The Alchemists: Cinta Abadi

Makan Malam Dengan Caroline



Makan Malam Dengan Caroline

2"Pemandangan dari sini tampak indah sekali," kata Caroline sambil menoleh kearah London. Pria itu mengangguk dan mengembangkan tangannya.     

"Terima kasih. Ini adalah tempat favoritku untuk melihat matahari terbenam," katanya sambil menatap Caroline.     

"Ah, terima kasih kau mau membagikan pemandangan indah ini kepadaku. Aku merasa terhormat," balas gadis itu dengan senyum lebar.     

London hanya mengangkat bahu mendengar kata-kata Caroline. "Senyumanmu membuat pemandangan ini menjadi lebih indah."     

Dalam hati, pria itu berharap kata-kata rayuan yang barusan diucapkannya cukup ampuh untuk menggerakkan hati Caroline Wendell. Ia merasa dirinya bukanlah seorang pria yang pandai bermain dengan kata-kata.     

Selama ini ia hanya terbiasa merayu L, karena ia memang tulus mencintai istrinya itu. Tetapi ia tidak pernah mengucapkannya kepada perempuan yang lain, apalagi tanpa adanya perasaan cinta. Kali ini ia merasa harus melakukannya, karena tujuannya kali ini adalah untuk membuat Caroline mengira ia tertarik kepadanya. Ia ingin membuat gadis itu meninggalkan Danny Swann dan memecah belah hubungan antara keluarga Swann dan keluarga Wendell.     

"Kau pandai berkata-kata," cetus Caroline sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah. Ia senang London Schneider memuji senyumnya. Hal ini membuatnya yakin bahwa pria itu memang menyukainya. "Aku yakin kau mengucapkan itu ke banyak wanita."     

London menggeleng. "Sama sekali tidak. Aku ini lelaki sibuk yang tidak sempat berkencan. Asistenku sampai harus mencarikanku teman kecan lewat dating website. Kau pasti sulit percaya ini..."     

"Oh, ya? Benarkah? Aku belum pernah berkencan dengan orang lain yang kutemui lewat internet. Kau harus cerita kepadaku tentang pengalamanmu itu... hahaha..." Caroline tadinya mengira London bercanda, namun gadis itu segera melihat bahwa pemuda itu serius dengan kata-katanya. "Astaga... kau serius? Apakah kencannya berhasil?"     

London menggeleng. "Tentu saja tidak. Kalau ada yang berhasil, aku tidak akan mengajakmu makan malam di sini."     

"Ah, benar juga." Caroline mengangguk-angguk.     

"Sudah hampir waktunya untuk makan malam. Mari kita masuk ke dalam. Aku sudah mengundang beberapa chef kelas dunia untuk memasak makan malam bagi kita."     

Caroline tampak sangat terkesan mendengar kata-kata London. Makan malam dengan mengundang chef kelas dunia untuk memasak bagi mereka! Whoaaa... hanya orang super kaya yang akan melakukan hal seperti ini, pikirnya.     

Benar saja. Lima menit kemudian terdengar bunyi deringan bel dan masuklah seorang chef dan dua asisten yang datang membawa peralatan mereka.     

"Terima kasih," kata Caroline dengan terkagum-kagum. "Kau membuatku sangat terkesan."     

"Wahaha... maaf aku hanya pamer sedikit. Aku memang ingin membuatmu terkesan. Misi berhasil!" kata London Schneider.     

"Ini berlebihan, tapi terima kasih. Aku merasa spesial," kata Caroline dengan wajah tersipu-sipu. "Kau sangat baik kepadaku."     

"Sebenarnya, ini bukan apa-apa," kata London lagi. "Tadinya aku ingin mengajakmu makan malam di tempat umum yang mewah. Namun kemudian aku mendapat berita bahwa sebenarnya kau sudah memiliki kekasih dan aku merasa tidak enak untuk membuat hubunganmu dan kekasihmu menjadi renggang karena aku mengajak makan malam di luar."     

London bicara sambil menuangkan segelas wine dan menyerahkannya kepada Caroline. Gadis Itu tampak terhenyak mendengar kata-kata pria itu.     

"Aku tidak punya kekasih. Apa maksudmu?" tanya gadis itu keheranan.     

"Sebenarnya saat kita pertama kali bertemu di London, aku merasa kau adalah seorang gadis yang sangat menarik. Karena itulah aku mengajakmu untuk bertemu kembali saat kau datang ke Berlin. Namun, tadi pagi aku mendengar bahwa ternyata kau sudah memiliki seorang kekasih. Aku jadi tidak enak sudah mengundangmu makan malam." London menjelaskan sambil menyesap wine-nya.     

