The Alchemists: Cinta Abadi

Informasi Dari Mischa



Informasi Dari Mischa

0Mischa masuk dengan langkah santai setelah pintu dibuka. Penampilannya tampak rapi dengan setelan serba hitam dan rambut pirang ikalnya yang indah tergerai rapi di balik telinganya. Ia masih sangat tampan seperti saat ia masih berusia 20-an.     

Akhir-akhir ini ia juga sengaja memotong rambutnya agar terlihat lebih formal, namun hal itu tetap tidak mampu menyembunyikan ekspresi riangnya yang membuatnya selalu terlihat muda. Mischa tidak pernah lagi mengenakan pakaian bergaya flamboyan. Satu-satunya hal yang masih menjadi ciri khasnya adalah kalung wind catcher yang masih setia menggantung di lehernya.     

Sebagai salah satu pimpinan Grup RMI, ia juga terbiasa dengan kekayaan yang besar, sehingga penthouse megah yang dimasukinya ini sama sekali tidak membuatnya terkesan.     

"Selamat malam," sapanya sambil menyalami London yang sudah bangkit menyambutnya.     

"Selamat malam. Silakan duduk." London mempersilakan tamunya untuk duduk di salah satu sofa nyaman di ruang tamunya. "Wine?"     

Mischa mengangguk. Jan segera menuang segelas untuk sang tamu dan segera saja mereka bertiga sudah duduk santai menikmati wine sambil membahas tujuan kedatangan Mischa malam ini.     

"Terima kasih kau sudah bersedia datang. Aku tahu kau sibuk," kata London penuh terima kasih. "Alaric mengatakan koneksimu ke dunia hitam masih sangat kuat."     

Mischa hanya tersenyum mendengarnya. "Hmm... mungkin. Kadang-kadang aku masih membutuhkan bantuan dari sana, jadi aku tidak memutuskan hubungan sama sekali. Dalam hidup ini, punya seribu teman masih kurang dan satu musuh sudah terlalu banyak."     

"Kau benar." London mengangguk-angguk. "Jadi apakah sudah ada informasi dari kalangan mafia mana yang menginginkan kematian hakim De Maestri? Apakah memang ada penjahat yang ingin membalas dendam kepadanya?"     

Mischa menggeleng. "Mereka sengaja melakukan pembunuhan secara terbuka untuk mengalihkan perhatian polisi. Biasanya memang hanya mafia yang membunuh terang-terangan seperti itu, jadi siapa pun dalangnya, mereka ingin agar polisi mengira keluarga hakim De Maestri dibunuh karena dendam."     

"Jadi itu tidak benar?" London merasakan keningnya berdenyut lagi karena rasa marah. Ia punya firasat bahwa dugaannya benar. Yang membantai keluarga De Maestri adalah orang yang tidak ingin  L mewarisi setengah harta keluarga Swann, bukan penjahat yang dimasukkan ke penjara oleh sang hakim.     

"Tidak. Mereka mencoba mengalihkan perhatian begitu, dan sepertinya pihak kepolisian memang terkecoh. Mereka akhirnya tidak menemukan petunjuk yang benar karena dari awal mereka sudah salah menetapkan sasaran penyelidikan," jawab Mischa. "Aku berhasil menemukan kelompok assassin mana yang menerima pekerjaan itu 11 tahun yang lalu."     

Untuk sesaat London merasa berdebar-debar menantikan jawaban dari Mischa. Ia tahu Rhionen Assassins adalah kelompok pembunuh bayaran terbaik saat itu, sebelum kemudian mereka membubarkan diri.      

Apakah pembunuhan keluarga De Maestri ini ada hubungannya dengan Rhionen Assassins sendiri?     

Seolah membaca pikiran London, Mischa hanya menggeleng sambil tersenyum tipis.     

"Kami tidak ada hubungannya dengan pembunuhan hakim itu. Sepertinya siapa pun orang yang menginginkan keluarga De Maestri meningggal, tidak mampu membayar tarif Rhionen Assassins."     

"Pfew.. syukurlah. Aku tidak bisa membayangkan kalau kalian terlibat. Aku harus berlaku adil kepada L dan membalaskan dendamnya kepada kalian," tukas London dengan suara lega. "Itu akan membuat kita menjadi bermusuhan."     

"Tidak usah kuatir. Kami sudah membubarkan diri hampir 11 tahun lamanya. Lagipula kami punya tujuan lebih besar untuk dunia, bukan hanya sekadar mengumpulkan recehan dari membunuh orang," komentar Mischa sambil tertawa kecil. "Jadi, aku sudah berhasil menemukan kelompok assassin yang disewa oleh dalang pembunuhan keluarga De Maestri, dan aku mengambil inisiatif sendiri untuk memaksa mereka memberitahuku siapa orang yang menyewa mereka. Kuharap kau tidak keberatan."     

London menggeleng. Tentu saja ia tidak keberatan. Asalkan informasi itu bisa didapatkan, ia tak peduli bagaimana cara Mischa mendapatkannya. Malah, dalam hati ia senang, tidak harus turun tangan sendiri menghadapi para pembunuh bayaran.     

"Terima kasih. Kalau kau sudah turun tangan, aku tidak perlu mengotori tanganku sendiri," komentar London.      

