The Alchemists: Cinta Abadi

Malam Ini, Semua Berakhir Di Sini...



Malam Ini, Semua Berakhir Di Sini...

2Pukul enam sore, tiba-tiba Danny Swann menerima panggilan telepon dari pembunuh bayaran yang disewanya. Ia buru-buru mengangkat ponselnya dan bertanya, "Ada apa? Kenapa kalian menelpon sekarang? Bukankah aku sudah membayar sesuai permintaan kalian?"     

Suara di ujung sana terdengar tertawa dan kemudian menjawab dengan singkat.     

"Target sudah dihabisi."     

Danny merasa sangat terkejut. Ia tidak mengira tugas yang diberikannya kepada kelompok pembunuh bayaran ini dapat dilakukan dengan sangat cepat. Tadinya ia mengira mereka akan membutuhkan waktu setidaknya beberapa hari untuk dapat membuat perencanaan yang baik dan membunuh L serta bayinya.     

Ia mengerutkan kening, berusaha mencerna kata-kata yang didengarnya di ujung telepon.     

"Kalian serius, Marianne sudah mati? Anaknya juga?" tanyanya berusaha memastikan.     

"Benar," kata suara di ujung telepon dengan singkat. "Saatnya kau membayar sisa biaya pekerjaan ini. Kami menunggu satu jam ke depan. Kalau tidak, kami akan mengirim semua bukti ini kepada polisi, bahwa kaulah yang membuat gadis itu mati."     

"Tidak.. Tunggu! Aku tidak siap. Tadinya aku mengira kalian akan membutuhkan waktu beberapa hari untuk membunuhnya. Aku tidak punya uang tunai sekarang," seru Danny Swann terburu-buru.     

"Kau bisa melakukan pembayaran melalui transfer ke rekening yang akan aku berikan," kata suara pembunuh itu.     

"Sebentar... kalau uangnya ditransfer, apakah tidak akan mudah dilacak?" Danny seketika menjadi ragu.     

"Kami tidak bodoh. Aku akan memberikan rekening yang tidak terlacak agar kau dapat melakukan pembayaran. Petunjuknya akan kuberikan setelah telepon ini kututup. Ingat, kau punya waktu satu jam maksimal untuk melakukan pembayaran. Kalau tidak, aku akan segera mengirim bukti percakapan kita ini kepada polisi."     

"Tidak...  Tidak, jangan lakukan itu. Aku tentu akan membayar," kata Danny Swann dengan cemas.     

Ia segera menutup telepon dan menunggu pesan masuk dari sang pembunuh agar ia dapat mentransfer sisa pembayaran. Walaupun hal ini membuatnya sangat terkejut, ia merasa lega bahwa orang yang menjadi penghalang dirinya untuk mendapatkan seluruh harta warisan kakeknya akhirnya telah disingkirkan. Marianne De Maestri dan bayinya sekarang sudah tidak ada. Danny akan bisa mendatangi Caroline dan menikahinya.     

Begitu ia selesai melakukan pembayaran, Ia hanya perlu meminta bukti kematian Marianne dan menunggu kematian perempuan hina itu diumumkan di televisi. Danny akan berpura-pura sedih dan melakukan konferensi pers lalu kemudian mengambil semua hak warisan yang menjadi miliknya.     

Ia tak sabar peristiwa ini segera berlalu dan ia bisa kembali hidup tenang bersama Caroline.     

***     

Finland datang ke rumah London dan L untuk mengasuh Lily, sementara L nanti tampil di acara gala dinner para praktisi medis yang menghadiri konferensi medis yang diadakan suaminya. Marc secara pribadi menjaga keamanan istri tuannya  dan ia meminta agar L mengenakan penyamaran saat datang ke lokasi acara agar tidak dikenali publik.     

Gala Dinner akan diadakan di ballroom Hotel St. Laurent. Perhatian banyak orang akan tertuju ke sana, karena selain L, ada juga beberapa artis terkenal lain yang didaulat untuk mengisi acara. Sementara ini Danny Swann mengira L telah mati dibunuh, maka L tidak bisa muncul dengan gegabah.     

"Tuan, Nyonya sudah tiba," kata Marc melaporkan kepada London lewat telepon. "Aku menyuruh beliau untuk menunggu di ruang rias. Apakah Tuhan ingin bertemu dengannya sebelum beliau tampil?"     

"Tentu saja," kata London. "Tunggu aku di sana."     

Ia lalu menutup teleponnya dan segera turun dari penthouse . Ketika London sedang berjalan menuju ballroom, langkah kakinya terhenti ketika di depan pintu ballroom ia bertemu dengan Caroline.     

Gadis itu ternyata tiba lebih awal untuk menghadiri gala dinner itu bersama ayahnya dan rombongan dari rumah sakit mereka.     

"Hei, selamat malam. Kau sepertinya terburu-buru sekali," tanya Caroline sambil memamerkan senyum terindahnya.     

Gadis itu memakai pakaian yang sangat seksi untuk ukuran acara gala dinner, tetapi ia tampak sama sekali tidak terganggu. Kelihatan sekali ia sengaja tampil seksi untuk memikat sang rumah tuan rumah, yang dikiranya menaruh hati kepadanya.     

London sebenarnya merasa terganggu karena ia ingin buru-buru menuju ruang rias untuk bertemu istrinya. Tetapi karena ia masih ingin membuat Caroline lengah, ia terpaksa berhenti dan memasang senyum terbaiknya ke arah gadis itu.     

"Kau cantik sekali malam ini," pujinya berbasa-basi.     

Caroline tampak tersipu-sipu mendengar pujian dari London Schneider.     