Caroline tampak terkejut mendengar kata-kata London. Ia meletakkan gelasnya dan menggeleng-geleng. "Bukan. Kau pasti salah mengira. Sebenarnya aku dan Danny Swann adalah teman lama. Itu saja. Kami sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi."     

"Benarkah? Jadi berita yang kudengar itu salah?"     

"Iya, itu salah. Sebenarnya yang terjadi adalah, kami pernah berpacaran suatu kami masih remaja. Kami sebenarnya hanya teman dari masa kecil. Sekarang kami sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi karena ia dipaksa kakeknya untuk menikah dengan anak dari teman keluarga." Caroline menjadi sedikit panik. Ia sama sekali tidak ingin dilibatkan dengan Danny Swann saat seorang pria sekaya London Schneider terlihat menyukainya.     

"Oh... kalau tidak salah aku pernah membaca berita tentang ini di internet. Apakah benar Danny Swann menikah dengan penyanyi itu? Siapa namanya... L bukan? Mereka memang dijodohkan oleh kakek masing-masing?" tanya London memastikan.     

Caroline segera mengangguk.     

"Benar. Mereka memang dijodohkan. Itu sebabnya Aku memutuskan hubunganku dengan Daniel karena ia lebih memilih menikah dengan gadis itu untuk mendapatkan warisannya. Aku pikir dia lebih memilih uang daripada diriku. Jadi aku merasa tidak ada gunanya lagi mempertahankan hubungan."     

"Jadi, apa benar mereka memang sudah menikah sekarang?"     

"Entahlah. Aku tidak mau ikut campur lagi dengan urusannya. Aku sudah tidak ada hubungannya dengan Daniel Swann." Caroline mengangkat bahu.     

"Benarkah? Karena kalau memang kau sudah tidak ada hubungan dengan Danny Swann, aku tidak akan segan-segan."     

Caroline menyentuh tangan London dan meremasnya. "Benar, aku tidak ada hubungan sama sekali dengannya."     

"Hmm... baiklah. Tetapi mungkin dia tidak tahu bahwa hubungan sudah kalian sudah berakhir. Dari berita yang kudengar tadi pagi, ia bahkan datang ke Berlin untuk mengejarmu.  Mungkin kau terlalu baik dan belum memberitahunya apa yang kau pikirkan." London menarik tangannya dari  genggaman tangan Caroline dan gadis itu tampak kecewa.     

"Aku akan memastikan dia mendengarnya. Aku dan dia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi." Gadis itu akhirnya mengangguk dengan ekspresi penuh tekad. "Aku akan bertemu dengannya malam ini dan menuntaskan hubungan di antara kami."     

"Kau akan melakukan itu?" tanya London.     

"Benar. Maksudku, sudah saatnya aku mem bertindak tegas," jawab Caroline.     

London mengangguk. "Baiklah, kalau begitu. Kau harus mengerti bahwa orang dengan posisiku tidak mungkin mengejar wanita milik orang lain. Itu tidak sesuai dengan martabat keluargaku."     

Caroline tersenyum menenangkan. Ia mengerti seorang pria dari keluarga Schneider terlalu terhormat untuk berebut wanita dengan pria lain. Ia harus segera memutuskan hubungannya dengan Danny Swann agar London Schneider dapat mengejarnya.     

"Aku mengerti. Jangan kuatir. Aku bukan milik siapa-siapa. Aku sangat senang berada di sini bersamamu." Gadis itu ganti menuangkan wine ke gelas mereka yang telah kosong. "Bagaimana kalau kita tidak usah membicarakan orang lain selama makan malam ini? Rasanya ada begitu banyak hal yang ingin ketahui tentang dirimu."     

London menyembunyikan senyumnya kemudian mengangkat kelasnya untuk didentingkan kelas Caroline.     

"Baiklah, kau membuatku sangat senang malam ini. Begitu kau mengambil keputusan tegas terhadap Danny Swann, aku tidak akan ragu-ragu."     

"Terima kasih. Aku pasti akan mengambil tindakan tegas," kata Caroline. Terdengar kelegaan dalam nada suaranya. Ia senang karena berhasil membujuk London Schneider untuk berhenti membicarakan tentang Danny. Ia ingin malam ini mereka hanya berfokus membicarakan tentang diri mereka berdua saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.