The Alchemists: Cinta Abadi

Aku Tidak Akan Ragu Mengejarmu!



Aku Tidak Akan Ragu Mengejarmu!

2Nicolae curiga bahwa dugaannya benar, kedua anaknya sungguh-sungguh ingin mencarikannya kekasih dan mereka tidak akan berhenti sampai tujuan mereka berhasil.     

'Baiklah mari kita lihat sampai mana usaha kalian,' pikir Nicolae dalam hati.     

Akhirnya ia tidak lagi protes akan kehadiran Marie di meja mereka. Entah kenapa gadis itu juga benar-benar tidak tahu malu. Ia tidak sungkan memesan berbagai makanan yang ia suka yang entah kebetulan atau sengaja, harganya termasuk fantastis. Nicolae sampai membelalakkan matanya melihat ternyata gadis itu memesan hingga 4 hidangan utama untuk dirinya sendiri.     

"Itu bisa habis semua?" tanya Nicolae dengan nada suara ragu.     

Marie menyipitkan mata berbahaya.     

"Ingat, aku menunggumu semalaman," dengusnya.     

Nicolae akhirnya mengalah dan tidak berkata apa-apa lagi. Sebagai seorang pria yang senang memasak, ia paling tidak suka melihat makanan dibuang-buang, karena ia tahu betapa banyak upaya yang dilakukan untuk menciptakan hidangan dari berbagai bahan sejak mentah hingga matang.     

Melihat tubuh Marie yang langsing, apalagi pinggangnya yang mungil, ia sama sekali tidak percaya Marie makan sebanyak itu. Ia yakin gadis itu sengaja memesan banyak makanan mahal hanya untuk membuat Nicolae rugi, sebagai pembalasan dendam karena telah membuatnya menunggu.     

Altair dan Vega tampaknya sama sekali tidak peduli bahwa gadis tidak diundang ini berniat memoroti ayah mereka dengan sengaja. Bagi mereka gadis materialistis seperti Marie lebih baik daripada Tante Louisa. Mereka tersenyum kepadanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Marie dengan ramah.     

"Kalian tinggal di daerah sekitar sini?" tanya Marie dengan penuh perhatian sambil menunggu makanan mereka tiba. Setelah selesai memesan makanan, Marie dan si kembar tampak asyik mengobrol tentang hal remeh-temeh, seolah mereka telah kenal lama.     

Altair dan Vega sama-sama mengangguk dengan kuat.     

"Benar. Apakah tante juga rumahnya di dekat sini?" tanya Vega dengan antusias.     

Marie mengangguk. "Iya, aku tinggal di gedung sebelah kanan itu. Bagaimana dengan kalian?"     

Mendengar jawaban Marie, seketika sepasang mata Altair dan Vega tampak berkilauan.     

"Benarkah?" tanya mereka serempak.     

Saat itu Ingin rasanya Nicolae membekap mulut kedua anaknya agar tidak membocorkan rahasia tempat tinggal mereka. Bagaimanapun Marie adalah seorang asing bagi mereka. Tidak seharusnya Altair dan Vega berlaku demikian terbuka kepadanya.     

Bagaimana kalau Marie berniat merampok atau menculik mereka?     

Tiba-tiba Nicolae tersentak oleh pemikirannya sendiri. Ia pun memijat keningnya sambil menghela napas.     

Astaga kenapa sekarang justru dia yang berubah menjadi pencuriga seperti ini? Ia ingat saat kencan buta pertama dengan Sanna, dan Marie mengira Nicolae adalah seorang pembunuh berantai. Ia ingat rasanya tidak enak dicurigai seperti itu. Namun kini justru ia yang mencurigai Marie.     

Diam-diam Nicolae merasa malu kepada dirinya sendiri.     

"Wah kalau begitu jangan-jangan kalian berjodoh ya, sebab waktu itu Tante dan Papa bertemu di Gedung Continental dan ternyata sekarang tempat tinggal kita berdekatan," cetus Altair dengan penuh semangat.     

