The Alchemists: Cinta Abadi

Makan Malam Terakhir



Makan Malam Terakhir

1Kepindahan orang ke rumah baru biasanya sangat merepotkan dan membuat stress, tetapi tidak demikian halnya dengan London dan L. London bisa packing dengan sangat cepat karena sebagian besar barang-barang pria itu ada di penthouse-nya.     

Di apartemennya ini, ia hanya menyimpan beberapa potong pakaian sederhana yang dipakainya untuk mengelabui L, bahwa ia adalah orang miskin, dan tiga setel pakaian bagus hadiah dari gadis itu beberapa waktu lalu.     

Ia hanya perlu mengepak selama setengah jam dan sebelum makan malam ia telah siap dengan kopernya. L sendiri yang memang tidak mempunyai banyak barang pribadi juga selesai mengemasi barang-barangnya dalam waktu tidak terlalu lama.     

Kebanyakan pakaiannya untuk pentas disimpan di kantor Brillian Mind Media, sehingga ia tidak perlu membawanya ke rumah. Ketika L menaruh kopernya di ruang tamu, London menjadi keheranan.     

"Kau kan perempuan? Kenapa barangnya hanya sedikit?" tanyanya.     

"Aku terbiasa berpindah-pindah, jadi tidak mau diberati oleh barang-barang. Merepotkan," jawab L. "Dulu di panti asuhan kami hanya punya sedikit barang dan semua milikku dapat dimasukkan ke satu kantong sampah saja."     

"Kantong sampah?" London membelalakkan matanya. Ia sangat terkejut mendengar penuturan L yang disampaikannya dengan nada datar. "Kenapa kalian tidak diberi koper?"     

"Kau tahu berapa harga koper? Di panti asuhan ada sangat banyak anak yatim piatu yang dipelihara. Lebih murah kalau memberikan mereka kantong sampah yang besar karena bisa menampung semua barang mereka."     

"Oh..."     

London tertegun mendengarnya. Ia sama sekali tidak menduga kehidupan di panti asuhan demikian menyedihkan. Ia hanya bisa menatap L dengan pandangan rumit.     

Seandainya ia bertemu L sepuluh tahun lalu ketika ia baru masuk ke panti asuhan... ia akan menyelamatkan L dari situasi itu.     

Sayangnya, saat itu ia sendiri masih remaja dan keluarganya juga sedang menghadapi masalah karena kakaknya, Aleksis jatuh sakit cukup lama akibat kecelakaan, dan kemudian mereka mengetahui bahwa ia hamil dan melahirkan anak kembar yang membuat segenap perhatian keluarga tercurah kepadanya.     

Dalam hati London merasa sangat kasihan kepada L karena gadis itu telah berjuang sendirian di usianya yang demikian muda. Ia bergidik membayangkan kalau seandainya L dijebak tidur dengan lelaki lain yang tidak bertanggung jawab, mungkin L akan bernasib sangat buruk.     

London ingin sekali bertanya kepada L kenapa ia bisa masuk ke panti asuhan, di manakah orang tuanya atau kerabatnya, mengapa ia bisa hidup sendirian? Tetapi ia takut merusak suasana. London hanya bisa berharap L suatu hari nanti akan mempercayainya dan menceritakan semuanya.     

Untuk itu, hingga sekarang ia masih menahan diri. Jan masih berusaha menyelidiki siapa L sebenarnya dan mengapa ia bisa masuk panti asuhan, tetapi semua catatan dari panti asuhan tersebut hilang karena kebakaran dan tidak ada data online yang tersedia.     

Karena itu Jan masih berusaha mencari orang-orang yang pernah bekerja di sana dan mengumpulkan keterangan. Namun demikian, walaupun London menahan diri untuk tidak bertanya-tanya kepada L tentang masa lalunya, ia tidak menahan dirinya untuk menunjukkan dukungan dan kasih sayangnya kepada gadis itu.     

Pelan-pelan ia mendekati L dan memeluknya erat sekali. Gadis itu semula keheranan melihat tindakannya, tetapi ia sama sekali tidak protes atau melepaskan diri.     

"Aku menyesal kau mengalami semua itu... " bisik London sambil mengusap kepala L yang tidak sampai lewat bahunya itu. "Aku tidak bisa berbuat apa-apa terhadap penderitaanmu di masa lalu, tetapi aku akan memastikan kau tidak akan pernah mengalami penderitaan lagi di masa depan."     

L hanya menggumam tidak jelas. Ia akhirnya mengangguk. Sebutir air mata menetes ke  pipinya tetapi ia buru-buru menghapusnya.     

London akhirnya melepaskan pelukannya dan sesaat lamanya mereka berdua berdiri saling berhadapan dengan canggung.     

"Uhm... kita berdua sudah beres mengemasi barang-barang. Tidak ada lagi yang perlu dibawa?" tanya London kemudian.     

L menggeleng.     

"Hmm... mungkin.." Ia bicara lalu kemudian terdiam.     

"Mungkin apa?" tanya London penasaran.     

"Hmm... rasanya agak sedih juga meninggalkan apartemen ini.." komentar L kemudian.     

