The Alchemists: Cinta Abadi

Di Kantor Polisi



Di Kantor Polisi

1Sepuluh menit kemudian dari pintu gerbang kompleks apartemen terlihat dua buah mobil polisi masuk ke pekarangan. Nicolae yang melihat kedatangan mereka dari balkon tempatnya duduk segera bersiap untuk menyambut mereka.     

[Aku sudah bicara dengan Dean. Dia bilang kalian ikut saja dulu ke kantor polisi. Dia akan menemui kalian di sana.]     

Masuk SMS dari Terry ke ponsel Nicolae tepat sebelum terdengar bunyi bel di interkom dari lobi.     

"Selamat siang, Tuan Medici, kami ke sini hendak menjemput anak-anak Anda. Tolong bukakan pintunya." Terdengar suara polisi dari  interkom.     

"Anak-anak, kalian sudah selesai makannya? Kita ke kantor polisi saja dulu ya. Paman Terry menyuruh kita ikut prosedur dulu biar tidak terlalu mencurigakan. Nanti Dean akan menemui kita di sana," kata Nicolae sambil mengambil jaketnya dan menuju pintu.     

Dean McDermott adalah kepala bagian legal di Schneider Group, pengacara perusahaan paling sukses di Amerika. Ia sangat disegani oleh semua orang yang belajar hukum di negara itu. Selain karena prestasinya sendiri, juga karena ayahnya adalah jaksa agung yang terkenal sangat keras dan ditakuti.     

Sebenarnya membawa Dean untuk mengurusi kasus perkelahian remaja seperti ini sama seperti membawa rudal untuk membunuh nyamuk, terlalu berlebihan. Terry bisa saja mengirim pengacara biasa dari departemen legal, tetapi ia sengaja ingin memberi efek kejut kepada orang yang berani-berani hendak menindas keponakan kesayangannya.     

Altair dan Vega telah berganti pakaian rapi dan membawa tas ransel masing-masing. Rencananya, setelah pulang dari kantor polisi, mereka akan langsung ke mansion orang tua mereka dan menghabiskan akhir pekan mereka di sana. Mereka berjalan keluar apartemen mengikuti langkah Nicolae.     

Di lobby, mereka bertiga melihat ada empat petugas polisi yang berdiri menunggu mereka. Wajahnya keempatnya tampak tidak ramah dan terganggu karena harus mengurusi kasus remeh seperti ini. Mereka dipaksa untuk menjemput dua remaja yang katanya menganiaya keponakan kepala polisi. Tadinya mereka mengira akan menemukan dua orang remaja berandalan yang berpenampilan seperti preman.     

Tetapi kini saat melihat Altair dan Vega yang tampak sangat rapi dan rupawan, sama sekali tidak terlihat seperti anak nakal, apalagi berandalan, mereka menjadi saling pandang keheranan.      

"Selamat sore, Pak. Ini anak-anakku, mereka akan ikut ke kantor polisi dengan sukarela untuk meluruskan semuanya. Tapi kami akan naik mobilku saja ya. Kalian bisa mengawal kami di depan dan di belakang. Kami tidak akan melarikan diri," kata Nicolae sambil tersenyum ramah.     

Seorang petugas perempuan yang melihat senyumnya, seketika meleleh dan mengangguk cepat. Toh mereka juga tidak punya alasan untuk mencurigai kedua anak itu akan kabur. Mereka tampak tenang menunggu kehadiran polisi. Kalau mereka memang berniat kabur, tentu sudah dari tadi mereka melakukannya.     

"Baiklah," kata petugas wanita itu. Teman-temannya mau tidak mau hanya bisa mengiyakan. "Kalian mengikuti di belakang mobilku, rekanku yang lain akan mengawal kalian dari belakang."     

"Terima kasih." Nicolae membungkuk sedikit kepada wanita itu dan memberi tanda kepada Altair dan Vega untuk mengikutinya. Mereka bertiga masuk ke mobil Nicolae yang diparkir di depan gedung apartemen dan segera bergerak mengikuti mobil polisi pertama yang telah keluar duluan. Di belakang mereka, mobil polisi yang kedua segera membuntuti mereka.     

"Hahaha... ini lucu sekali. Sekarang justru polisi yang mengawal kita untuk pergi ke kantor polisi..." tukas Altair. Ia menyikut Vega. "Kapan lagi kita bisa merasakan yang seperti ini, kan?"     

Vega hanya mendelik melihat sikap antusias saudaranya. "Ini karena kau terlalu sering jual pesona kepada gadis-gadis di sekolah itu. Setiap kali kau berkelahi, pasti karena perempuan. Memalukan..."     

"Eh.. itu bukan salahku, ya. Mereka yang suka kepadaku. Aku tidak pernah menjajakan diri biar disukai  banyak perempuan," tukas Altair. "Kau sendiri banyak disukai laki-laki, tapi karena kau perempuan, tidak ada yang memukulmu."     

"Iishhh... itu karena aku tidak pernah memberi harapan kepada siapa pun. Jadi tidak ada yang dirugikan," balas Vega. "Seharusnya kau mengumumkan saja kau sudah punya pacar, biar perempuan-perempuan itu berhenti mengejarmu. Norak sekali. Perempuan kok mengejar laki-laki..."     

Nicolae hanya bisa mengerutkan keningnya mendengar anak-anaknya membicarakan tentang pacaran dan perempuan mengejar laki-laki. Tanpa sadar ia memijit keningnya.     