"Ah, kau bisa saja. Kau juga tampak tampan sekali." Gadis itu dengan sikap menggoda merapikan dasi London, hingga tubuh bagian atasnya menyentuh tubuh bagian atas pria itu. Dengan sekuat tenaga London menjaga sikap, agar tidak menolakkan tubuh wanita penggoda itu jauh-jauh darinya. Caroline kemudian menepuk dasi London yang barusan dirapikannya dan mundur sedikit mengagumi hasil pekerjannya. "Kau hendak kemana? Tampaknya buru-buru sekali. Apakah aku boleh ikut?"     

London hanya mengangkat tangannya dan menggeleng-geleng. "Maaf, ada begitu banyak hal yang harus aku urus. Kau cari saja meja yang paling bagus dan duduk di sana. Nanti aku akan menemuimu."     

"Oke, baiklah," kata Caroline sambil tersenyum.     

Ia kemudian membiarkan London pergi dan hanya menatap punggung pria itu yang menjauh saat berjalan meninggalkannya.     

Di depan ruang rias, London bertemu dengan Jan yang juga baru tiba. Ia segera menyapa asistennya itu.     

"Hai, Jan..  Bagaimana semua persiapannya? Apakah sudah selesai?" tanya London.     

Jan mengangguk mantap, "Sudah, Tuan. Aku juga sudah mengundang Danny Swann untuk datang menghadiri gala dinner malam ini. Ia mengira bahwa John Wendell yang mengundangnya. Nanti kita biarkan saja mereka berdua ribut sendiri."     

"Bagus... Bagus sekali," kata London dengan puas. "Begitu semua ini selesai, aku akan membiarkanmu berlibur. Kau boleh mengambil liburan sebulan."     

Mendengar ucapan bosnya, wajah Jan tampak berseri-seri. "Benarkah? Sebulan? Tuan tidak salah?"     

"Benar, tapi tunggu hingga semua rapat tahunan berlalu dan laporan-laporan yang harus kita urus selesai dimasukkan, ya. Nanti kau bisa menggabungkan liburanmu dengan liburan Natal dan akhir tahun. Kau bisa kembali bekerja pertengahan Januari. Bagaimana? Kau bisa menghabiskan musim dingin sambil berjemur di pantai di suatu negara tropis sesuai dengan pilihanmu. Semua biaya akan ditanggung kantor."     

Jan mengangguk-angguk gembira. "Kedengarannya bagus sekali, Tuan. Aku akan sangat senang."     

"Baguslah. Kau tahu aku sangat berutang budi kepadamu. Tanpamu aku tidak bisa melakukan apa-apa. Jadi kau layak mendapatkan liburan ini."     

"Terima kasih, Tuan."     

"Baik, kalau begitu aku mau bertemu istriku dulu. Nanti kita bertemu di acara gala dinner sebentar lagi. Kau yang urus semuanya, aku tahu beres," kata London sambil menepuk bahu asistennya.     

Jan mengangguk lalu bergerak menuju ballroom untuk mengurusi pembukaan gala dinner. London mengetuk pintu ruang rias dua kali lalu membuka pintunya. Ia melihat L sedang dirias oleh seorang make up artist sambil bersenandung menyanyikan lagu yang akan ditampilkannya di acara gala dinner ini.     

Ketika melihat London datang, gadis itu menoleh dan melambaikan tangannya.     

"Selamat datang, aku sangat merindukanmu," kata L. London tersenyum mendengar istrinya kini tidak sungkan-sungkan mengungkapkan rasa rindu kepadanya.     

Sungguh L telah banyak berubah. Dulu jangankan mengungkapkan rasa rindu, tersenyum saja gadis itu sangat pelit. London mengambil tangan kanan L yang terulur kepadanya lalu mencium tangan itu dengan lembut.     

"Istriku cantik sekali," katanya memuji. "Aku akan menunggu sampai kau selesai dirias."     

"Aku sudah mau selesai kok," kata L buru-buru. Ia kemudian memberi tanda kepada makeup artist agar wanita itu pergi meninggalkan ruang rias.     

Setelah hanya tinggal mereka berdua di ruangan itu, L kemudian menghampiri London lalu duduk di pangkuannya. Gadis itu mengenakan gaun yang sangat anggun. Gaunnya berbahan beludru hingga ke mata kaki berwarna biru muda. Riasannya sangat tipis namun terlihat sangat indah di wajahnya. Seluruh penampilan L terlihat anggun dan feminin.     

Melihat betapa cantik istrinya ini, London tidak henti-hentinya merasa bersyukur. Ia merasa sebagai laki-laki yang sangat beruntung dapat memperistri L dan kini mereka dapat melalui semua masalah di antara mereka dengan sikap lebih dewasa.     

"Malam ini, semuanya berakhir di sini," kata London kepada istrinya yang mengangguk membenarkan.     

"Benar. Aku ingin mengakhiri semuanya dan memulai hidup baru bersamamu dan Lily," L memeluk leher pria itu dan kemudian mencium bibirnya. "Malam ini adalah saat terakhir aku memikirkan dendamku terhadap orang-orang yang membunuh ayah, ibu, dan adikku. Mulai besok aku akan melupakan semuanya."     

London mendekatkan wajahnya ke wajah L, lalu dengan perlahan mencium bibir gadis itu.     

"Kau sekarang sudah punya keluarga baru, Sayang. Kamilah keluargamu," katanya dengan lembut.     

L mengangguk dan wajahnya terlihat sangat tabah. Namun demikian, tak urung dua tetes air mata lolos dari masing-masing pelupuk matanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.