The Alchemists: Cinta Abadi

Kau Sudah Punya Kekasih???



Kau Sudah Punya Kekasih???

1"Kalian datang tepat waktu," komentar Caspar saat melihat kehadiran London dan L di ruang duduk villa utama. Ia mengangkat Lily yang tampak mulai cemberut dan mengunjukkannya kepada orang tuanya. "Lily sepertinya sudah bosan denganku."     

Saat Caspar mengatakan hal itu tampak wajahnya sedikit kecewa. L buru-buru mengambil anaknya dari tangan Caspar dan mengucap terima kasih. Ia mencium pipi Lily yang segera tertawa kecil karena dicium sang ibu.     

Untungnya kesedihan Caspar tidak berlangsung lama. Dari pintu villa yang terbuka ia telah melihat kedatangan anak sulungnya dan Alaric yang masing-masing menggendong bayi kembar mereka.     

"Aha...! Kalian datang tepat waktu," Caspar mengulangi ucapannya kepada Aleksis dan segera wajahnya berubah menjadi cerah kembali. "Aku sudah kangen pada bocah-bocah kecil ini."     

Finland yang melihat kelakuan suaminya hanya bisa menahan tawa sendiri. Ia juga mendekat dan menghampiri Alaric yang sedang menggendong Scotland.     

"Kemarikan si kecil, biar Mama yang menggendongnya. Kalian bisa beristirahat dulu dan membereskan barang-barang di kamar kalian," kata Finland dengan gembira.     

"Ah.. terima kasih," kata Alaric sambil menyerahkan bayinya ke tangan ibu mertuanya. Aleksis juga sudah menyerahkan Ireland kepada Caspar yang sudah mencium-cium rambut dan pipinya hingga Ireland tertawa kegelian.     

"Kami membereskan barang-barang dulu," kata Aleksis. Ia menoleh ke belakang dan menunggu dengan sabar  kedatangan Lauriel dan kedua anak sulungnya yang berjalan sambil mengobrol. Tepatnya Altair dan Vega sedang bercerita banyak hal kepada Lauriel dan kakek mereka mendengarkan dengan penuh perhatian. "Ayah, anak-anak... kita bereskan barang-barang kita dulu di bangunan sebelah dan mandi. Sebentar lagi kita akan makan malam bersama."     

Lauriel dan si kembar mengangguk.     

"Mama duluan saja dengan Ayah," kata Altair sambil melambaikan tangannya. "Nanti kami menyusul."     

"Jangan lama-lama," kata Aleksis. Setelah melihat anak-anaknya mengangguk, Aleksis lalu menarik tangan suaminya naik ke lantai dua dan menuju ke bangunan khusus untuk mereka. Beberapa staf membantu membawakan beberapa barang keluarga kecil itu.     

Setelah Aleksis dan Alaric menghilang ke lantai dua, Terry dan Nicolae yang baru selesai mandi terlihat menuruni tangga dari bangunan sebelah. Begitu Vega melihat sosok Nicolae, ia segera menghentikan celotehannya dan segera berlari menghambur ke arah pria itu.     

"Papaaaa...!!! Papa sudah tiba? Aku pikir masih belum..." seru anak perempuan itu dengan gembira.     

Nicolae tampak sangat senang melihat Vega dan Altair. Dengan spontan ia menangkap tubuh Vega yang menghambur kepadanya dan mengangkatnya sambil berputar di udara.     

"Wahhh... kau sudah bertambah tinggi!" serunya. Ia memutar Vega beberapa kali lalu meletakkan anak itu di lantai dengan antusias. Altair juga sudah menghampirinya dan segera memeluk Nicolae begitu Vega diturunkan.     

"Papa... Kenapa tidak ke Singapura dan mengunjungi kami?" tanya Altair dengan nada kecewa. "Papa juga sudah jarang menelepon."     

Nicolae mengusap-usap rambut Altair dan berkata dengan suara serius. "Papa agak sibuk menyiapkan rumah untuk kalian di New York, supaya kalian bisa berkunjung. Nanti Papa janji akan mengunjungi kalian."     

"Kapan?" Altair yang cerdas segera meminta kepastian waktu. Ia tidak mau diberi janji kosong.     

"Wahahaha.. sebentar lagi," jawab Nicolae. "Sebentar lagi."     

Ia mengangkat wajahnya dan beradu pandang dengan ayahnya yang menatapnya dengan ekspresi serius, seolah memperingatkannya untuk tidak membohongi kedua anak itu. Nicolae hanya bisa tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.     

"Ahem.. sebenarnya Papa Nic tidak sempat menelepon kalian karena ia sibuk berkencan dengan banyak wanita," kata Terry tiba-tiba. "Kalian seharusnya senang. Keinginan kalian terkabul."     

Nicolae menoleh dan menyipitkan matanya ke arah Terry. "Terry.. jangan bicara sembarangan di depan anak kecil."     

Tetapi orang yang ditegurnya sama sekali tidak peduli dan hanya tertawa-tawa. Ia menggendong Vega dan mencium pipinya lalu membawa anak itu duduk di sofa yang menghadap ke kolam renang. "Ayo sini duduk dengan Paman. Paman mau bergosip tentang Papa Nic kalian."     

"Terry!" Nicolae menjadi sewot, tapi ia tahu ia tak dapat berbuat apa-apa kepada Terry. Sementara Altair yang sudah mendengar kata-kata Terry segera berlari dengan semangat dan duduk di sampingnya di sofa.      

