The Alchemists: Cinta Abadi

Piknik



Piknik

2Tidak sampai sepuluh menit kemudian Nicolae dan kedua anaknya sudah melaju di jalan dengan mobil pria itu menuju Manhattan. Altair dan Vega tampak sangat antusias membahas apa yang baru saja terjadi di kantor polisi.     

"Gila! Dean keren sekali!! Kau lihat betapa pucat wajah ayah dan paman Charles di kantor polisi tadi?" tanya Altair. "Mereka benar-benar tidak berkutik."     

"Benar. Supaya tidak masuk penjara, gantian Charles yang harus meminta maaf kepadamu," kata Vega dengan senyum lebar. "Lain kali, kalau si Charles itu maca-macam, Dean bilang kita tinggal meneleponnya."     

"Iya.. dan yang paling seru, Dean tidak membongkar rahasia kita. Orang-orang di sana mengira Dean itu saudara jauh kita, sehingga ia yang datang mengurusi kasus tadi. Tidak akan ada yang mengira macam-macam," Altair melanjutkan. "Kita tidak perlu pindah sekolah."     

Nicolae tersenyum mendengar celotehan mereka berdua. Ia juga senang karena Altair dan Vega bisa tetap bersamanya sampai mereka lulus SMA seperti rencana mereka. Memang menelepon Terry tadi adalah keputusan yang tepat, pikirnya.     

SMS dari sahabatnya itu masuk ketika Nicolae tiba di depan gerbang mansion besar keluarga Schneider yang kini ditempati Aleksis dan Alaric. Secara otomatis gerbangnya membuka karena telah mengenali mobilnya dan wajah-wajah mereka yang ada di dalamnya.     

Setelah memarkirkan mobilnya Nicolae membaca SMS dari Terry.     

[Dean sudah melaporkan semuanya kepadaku. Lain kali kalau ada apa-apa, kalian bisa langsung menghubunginya. Ia akan menjaga kerahasiaan kalian.]     

[Terima kasih. Kau yang terbaik.] Nicolae segera menuliskan balasannya.     

Ia memasukkan ponselnya ke saku dan menggiring Altair dan Vega masuk ke dalam mansion.     

"Heii... kalian datang tepat waktu, kami sedang menyiapkan piknik di halaman belakang," sambut Aleksis yang tampak semakin hari semakin cantik. Rambutnya yang berwarna madu disanggul anggun di atas kepalanya. Ia memeluk Nicolae dan mencium pipi kedua anaknya.     

Sepasang anak lelaki sangat tampan berambut ikal cokelat dan mata ungu berusia enam tahun segera menghambur kepada Nicolae dan mengalungkan tangan mereka di leher paman tersayang mereka. Walaupun mereka bertemu Nicolae setiap minggu, Ireland dan Scotland selalu bersikap seolah mereka sudah bertahun-tahun tidak berjumpa.     

"Heiiii... apa kabar, Ireland? Scotland? Kalian melakukan apa saja hari ini?" tanya Nicolae dengan gembira sambil bergantian mencium pipi dan rambut kedua keponakannya yang berwajah serupa itu.     

"Kami sedang belajar menggambar," jawab Ireland dengan nada manja.     

"Sesudah itu kami membantu Mama membuat kue," Scotland menyambung.     

"Wahh.. hebat sekali! Paman mau  makan kue buatan kalian," katar Nicolae senang.      

Ireland dan Scotland melepaskan pelukan mereka dari leher Nicolae dan masing-masing menarik tangan kanan dan kirinya melintasi ruang tamu yang sangat besar menuju ke halaman belakang yang berisi taman besar dan cantik serta kolam renang. Di ujung taman, di atas hamparan rumput tebal, tampak Alaric menebarkan selimut piknik dan menata makanan dan minuman bagi mereka.     

"Hei.. kalian sudah datang," sapa Alaric. Ia tampak sangat telaten mengatur beberapa gelas dan sirup serta kue-kue. Di sampingnya ada beberapa buku bacaan.     

Nicolae bisa melihat betapa saudaranya sangat menikmati kehidupan tenang bersama keluarganya. Ia ikut senang melihat Alaric bahagia. Kini setelah kedua anak bungsunya semakin dewasa, Alaric dan Aleksis sudah tidak terlalu repot mengurusi  bayi-bayi, dan hidup mereka tampak semakin ringan dan menyenangkan.     

"Asyik juga piknik di sini," kata Nicolae sambil menghempaskan tubuhnya di rumput tebal dan memejamkan matanya.     

