Pemikiran ini membuat Altair dan Vega semakin sedih. Mereka tak ingin meninggalkan Nicolae sendirian, tanpa memiliki siapa pun di sisinya. Tetapi.. tetapi mengapa orang itu harus Tante Louisa? Tidak bisakah Papa Nic menyukai Tante Marie saja?     

***     

Sementara itu di lantai 10 gedung apartemen yang sama, Marie sedang duduk di ambang jendela apartemennya. Wajahnya tampak sendu dan sepasang matanya yang indah dipejamkan seolah berusaha memikirkan suatu hal yang sangat berat.     

Kedua tangannya memeluk lutut kanannya dan menyiratkan perasaannya yang sangat sedih dan kesepian.     

"Kau memang laki-laki baik. Terima kasih sudah memenuhi permintaanku..." gumamnya pelan. Di benaknya terbayang-bayang wajah tampan pemuda yang tadi siang menemaninya berbicara di kedai kopi dan setuju untuk berpura-pura menjadi suaminya. Ia memang tidak salah pilih, pikirnya.     

Bunyi dering telepon tiba-tiba menggugah lamunan gadis itu. Dengan agak malas Marie turun dari ambang jendelanya dan mengangkat telepon.     

"Oh, selamat sore, Louisa. Benar, semuanya berjalan lancar. Tugasmu sudah selesai. Terima kasih sudah membantuku kemarin ya. Pembayaranmu juga sudah kutransfer."     

Marie lalu duduk di kursi kerjanya dan membuka laptop. Di layar terlihat aplikasi kencan online dengan profile bernama Louisa yang tadi dibukanya. Dengan lincah jari-jarinya mengetik sesuatu dan menghapus profile tersebut. "Tidak. Aku tidak akan membutuhkanmu lagi. Terima kasih. Kau benar, dia laki-laki yang sangat baik. Jangan kuatir. Aku tidak akan menyakitinya, kok."     

Marie lalu menutup telepon dan menaruh ponselnya di atas meja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.