"Astaga... kalian itu MASIH KECIL... Kenapa sudah bicara pacaran segala???" tukasnya cemas. "Kalian harus menunggu setidaknya sampai kalian berumur seratus tahun."     

Altair dan Vega saling pandang dengan mata membulat. Lalu sesaat kemudian keduanya tertawa.     

"Astaga... Papa... kolot sekali," kata Vega di tengah tawanya. "Hanya orang-orang zaman dulu yang menunggu selama itu. Lihat saja Paman London dan Mama... mereka semua menemukan cinta di usia muda dan mereka sangat berbahagia. Kalau kita bisa menemukan kebahagiaan lebih awal, bukankah lebih baik?"     

"Eh... apa katamu? Mereka itu kasus unik, ya. Seharusnya orang-orang kita tidak semudah itu dalam memikirkan cinta dan pasangan. Lagipula kalian ini baru 16 tahun." Walaupun ia berkata begitu, Nicolae tahu ia mungkin tak akan dapat mengubah pikiran kedua anak ini. Ia hanya menggeleng-geleng dan memfokuskan pandangannya ke jalanan.     

Mereka tiba di kantor polisi sepuluh menit kemudian. Di sana telah menunggu Ron Gilbert dengan anaknya, Charles yang menatap mereka bertiga dengan pandangan menyeringai.     

"Kau akan tahu akibatnya, Medici!" kata Charles dengan suara  penuh kemenangan. "Pamanku adalah kepala kepolisian sini. Ia akan memastikan kau dan adikmu itu masuk penjara karena menganiayaku..."     

Ron Gilbert melipat kedua tangannya di dada. Ia tampak mengerutkan bibirnya dengan ekspresi muak. Ia tampak seperti tukang jagal haus darah yang ingin segera membantai hewan berikutnya dengan kapak yang ada di  tangannya. Nicolae hanya bisa geleng-geleng melihat ada orang yang bisa tampak demikian keji, apalagi hanya karena perkelahian remaja.     

"Ayo masuk!" terdengar suara menggeram dari belakang mereka dan ketika Nicolae menoleh ia melihat seorang laki-laki bertubuh besar dan berwajah bengis keluar dari sebuah ruangan dan menghalau mereka masuk ke ruang interogasi.     

"TUNGGU DULU." Belum sempat ia mendorong mereka ke ruangan itu, tiba-tiba terdengar suara menggelegar dari arah pintu depan. Semua segera menoleh ke belakang dan menemukan seorang lelaki berumur 40-an yang rapi, dengan setelan jas sangat mahal dan sepatu kulit mewah. Di pergelangan tangan kanannya tersemat jam dari koleksi merek paling mahal di dunia. Wajahnya tampak dingin dan membuat gentar siapa saja yang melihatnya, apalagi ketika ia melepaskan kaca mata hitam yang menutupi matanya.     

Sepasang mata abu-abunya yang tajam dan terlihat bengis segera membuat semua orang bergidik.     

"Lho.. mau apa Pengacara McDermott ke sini?" gumam Ron Gilbert.     

Siapa yang tidak kenal Dean McDermott di  dunia hukum di Amerika dan di tingkat internasional. Lelaki itu belum pernah sekali pun kalah dalam kasus yang dipegangnya. Reputasinya terkenal ke seluruh penjuru dan hampir semua orang yang belajar hukum tahu siapa dirinya.     

Ron Gilbert, kepala polisi, dan beberapa perwira senior di situ mengenal siapa Dean McDermott, dan mereka segera diliputi keheranan, mengapa pria mengesankan itu sekarang ada di kantor polisi ini.     

"Selamat siang, Tuan McDermott," sapa kepala polisi dengan ramah. "Ada yang bisa kami bantu?"     

Dean mengangguk acuh. Ia mengangguk pelan ke arah Nicolae dan si kembar.     

"Maafkan saya datang terlambat, tadi saya sedang di tengah sidang arbitrase kasus lain. Kalian baru tiba?" tanyanya.     

Nicolae balas mengangguk. "Kami juga baru tiba kok. Para polisi ini memperlakukan kami dengan baik. Kurasa ini hanya salah paham di antara dua orang anak SMA."     

Dean menyipitkan matanya. "Kalau Tuan Altair dianiaya anak itu, kita harus mengambil jalur hukum. Anak itu lebih tua darinya, malahan kakak kelasnya di sekolah. Aku yakin ia bisa kita tuntut dan diadili sebagai orang dewasa. Kalau ini merupakan pelanggarannya yang kedua, dia bisa masuk penjara selama lima tahun."     

Kata-kata Dean membuat orang-orang yang ada di situ terkesiap. Charles yang tidak mengetahui siapa Dean dan bagaimana reputasinya segera berteriak marah. "Hei! Jangan sembarangan kau, ya.. Aku di sini yang menjadi korbannya! Dia yang harus masuk penjara. Brengsek!"     

Mendengar kata-kata Dean barusan, justru Ron Gilbert menjadi  pucat. Ia buru-buru membekap mulut anaknya. Dalam hati ia merasa jerih. Tadinya ia akan memberi pelajaran kepada anak yang memukuli Charles dengan menggunakan koneksinya di kantor polisi, yaitu adiknya sendiri.     

Tetapi, siapa nyana, anak brengsek itu ternyata mengenal Dean dan sekarang Dean justru dengan santai mengatakan akan membalikkan kasus itu dan membuat Charles dipenjara. Ron sudah mengetahui reputasi Dean dan ancaman halus Dean untuk menghukum anaknya sama sekali tidak dianggap remeh oleh Ron.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.