The Alchemists: Cinta Abadi

Aku akan Mencari Istri Dari Kalangan Alchemist



Aku akan Mencari Istri Dari Kalangan Alchemist

3Agar tidak terlalu menarik perhatian banyak orang, sayap timur rumah sakit itu akhirnya disterilkan dari pengunjung dan pasien lain. Hanya orang-orang tertentu yang memang bertugas yang boleh berkeliaran di sana.     

Walaupun demikian kehadiran rombongan orang-orang rupawan itu telah terlanjur menjadi buah bibir di antara orang-orang yang sempat melihat mereka.     

Desas-desus bahwa mereka adalah anggota keluarga Schneider sendiri segera menyebar di antara pengunjung dan staf rumah sakit. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan yang sakit sehingga seisi keluarga misterius itu datang dan berkunjung.     

Terry yang sedang sibuk mencari berita tentang dirinya di internet untuk nominasi eksekutif terpopuler tahun 2050 tiba-tiba mendecak kesal. Ia berkali-kali mengetuk tabletnya dan memeriksa berbagai foto di kolom website yang memuat berita tentang dirinya.     

"Cepat sekali fotoku sudah diunggah ke website gosip ini?" omelnya. Ia menunjukkan kepada Jan yang sedang duduk terkantuk-kantuk di sampingnya. "Sepertinya ini diambil dari lobi tadi. Kau panggil direktur HRD rumah sakit ini biar mereka membereskan keamanannya."     

Jan menelengkan kepalanya untuk melihat foto-foto yang dimaksud Terry dan segera mengerti bahwa sebenarnya kekesalan Terry bukan pada foto itu sendiri, melainkan sudut pengambilan yang kurang tepat dan tidak menampilkan ketampanan Terry seperti yang diinginkannya.     

Jan ingat Terry pernah difoto paparazzi beberapa kali saat ia sedang heboh digosipkan berkencan dengan seorang model, tetapi Terry tidak mengomel, karena penampilannya di berbagai foto yang diambil secara tersembunyi itu tampak gagah dan berwibawa.     

"Ini sepertinya bukan diambil fotografer profesional atau paparazzi," kata Jan sambil menyipitkan mata dan meneliti foto-foto itu. "Kualitasnya buruk dan sudutnya tidak bagus. Pasti hanya pengunjung rumah sakit yang kebetulan mengenali Tuan."     

"Benar," kata Terry. Ia setuju dengan bagian bahwa kualitas fotonya buruk dan sudutnya tidak bagus. Huh... wajahnya di foto-foto itu tampak bengkak dan matanya terpejam. Seharusnya orang yang tidak berbakat tidak boleh menyentuh kamera, pikirnya sebal.     

"Kita tidak bisa apa-apa kalau gambarnya diambil pengunjung. Rumah sakit ini hanya melarang kehadiran fotografer dan jurnalis. Pengunjung pasien berhak membawa ponsel dan mengambil foto sesukanya." Jan menjelaskan dengan sabar. "Kita hanya bisa melacak sinyal internet agar para pengunjung tidak bisa memposting apa pun ke media."     

"Itu lebih baik," kata Terry.      

"Atau sesudah mandi dan berganti pakaian, Tuan bisa mengunjungi rumah sakit ini secara resmi, sehingga pengunjung dan staf bisa bertemu Anda secara langsung dan mengambil foto bersama yang kualitasnya lebih baik," Jan menambahkan.     

Terry tampak tercenung sesaat dan menoleh kepadanya dengan wajah cerah. "Hmm...kau benar juga. Akan lebih baik kalau aku justru tampil secara resmi, agar menghilangkan kecurigaan dan gosip tentang kenapa keluarga Schneider tiba-tiba datang ke sini."     

Ia hendak menanyakan letak kamar VVIP terdekat agar ia bisa mandi dan berganti pakaian, ketika Direktur Rumah Sakit datang berjalan ke arahnya dari lobi.     

"Selamat pagi, Tuan," William Gerber menyapa Terry dengan penuh hormat. Di antara orang-orang yang baru datang ini, ia segera mengenali Jan Van Der Ven dan Terrence Chan. Setelah menyapa Terry, ia lalu mengangguk pada Jan. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"     

"Kami mau mengadakan kunjungan resmi nanti siang. Bisa tolong disiapkan?" tanya Terry cepat.      

"Tentu saja." William tersenyum ramah. "Ada lagi yang Anda perlukan? Anda semua sudah sarapan?"     

Jan mengangguk. "Tadi staf rumah sakit sudah menyiapkan semuanya. Setelah mandi dan berganti pakaian, kami akan makan."     

Di lounge besar tempat mereka beristirahat sekarang ada banyak sofa besar yang nyaman, meja makan mewah dan beberapa kamar untuk beristirahat serta kamar mandi, tetapi tidak ada satu pun yang memikirkan untuk mandi dan berganti pakaian atau sarapan, selama mereka belum mendapatkan kabar terbaru tentang keadaan L.     

"Saya segera datang secepat mungkin begitu saya mendengar kabar tentang keluarga Schneider. Kalau begitu, saya akan datang kembali sebelum jam makan siang agar kami bisa mengatur kunjungan resmi tersebut."     