"Aku merekamnya untukmu, agar kau bisa mendengar sendiri dari mereka, siapa yang menyuruh mereka membantai keluarga De Maestri."     

Mischa mengeluarkan tabletnya dan menyerahkannya kepada London setelah membuka sebuah file. London dan Jan sama-sama memperhatikan video yang diputar di tablet itu.     

Seorang laki-laki tampak sedang disiksa di sebuah kursi listrik dan setiap kali ia menolak menjawab, tubuhnya akan disetrum sehingga ia menjerit-jerit setinggi langit. Seluruh tubuhnya telah memar-memar serta dipenuhi darah dan seluruh pakaiannya basah.     

"Maaf, kalau videonya agak brutal," kata Mischa dengan suara ringan.     

London hanya bisa menelan ludah melihat pria tampan yang memiliki ekspresi riang itu tampak tenang saja membicarakan tentang pembunuhan dan menyiksa pembunuh. Ini sungguh mantan pembunuh berdarah dingin, pikirnya.     

Dalam hati ia merasa jerih karena mengingat kakak iparnya dulu sama seperti Mischa, bahkan mungkin lebih parah karena ia adalah pimpinan Rhionen Assassins itu sendiri. London masih tidak mengerti bagaimana seorang pembunuh bisa berubah, seperti Alaric.     

Dan untunglah Alaric berubah... kalau tidak, ia tahu seisi keluarganya sampai akhir zaman pun tidak akan memberikan restu mereka kepada Aleksis untuk kembali bersatu dengan suaminya.     

"Jangan pura-pura lupa tentang pembunuhan keluarga De Maestri. Peristiwa itu baru terjadi sebelas tahun yang lalu. Kau kan belum uzur sehingga bisa pura-pura pikun." Terdengar suara Mischa dari dalam video. "Aku punya sangat banyak waktu dan aku tidak keberatan bermain-main denganmu hingga tiga hari ke depan. Kau akan merasakan sakit yang begitu hebat sampai kau ingin mati, tapi kematian tidak akan pernah datang. Pilihan ada di tanganmu. Kau mau mati malam ini juga, atau tiga hari lagi..."     

"Bunuhlah aku sekarang!!" teriak pria di kursi listrik dengan suara seperti orang gila. "Aku tidak ingat..."     

"Baiklah. Kau yang memperlama sendiri hukumanmu."     

Mischa memberi tanda dan anak buahnya kembali menyalakan tegangan listrik hingga membuat tawanan mereka menggelepar-gelepar seperti ikan yang dibawa keluar dari air. Pinggir mulutnya mulai berbusa ketika setruman dihentikan.     

Mulai terlihat ekspresi putus asa di wajah sang tawanan. Ia sudah menyadari bahwa penawannya tidak akan memberinya kematian yang mudah.     

Proses interogasi dan hukuman itu berlangsung selama beberapa menit lagi dan akhirnya si tawanan menyerah.     

"Baik... baik... kumohon, bunuh saja aku. Aku akan memberi tahu siapa yang menyewa kelompok kami untuk membunuh keluarga De Maestri saat itu...." bisiknya dengan suara lemah.     

"Bagus. Aku mendengarkan." Mischa melipat kedua tangannya di dada dan menunggu. "Begitu informasimu berhasil kubuktikan kebenarannya, baru aku akan memberimu kematian."     

"Ugh... kami.. kami disewa.. untuk membunuh seisi keluarga De Maestri oleh.. oleh... John Wendell. Ia menjanjikan bayaran dua juta dolar, tetapi karena anak perempuan itu lolos, ia hanya mau membayar satu juta."     

London dan Jan saling pandang. Mereka tidak kenal nama John Wendell sama sekali.      

"Hm.. bagus. Aku akan memeriksa keteranganmu," kata Mischa.     

"Aku tidak berbohong. John Wendell menginginkan anak perempuan itu mati. Itu sebabnya ia mengadakan sayembara untuk menemukannya hidup atau mati dengan hadiah satu juta dolar."     

London mengerutkan keningnya. Bukankah sayembara itu diadakan oleh keluarga Swann? Apa hubungannya dengan John Wendell?     

Masih terdengar suara Mischa dari dalam video. "Benarkah? Jadi sasaran utamanya sebenarnya anak perempuan keluarga De Maestri? Apakah ada yang berhasil mendapatkan hadiah uang satu juta dolar itu?"     

"Ada.. ada. Seorang anak buahku menemukan jejaknya di sebuah panti asuhan di Jerman. John Wendell memerintahkannya untuk membakar panti asuhan itu untuk membunuh anak itu." Si tawanan kini memejamkan mata menahan sakit. "Kumohon, kau periksa saja di internet ada berita tentang kebakaran panti asuhan beberapa tahun yang lalu."     

Sampai di sini video berhenti.     

London tidak mau menonton lebih lanjut. Ia telah mendengar informasi tentang kebakaran panti asuhan itu dari Jan. Rupanya para pembunuh itu sengaja membakar panti asuhan itu untuk menyingkirkan L. Untung saja saat peristiwa itu terjadi L sedang mengikuti lomba menyanyi dan tidak ikut menjadi korban.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.