Marie tertawa riang sambil mengacak rambut anak laki-laki itu.     

"Oh, benarkah kalian percaya jodoh? Aduh... imut sekali." Ia menggeleng-geleng dengan senyum lebar di wajahnya. "Tante tidak percaya jodoh."     

Hampir saja jus yang sedang diminum Nicolae tersembur dari mulutnya. Ia batuk-batuk dan hampir tersedak mendengar kata-kata Marie barusan. Gadis itu menoleh ke arahnya dengan pandangan mata yang disipitkan.     

"Kau kenapa?" tanyanya keheranan.     

"Ahem... soal jodoh..." Nicolae masih berusaha menepuk dadanya beberapa kali untuk meredakan tenggorokannya yang hampir tersedak. Ia kemudian menggeleng. "Aku juga tidak percaya jodoh."     

Seketika wajah Mary dihiasi senyuman. "Oh, baguslah kalau begitu. Ternyata kita memiliki persamaan."     

Nicolae hendak mengatakan sesuatu, tetapi kemudian pelayan datang membawakan hidangan yang mereka pesan. Akhirnya ia pun membatalkan niatnya untuk berbantahan dengan Marie dan mempersilakan semua orang untuk menikmati hidangan makan siang.     

"Ayo makan," katanya, "Biar kita bisa segera pulang."     

Dengan riang, Altair, Vega, dan Marie segera menikmati hidangan yang mereka pesan. Sepanjang makan siang, Nicolae banyak diam memperhatikan betapa Altair dan Vega dengan riang berceloteh apa saja kepada Marie seolah mereka sudah kenal lama.     

Entah kenapa gadis cuek itu sepertinya cocok dengan anak-anaknya. Ada saja yang ia tanyakan kepada mereka dan si kembar dengan antusias menceritakan hobi mereka dan keseharian mereka bersama Nicolae.     

Hmm... sepertinya Marie ini tidak terlalu buruk, pikir Nicolae. Marie terlihat seperti gadis yang berkepribadian menyenangkan dan riang. Ia memiliki banyak cerita seru dan cepat sekali akrab dengan anak-anaknya. Entah kenapa Nicolae juga sangat senang mendengar suara tawa Marie yang renyah di sepanjang acara makan siang mereka.     

Saat hidangan pertama, kedua, dan ketiga sudah berpindah ke perut Marie, Nicolae hanya bisa tertegun melihat ternyata gadis itu memang makannya banyak sekali. Sekarang dengan lahap ia sedang menyantap hidangan keempat yang dipesannya.     

Tanpa sadar Nicolae tersenyum sendiri dan menggeleng-geleng melihat gadis langsing yang makan jauh lebih banyak daripada dirinya, seorang pria bertubuh tinggi besar. Ia tidak tahu kemana saja semua makanan itu disalurkan Marie, karena jelas gadis itu bisa makan banyak tetapi sama sekali tidak gemuk.     

Sungguh gadis yang menarik, pikirnya. Sayangnya, saat ini Nicolae tahu dirinya belum siap untuk membuka hati kepada wanita baru. Tiga kencan buta terakhir yang diikutinya berakhir dengan kekacauan dan dia tidak mau melakukan kencan lagi setelah memenuhi janjinya kepada Altair kemarin. Tidak dalam waktu dekat.     

Seandainya Altair dan Vega tidak dengan sengaja berusaha menjodohkannya dengan Marie, mungkin Nicolae akan dapat bersikap lebih ramah kepada gadis itu dan berteman dengannya. Namun, mengingat betapa keras usaha Altair dan Vega untuk membuat Nicolae jatuh cinta kepada Marie, pemuda itu justru merasa sebaiknya ia menjaga jarak agar Marie tidak merasa diberi harapan.     

Ia tidak ingin menyakiti gadis manapun dengan menjadikan mereka pelarian saat hatinya belum sembuh dari cintanya kepada Aleksis.     