Ia lalu minta diri. Terry memutuskan untuk menuruti saran Jan dan membersihkan diri agar terlihat segar dan berganti pakaian resmi. Karena kehadirannya sudah terlanjur diketahui, ia merasa lebih baik jika ia sekalian menggunakan kesempatan ini untuk tampil di media untuk mendukung kampanye eksekutif terpopuler tahun 2050 yang sedang ia incar.     

"Kau juga mandi dan ganti baju, dong..." omelnya kepada London yang sedang duduk di sudut ruangan sambil menyesap kopinya pelan-pelan. Terry mengerutkan keningnya melihat penampilan London yang sangat kusut. "Kau masih pakai baju yang sama dengan pesta Aleksis di Singapura, kau sadar tidak sih?"     

London melihat ke arah tubuhnya sendiri dan baru menyadari bahwa kakaknya benar. Astaga.. Ia menjadi malu membayangkan semalaman ia memeluk L dengan pakaian yang sudah dua hari melekat di tubuhnya.     

Ketika ia menoleh kepada Jan hendak menanyakan sesuatu, Jan telah menyodorkan sebuah koper kecil kepadanya.     

"Ada pakaian dan perlengkapan lainnya di koper ini. Tadi pagi aku mampir ke penthouse."     

"Hm... terima kasih."     

London lalu mengikuti Terry masuk ke salah satu kamar yang tersedia dan membersihkan diri. Ketika ia keluar dengan penampilan yang rapi, matanya segera menangkap sosok Aldebar yang tadi mengikuti Caspar dan Lauriel ke ruang observasi.     

"Paman...!" Ia buru-buru mendekati pamannya. "Ada yang mau aku bicarakan..."     

Aldebar mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa?"     

"Paman.. aku mohon, bisakah Paman memberikan ramuan keabadian untuk L? Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya agar ia bisa pulih dan Lily selamat."     

Suaranya terdengar mendesak dan kuatir. Aldebar menatap keponakannya itu dalam-dalam.     

"Aku dengar dia tidak mau menikah denganmu... Kau tahu sesuai aturan seorang Alchemist hanya boleh meminta ramuan keabadian itu satu kali." Ia sengaja mengucapkan kalimatnya perlahan-lahan seolah ingin menekankan maksudnya agar London mau memikirkan ulang permintaannya. "Kalau nanti kau bertemu manusia biasa yang ingin kaunikahi... kau tidak akan menerima ramuan lagi."     

London menggeleng dengan tegas. "Aku tidak akan meminta ramuan lagi. Aku akan mencari istri dari kalangan alchemist."     

"Kau harus memikirkannya baik-baik, sungguh..." Aldebar melipat kedua tangannya di dada.     

Baginya gampang saja membuatkan ramuan keabadian dan ia mempunyai hak untuk memilih orang-orang tertentu agar menjadi manusia abadi. Hingga saat ini ia telah memberikan ramuan keabadian kepada 15 orang ksatria tangguh yang ditemuinya untuk menjadi pengawalnya, dan bersama-sama dengannya menjaga keamanan ramuan itu dan formulanya.     

Tetapi khusus untuk pasangan yang berasal dari manusia biasa, aturan tetaplah aturan. Seorang anggota klan hanya boleh menerima ramuan keabadian satu kali untuk pasangan mereka. Aturan ini dibuat agar para alchemist bersikap lebih bijak dan sungguh-sungguh memikirkan dengan siapa mereka ingin menghabiskan seumur hidup mereka. Pengecualian hanya diberikan kepada anak yang lahir di luar klan.     

"Paman... bukankah, Papa pernah menerima ramuan itu dua kali? Waktu itu Papa memberikan satu ramuan untuk mantan tunangannya, sebelum ia bertemu Mama." Tiba-tiba Rune datang mendekat dan ikut berbicara. "Setelah mereka menikah, Mama juga mendapatkan ramuan dari Paman Aldebar, kan? Pengecualian apa yang diterima Papa waktu itu?"     

Aldebar menoleh dan tersenyum. "Oh... Ibu kalian meminum ramuan yang seharusnya menjadi jatah Paman. Kau tahu sendiri Paman tidak berniat menikah. Jadi waktu ayah kalian dulu datang ke Jerman dan bilang bahwa dia akhirnya merasakan jatuh cinta dan tidak bisa hidup tanpa ibumu... Paman tentu harus membantunya."     

"Oh..." London dan Rune saling pandang keheranan. Mereka tidak pernah mendengar cerita ini sebelumnya.     

London masih tidak goyah. Ia sama sekali tidak keberatan mengambil jatah ramuannya untuk diberikan kepada L. Tanpa ramuan itu L tidak akan dapat melahirkan anaknya, dan bila sampai itu terjadi, ia pun tidak akan punya alasan untuk hidup lagi. Untuk apa hidup muda selamanya jika ia harus menguburkan anaknya bahkan sebelum anak itu dapat dilahirkan?     

"Aku akan mencari istri dari kalangan alchemist atau aku tidak akan pernah menikah," jawabnya dengan keras kepala.     

Aldebar akhirnya mengangguk. "Baiklah, kalau begitu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.