The Alchemists: Cinta Abadi

Kau Tidak Akan Menang



Kau Tidak Akan Menang

3Hari-hari di keluarga Triple L berlangsung sangat damai. L yang disibukkan dengan latihan bersama Band Rainfall untuk penampilan mereka saat menerima penghargaan musisi global tahunan merasa sangat bersyukur karena ia tinggal dekat dengan keluarga Schneider sehingga ia dapat menitipkan Lily kepada Finland saat ia pergi keluar rumah untuk berlatih.     

"Kau mau  kujemput dari studio nanti sore?"  tanya London pagi itu saat sarapan bersama.     

L menggeleng. "Tidak usah. Aku tahu kau sibuk."     

Setelah mengetahui identitas calon suaminya yang sebenarnya, L sudah menyadari bahwa selama ini London pasti telah menelantarkan banyak sekali pekerjaannya karena berpura-pura miskin. Astaga! Ia bahkan dulu bekerja sebulan penuh sebagai fotografer paruh waktu di Majalah Luxe hanya agar bisa mengikuti L dalam berbagai pemotretan.     

"Aku tidak sibuk, kok," London mengangkat bahu. Ia buru-buru menulis pesan kepada Jan untuk membatalkan semua rapat di atas jam 3 sore.     

"Kau barusan kirim SMS ke Jan untuk mengosongkan jadwalmu?" L mengangkat sebelah alisnya dan menelengkan kepala untuk mengintip ponsel London. Ia telah bertemu Jan dua hari yang lalu dan mendengar sangat banyak tentang kelakuan London selama ini.     

L bahkan akhirnya mengetahui tentang para penari pengiring dan musisi yang waktu itu serba diganti untuk mencarikan penari dan musisi yang beratnya minimal 100 kg untuk mendampinginya tampil di konser, agar L  tidak merasa gemuk.     

L merasa sangat terharu, tetapi pada saat yang sama ia  memijit keningnya karena ia baru menyadari betapa berkuasanya pria yang duduk di sampingnya ini. Apa pun yang diperintahkannya menjadi seperti sabda yang pasti harus terjadi. L belum pernah menemukan orang yang seperti ini.     

"Aku memang menyuruh Jan membatalkan semua acaraku di atas jam 3 sore." London mengangkat wajahnya dan tersenyum jahil ke arah L. "Kau lihat, kan, semua yang kulakukan demi dirimu?"     

L hanya memutar matanya dan melanjutkan makannya.     

"Aku selesai latihan jam 2 siang dan langsung mengikuti pemotretan bersama Rainfall di Majalah Luxe. Jadi kalau kau mau, kau bisa menjemputku di sana," kata L akhirnya.     

"Siap. Aku akan menjemputmu di Luxe. Ngomong-ngomong aku kangen juga dengan kantor majalah itu. Di sana aku punya banyak kenangan indah saat memotretmu," London tersenyum lebar. Ia sedikit bernostalgia mengingat minggu-minggu pertama saat ia masih berusaha mengejar L dan menyamar sebagai fotografer di majalah itu.     

"Eh... orang majalah situ tahu kau menyamar waktu itu?" tanya L tiba-tiba. "Atau tidak?"     

London menggeleng. "Tidak.  Untuk apa? Mereka bukan orang penting. Aku tidak perlu menceritakan semuanya kepada mereka."     

"Oh.. oke. Lalu bagaimana nanti kalau kau menjemputku?"     

London mengangkat bahu. "Aku akan menjemputmu sebagai kekasih Nona L, sang superstar. Tidak apa-apa, kan? Atau kau malu punya kekasih seorang fotografer miskin?"     

L menyipitkan matanya dengan pandangan berbahaya. "Apa maksudmu? Kau tahu aku tidak pernah mempermasalahkan kau ini kaya atau miskin! Apa menurutmu aku memang hanya mau menikah denganmu karena kau kaya???     

Ah,  rupanya L masih merasa sensitif saat mereka membicarakan tentang identitas London Schneider yang sebenarnya. Ia kadang-kadang merasa kuatir orang mengira ia menerima London karena ia adalah pewaris Schneider Group, padahal sebelum London membuka identitasnya, L  telah menerima cinta pria  itu.     

"Aisshh... jangan tersinggung dulu, Sayang. Aku hanya bercanda. Aduh... rasanya hariku tidak lengkap kalau tidak melihatmu marah-marah satu kali saja." London buru-buru bangun dan memeluk L dari belakang kursinya. Ia mencium puncak kepala gadis itu dan berbisik mesra. "Aku tahu kau menerimaku bukan karena hartaku, tetapi karena aku tampan, sangat menyenangkan, dan senang memanjakanmu."     

"Ugh.. kau mau aku marah-marah setiap hari? Begitu? Apa kau mau aku kena penyakit darah tinggi?" L mengerucutkan bibirnya dan mendengus kesal. "Aku mau berubah, tidak sering marah-marah lagi. Kau yang bilang itu tidak baik untuk diikuti oleh Lily, kan? Tapi kenapa kau masih sengaja menggodaku biar marah-marah?"     