"Makan siangnya sangat menyenangkan. Terima kasih ya," kata Marie dengan gembira sambil membersihkan sudut bibirnya dengan serbet. Wajahnya terlihat puas dan kenyang. "Kalau begitu utangmu sekarang sudah lunas."     

"Sama-sama," kata Nicolae dengan sopan. "Aku mohon maaf karena saat itu aku bercanda keterlaluan sehingga kau menungguku semalaman di dermaga."     

Marie mengangguk ringan, "Tidak masalah. Aku sudah memaafkanmu. Ngomong-ngomong, apakah kau sudah menemukan wanita yang kau cari?"     

Nicolae tertegun mendengar pertanyaan blak-blakan Marie yang tidak terduga ini. Ia merasa sebagai seorang yang masih berstatus orang asing pertanyaan Marie sifatnya terlalu pribadi. Ia tidak mau menjawabnya.     

Altair dan Vega seketika menjadi murung saat mendengar pertanyaan tersebut. Mereka menjadi teringat bahwa baru tadi malam ayah mereka berkencan buta dengan seorang wanita yang membuat bulu kuduk keduanya berdiri. Kencan itu berakhir dengan Papa Nic tidur bersama Tante Louisa dan tadi ia mengumumkan bahwa mereka sudah menjalin hubungan.     

Hal itu membuat keduanya menjadi sangat sedih.     

"Aku berkencan dengan beberapa wanita. Memangnya kenapa?" Akhirnya Nicolae menjawab sambil mengajukan pertanyaan balik.     

Marie hanya mengangkat bahu. "Tidak apa-apa. Aku hanya penasaran. Kau kan kencan buta dengan sahabatku, Sanna. Kalau aku tidak datang dan membuat keributan, mungkin sekarang kalian sudah bersama. Aku hanya ingin tahu apakah kau tertarik kepadanya."     

Nicolae hanya bisa mengangkat bahu. "Entahlah, aku tidak tahu. Kami tidak terlalu saling mengenal. Kau tahu sendiri apa yang terjadi."     

"Oh, begitu ya? Aku hanya ingin tahu apakah kau tertarik kepada Sanna atau tidak. Coba kau ingat-ingat. Sanna sangat cantik. Dia juga pintar. Dia memang memiliki father complex, menyukai laki-laki yang lebih tua. Namun demikian, ternyata, walaupun kau masih muda, ia bisa merasa tertarik kepadamu. Itu berarti kau memiliki kedewasaan seorang pria yang lebih tua, dan kurasa itu oke."     

"Uhm... Terima kasih?"Nicolae tidak mengerti arah pembicaraan Marie. "Apakah kau ingin menanyakan perasaanku kepadanya untuk mewakili Sanna, atau kau punya tujuan lain?"     

Nicolae bertanya kepada Marie sambil mengerutkan keningnya. Sementara gadis itu justru menatapnya lekat-lekat, hampir tidak berkedip. Marie kemudian bertanya dengan suara sangat serius.     

"Tolong jawab aku dengan jujur. Apakah kau menyukai temanku Sanna atau tidak? Itu saja."     

Setelah berpikir beberapa lama, akhirnya Nicolae menggeleng.     

"Sanna itu memang cantik. Kurasa dia juga pintar, tetapi menurutku kami tidak cocok. Aku tidak merasakan ketertarikan romantis kepadanya. Mungkin kami akan bisa berteman kalau kami saling mengenal lebih dalam, tetapi lebih dari itu? Tidak. Aku harap aku tidak membuatmu tersinggung." Nicolae merasa lebih baik jujur daripada berpura-pura demi menjaga perasaan orang lain.     

Marie menatap Nicolae cukup lama kemudian manggut-manggut. Sejurus kemudian seulas senyum tipis terukir di wajahnya.     

Suaranya terdengar sangat gembira saat ia menepuk pipi Nicolae dengan lembut, seolah kepada seorang anak kecil yang bisa menjawab pertanyaan sang guru dengan tepat. "Wah, aku lega sekali. Kalau begitu aku tidak akan ragu-ragu mengejarmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.