London setuju dengan pendapat L. Ia mengedarkan pandangannya ke langit-langit, ke sekeliling ruangan, dan menghirup udaranya dalam-dalam.     

Bagaimanapun mereka punya banyak kenangan di apartemen sederhana ini.     

Ia selalu dibangunkan oleh suara nyanyian L setiap pagi. Ia juga menyiapkan sarapan dan makan malam mereka di dapur rumah ini.     

Pagi-pagi sebelum ia bekerja ia dapat melihat L berlatih yoga di balkon, dan sore hari ketika gadis itu menikmati tehnya ia kadang-kadang bersenandung lagu baru sambil mencoret-coret notesnya.     

Dan bahkan... di sofa ini mereka pernah berhubungan badan dengan penuh gairah, walaupun saat itu keduanya dalam keadaan tidak sadar... tetapi tetap saja, sedikit-sedikit London masih dapat mengingat apa yang terjadi.     

Ahh.. banyak sekali kenangan indah mereka di sini.     

Ia hanya dapat berharap di rumah yang baru, mereka akan dapat membuat banyak kenangan indah juga. London tidak sabar membuka lembaran baru bersama L, apalagi karena gadis itu sekarang bersikap lebih baik kepadanya.     

"Kau mau makan malam seperti biasa... untuk terakhir kalinya?" tanya London kemudian.      

L menatapnya agak lama, lalu mengangguk.      

Tanpa berkata-kata, keduanya segera menuju dapur dan dengan cekatan London mengeluarkan bahan-bahan makanan dari kulkas.     

"Mau masak apa?" tanya L.     

London menyebutkan dua nama hidangan kesukaannya yang agak susah diikuti lidah dan membuat L terbengong-bengong.     

"Tidak usah diucapkan. Kau tinggal makan saja," komentar London sambil tertawa saat melihat L berkali-kali mencoba mengulang nama makanannya. "Itu dari bahasa Prancis."     

"Oh..." L mengangguk-angguk paham. "Kau belajar masak dari mana? Kok bisa masak makanan-makanan enak begini?"     

"Oh, aku belajar dari ayahku. Ia memang suka memasak. Di rumahku, justru perempuannya tidak ada yang bisa memasak, karena laki-lakinya semua memanjakan mereka dengan makanan enak.. hehe," jawab London sambil tersenyum lebar. Ia memang sangat bangga akan keluarganya.     

Wajah L terlihat iri sekali. "Sepertinya keluargamu sangat bahagia..."     

London mengangguk. "Memang begitu. Kami sangat saling menyayangi. Kau mau bertemu keluargaku? Mereka akan sangat senang melihatmu..."     

Kalau L mau bertemu keluarganya, London akan menceritakan siapa dia sebenarnya.     

L tampak berpikir agak lama saat mendengar penawaran London.      

Bertemu keluarga pria ini? Sebagai apa?     

"Entahlah... aku tidak tahu apakah aku mau bertemu keluargamu. Aku ini kan bukan apa-apa bagi mereka." Akhirnya gadis itu hanya mengangkat bahu.     

"Lho... kenapa bicara begitu? Kau itu ibunya Lily... tentu mereka akan senang bertemu denganmu. Apa kau tidak mau bertemu orang tuaku?"     

"Apa.. apakah mereka tahu tentang aku dan Lily????" seketika wajah L tampak pucat. "Kau bilang apa kepada mereka?"     

"Eh... aku tidak bilang kau adalah artis terkenal.. jangan kuatir. Kalaupun mereka tahu siapa kau, mereka tidak akan membocorkan identitasmu."     

"Kau tidak tahu saja, ada orang-orang yang menjual gosip ke media entertainment demi sejumlah uang... Apa kau bisa jamin mereka tidak akan bicara kepada siapa-siapa?" tanya L cemas.     

London ingin tertawa melihat kecemasan L. Keluarganya SANGAT KAYA. Mereka tidak perlu menjual gosip apa pun untuk mendapatkan uang. Tetapi ia mengerti kekuatiran L, karenanya ia hanya tertawa dan mengangkat tangan kanannya, seolah bersumpah bahwa keluarganya tidak akan mengkhianati L.     

"Aku berjanji, rahasiamu aman," katanya dengan riang.     

"Hmm... baiklah, kalau kau bilang begitu." L kemudian mengambil pisau dan sayuran lalu membantu mengirisinya di samping London. "Kalau memang mereka bisa dipercaya.. mungkin kita bisa mengundang mereka untuk datang saat perayaan ulang tahun Lily yang pertama..."     

London tersenyum sangat lebar mendengarnya.     

"Ide bagus!"     

Ia mendaratkan ciuman di  kening L karena ia sangat gembira mendengar L akhirnya mau bertemu keluarganya. Lalu seolah tidak terjadi apa-apa ia melanjutkan meracik bumbu untuk memasak makan malam mereka, sementara L membantunya memotong bahan-bahan.     

Keduanya tampak kompak memasak bersama di dapur, sesuatu yang sangat jarang terjadi. Mungkin, perasaan nostalgia akibat hendak meninggalkan apartemen ini untuk pindah ke rumah baru membuat L dan London merasakan kedekatan yang lebih dari biasanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.