Alaric hanya tersenyum mendengar kata-kata Nic. "Cuaca sangat bagus."     

Satu persatu anak-anaknya bergabung di selimut piknik dan mulai menuang minuman dan mengambil kue dan buah untuk diri mereka sendiri. Nicolae masih berbaring dan memejamkan mata. Ia selalu senang berada di tengah keluarga adiknya. Setelah kecanggungannya terhadap Aleksis menghilang enam tahun yang lalu, ia sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama mereka.     

Ia sangat menyanyangi Alaric dan keponakan-keponakannya yang menggemaskan. Tentu saja, Altair dan Vega bahkan sudah dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri, karena  ia ikut membesarkan mereka sejak kecil. Mereka bahkan masih memanggilnya Papa hingga sekarang.     

Lalu si kembar identik yang sangat menggemaskan, Ireland dan Scotland, sejak mereka bisa berjalan dan bicara, mereka selalu menempel kepadanya. Mereka berempat membuat Nicolae sangat bahagia. Kadang-kadang terselip sedikit rasa iri dan kesedihan karena ia sendiri telah kehilangan calon anaknya sebelum dilahirkan, enam tahun lalu.     

Ahh.. peristiwa itu sudah sangat lama berlalu. Nicolae hanya bisa mengenang Marie diam-diam agar tidak membuat keluarganya kuatir. Ia menyimpan foto Marie dan Nyonya Lu di kamarnya hingga kini. Pelan-pelan kesedihannya berkurang karena ia banyak menghabiskan waktu bersama keluarga Alaric.     

Sejak peristiwa waktu itu, Nicolae masih jarang tersenyum, dan ia sangat jarang pergi berkencan, walaupun Terry banyak menjodohkannya dengan gadis-gadis cantik. Bahkan di universitas, tidak sedikit dosen dan mahasiswa yang berusaha memikat hatinya. Tetapi Nicolae sadar, ia hanya akan tertarik untuk berkencan dengan beberapa wanita yang memiliki kemiripan fisik dengan Marie.     

Ia sadar betul, selama hal itu masih terjadi, maka ia masih belum bisa melupakan Marie dan melanjutkan hidup.     

"Altair dan Vega akan ikut karyawisata ke Paris sesudah ujian semester," kata Aleksis tiba-tiba. "Aku terpikir untuk ikut ke Paris. Apakah kau mau ikut juga?"     

Nicolae membuka matanya dan menatap Aleksis dengan kening berkerut. "Apa itu tidak berlebihan? Mereka sudah mulai besar dan perlu untuk mengalami jalan-jalan bersama teman-temannya keluar negeri. Kalau kalian ikut terus, bagaimana mereka bisa mandiri?"     

"Benar juga," Alaric mengangguk. "Istriku ini terlalu kuatir. Itu saja."     

"Mereka kan baru 16 tahun... Mereka belum pernah bepergian sendiri seperti itu," protes Aleksis.     

"Uhm... mereka tidak pernah sendirian. Kau selalu memberikan pengawal pribadi untuk mengawasi  mereka di mana pun," kata Nicolae sambil menggeleng-geleng. "Kau tentu tidak ingin Altair dan Vega menjadi cengeng."     

"Bukan itu maksudku... Aku hanya merasa lebih nyaman kalau ada orang dewasa dari kita yang ikut mengawasi mereka," kata Aleksis lagi.     

Nicolae mengeluarkan ponsel dan meneliti jadwalnya. "Akhir bulan aku sudah libur mengajar. Aku bisa saja mampir ke Paris sebelum ke Grosetto. Jadi aku akan dapat mengawasi Altair dan Vega untuk kalian. Bagaimana?"     

"Ahh.. kau tidak keberatan? Aku akan senang sekali..." kata Aleksis dengan nada penuh terima kasih.     

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan mampir ke Paris untuk mengawasi mereka," kata Nicolae. Ia mengambil sebutir apel dan menggigitnya,     

Mereka berpiknik dengan gembira selama satu jam, menikmati makanan, minuman, permainan, dan membaca buku. Pukul 6 sore, saat matahari  masih tinggi di angkasa, mereka menyudahi piknik dan Nicolae permisi hendak mengunjungi Terry untuk minum bersama sebelum ia pulang ke apartemennya.     

Altair dan Vega akan tinggal di Mahattan sampai hari Senin ketika mereka kembali bersekolah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.