Ketiga orang itu memasang wajah saling berkomplot dan mulai kasak-kusuk bersama di sofa, sibuk membahas kehidupan cinta Nicolae. Di saat terakhir mereka bertemu, saat peringatan hari ulang tahun pernikahan Aleksis dan Alaric di Targu Mures lalu, Alaric dan Vega memang meminta agar Terry membantu mereka mencarikan jodoh untuk Papa Nic. Kedua anak ini sangat ingin mengetahui hasilnya.     

Nicolae akhirnya hanya bisa menggeleng-geleng melihat kelakuan ketiganya dan kemudian menghampiri ayahnya dan memeluk pria itu. "Hallo, Ayah."     

"Hmm," Lauriel hanya menggumam singkat. Ia mengerling ke arah Altair, Vega dan Terry lalu memberi sedikit pandangan kepada Nicolae tentang pendapatnya. "Mereka begitu karena menyayangimu."     

Nicolae hanya memutar matanya. "Uhm.. Ayah jangan ikut-ikutan mengurusi kehidupan cintaku. Ayah sendiri sama payahnya denganku."     

Lauriel tampak tersenyum tipis saat mendengar kata-kata anak sulungnya itu. Ada kilau sangat kecil di matanya ketika ia berkata, "Aku? Aku tidak payah."     

Lalu ia berjalan meninggalkan Nicolae yang hanya bisa berdiri kebingungan. Lauriel lalu menyapa Caspar yang sedang bermain dengan Ireland dan keduanya berdiri mengobrol di teras sambil menikmati tiupan angin sepoi-sepoi.     

"Ayah bilang dia tidak payah?" Nicolae mengerutkan keningnya. "Sebentar.. Apa maksud kata-katanya tadi."     

Ia memutar tubuhnya dan memperhatikan sosok tubuh ayahnya yang gagah dan berdiri tenang seperti biasanya. Entah kenapa rasanya ada sesuatu yang berbeda dari Lauriel hari ini.     

Tetapi apa?     

Nicolae menyipitkan matanya dan mencoba memperhatikan dengan lebih seksama. Tangan Lauriel tampak terlipat di dada sangat ia mengobrol dengan Caspar. Wajahnya yang tampan tampak serius seperti biasanya, tetapi entah kenapa matanya tampak sedikit.. ya sedikiiit berkilauan, seperti.. orang yang bahagia.     

Ketika seorang pelayan datang menghampiri mereka dengan nampan berisi wine, Lauriel mengambil segelas wine untuk dirinya sendiri dan menyerahkan segelas kepada Caspar. Mereka lalu saling mendentingkan gelas dan minum bersama.     

Saat tangan kanan Lauriel mengangkat gelas itulah.. Nicolae melihat ada sesuatu yang berbeda pada pergelangan tangannya.     

Ada sehelai gelang anyaman berwarna merah di pergelangan tangan ayahnya.     

Nicolae belum pernah melihat gelang anyaman itu. Mengapa tiba-tiba ayahnya mengenakan benda seperti itu? Bukankah Lauriel sama seperti Aleksis yang hampir tidak pernah menggunakan perhiasan?     

Tiba-tiba sebuah pikiran gila hinggap ke kepala Nicolae. Sepasang matanya membulat dan ia segera berjalan ke arah ayahnya dan bertanya dengan antusias.     

"Ayah! Kau sudah punya kekasih???"     

Seruan Nicolae itu mengagetkan semua orang. Tanpa sadar semua kepala segera tertuju ke arah Lauriel yang sedang menyesap wine-nya, tampak sama sekali tidak terpengaruh oleh kehebohan yang segera terjadi di sekitarnya.     

"A.. apa?" Caspar yang berdiri paling dekat dengan sahabatnya itu menatap Lauriel dengan sepasang mata membulat besar. Walaupun ia bukan orang yang punya sifat ingin tahu, tetapi khusus untuk Lauriel ia tidak dapat menahan diri dan bertanya, "Lauriel... apakah itu benar?"     

Lauriel tidak menjawab. Ia tidak terpengaruh dan tidak memberikan tanggapan apa pun. Finland, Nicolae, Caspar, Terry, Altair, dan Vega, semua menatapnya dengan wajah bertanya-tanya. Mereka sangat berharap Lauriel akan menjawab ya atau tidak.     

Kalau ia menjawab tidak, maka tidak ada bedanya dulu dan sekarang. Mereka tahu ia dari dulu terkenal sebagai orang yang penyendiri dan tidak bisa melupakan kekasihnya, Putri Luna yang telah meninggal.     

Tetapi kalau Lauriel menjawab 'ya'.. maka...     

Pertanyaan selanjutnya adalah.. siapa? Di mana? Bagaimana? Dan masih diikuti oleh sejuta pertanyaan lagi.     

"Ayah..." kata Nicolae sekali lagi.. Ia berusaha membaca ekspresi ayahnya, tetapi tidak dapat menemukan jawaban apa pun di sana. Sungguh sulit membaca ayahnya.      

"Kalian terlalu ingin tahu." Akhirnya Lauriel menjawab juga. Tetapi ia masih tidak memberikan konfirmasi apa pun. Ia menghabiskan wine di gelasnya dan duduk di sofa di samping Vega yang menatapnya dengan sepasang mata bulat.      

Pria itu tampak jelas menikmati rasa penasaran orang-orang di sekitarnya akan status hubungannya. Namun, ia tidak akan semudah itu memberikan apa yang mereka mau. Sudah lama ia tidak mempermainkan orang lain, pikirnya. Ini bisa menjadi hiburan yang menyenangkan.     

Melihat ayahnya memilih tidak menjawab, Nicolae tidak memaksa lagi. Ia ingat Aldebar memiliki veritaserum. Tidak ada gunanya memaksa seorang mantan bajak laut untuk membuka rahasianya. Aku akan menggunakan cara halus, pikir Nicolae.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.