"Ohh.. menggemaskan sekali. Menggemaskan sekali." London malah  tertawa senang dan mencium bibir L yang cemberut. "Baiklah. Aku minta maaf. Aku tidak akan menggodamu lagi akan hal sensitif seperti itu. Jadi nanti sore aku jemput ke kantor Majalah Luxe, ya?"     

"Hmm," L hanya mengangguk. Ia sudah malas menjawab.     

"Ahh.. aku senang sekali!" Ia mencium L lagi dan segera pamit untuk berangkat. "Sampai jumpa nanti sore!"     

London menyelesaikan sarapannya dan berangkat ke kantor setelah dijemput Marc dengan mobilnya.     

***     

"Aku sudah membuat penawaran kerja sama dengan rumah sakit keluarga Swann di London. Mereka dengan antusias menyatakan ingin bertemu langsung dengan perwakilan kita. Nama besar Rumah Sakit Berlin Metropole dan Schneider Group sudah cukup untuk membuat mereka tertarik." Jan menyampaikan laporannya setelah makan siang.     

London mengangguk-angguk. "Kita tidak usah terburu-buru. Kau  bisa undang mereka untuk datang ke konferensi medis bulan depan dan ajak mereka berkenalan untuk membicarakan kerja sama ini."     

"Siap, Tuan." Jan mencatat semua perintah London di tabletnya. "Anda mau sekalian mengadakan pesta setelah acara konferensi? Maksudku, untuk mengundang Caroline Wendell..."     

"Ide bagus."     

"Kalau begitu, aku akan menyiapkannya." Jan tersenyum simpul. Ia dapat membayangkan betapa kecewanya Caroline Wendell dan ayahnya kalau nanti mereka mengira London Schneider tertarik kepada Caroline, padahal... ia hanya melakukannya untuk membalaskan dendam L.     

"Semua rapat hari ini sudah kau batalkan?"     

"Sudah, Tuan. Ngomong-ngomong, kenapa Anda membatalkan semua urusan kerja sore ini? Ada acara penting?" tanya Jan penuh rasa ingin tahu.     

London tersenyum dan tidak menjawab. Jan hanya bisa menduga bahwa ini ada hubungannya dengan L. Akhirnya ia tidak bertanya-tanya lagi dan meninggalkan bosnya itu mengerjakan banyak hal sendiri di ruangannya. Tepat pukul 3 sore, London segera beranjak keluar kantor. Ia tidak ingin terlambat menjemput L.     

"Marc, kita mampir dulu di toko bunga untuk membelikan bunga bagi L," katanya dengan penuh semangat.     

"Baik, Tuan."     

Marc dapat melihat suasana hati bosnya sangat cerah. Sepanjang perjalanan menuju kantor Majalah Luxe, ia menyenandungkan salah satu lagu L yang paling terkenal. Marc ingat perintah tuannya dan saat melihat sebuah toko bunga, ia memutuskan untuk mampir. London memilih seikat bunga yang cantik sekali dan melanjutkan perjalanan ke kantor Luxe. Lima belas menit kemudian mereka pun tiba di sana.     

"Kau tunggu aku di parkiran. Aku hanya sebentar." London keluar dengan membawa bunganya dan masuk ke dalam gedung Majalah Luxe. Chloe, resepsionis yang masih mengenalinya sebagai fotografer part time beberapa bulan lalu segera berdiri menyambutnya dengan senyuman.     

"Hei.. selamat siang, Killian. Lama tidak bertemu denganmu. Kau ada janji dengan Nick?" tanyanya dengan ramah.     

"Aku mau menjemput Nona L," kata London dengan nada suara bangga. Ia mengunjukkan bunga yang ada di tangannya. Sang resepsionis tampak kebingungan melihatnya.     

"Sebentar... Kau juga penggemar Nona L?" Ia kemudian menggeleng-geleng dengan wajah kasihan. "Aduh.. maaf sekali, Killian. Kau tidak akan bisa menang."     

"Eh? Kenapa aku tidak akan menang?" tanya London kebingungan. "Apa maksudmu, Chloe?"     

Chloe mendeham dan kemudian mendekatkan wajahnya dan berbisik kepada London. "Ssshhh... Nona L itu dikejar-kejar oleh vokalis Band Rainfall. Kau tidak akan bisa menang melawan vokalis band paling terkenal di dunia saat ini. Sudahlah.. menyerah saja."     

Seketika wajah London memerah dan dadanya terasa panas.     

Apa? Vokalis Band Rainfall menyukai L? Jangan-jangan mereka sengaja meminta L tampil bersama di acara penghargaan itu sebagai alasan saja... Agar laki-laki gatal itu bisa dekat-dekat dengan L.     

Ughhh... Tiba-tiba London merasa cemburu sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.