The Alchemists: Cinta Abadi

L Serius Dengan Ucapannya!



L Serius Dengan Ucapannya!

0Begitu ia tiba di depan gerbang mansion keluarga Schneider, London berubah pikiran. Ia segera melajukan mobilnya ke kantor. Marc yang mengikuti di belakangnya menjadi  kebingungan karena tiba-tiba bosnya mengganti tujuan. Sambil geleng-geleng ia pun berbalik dan mengemudikan mobilnya ke Schneider Tower.     

Setibanya London di ruang kerjanya, ia segera memanggil Jan ke ruangannya lewat sekretarisnya Kim.     

"Ada apa, Tuan?" tanya Jan yang masuk ke dalam ruangan bosnya sambil membawa sebuah map lalu menaruhnya di meja London. Map itu terbuka dan menampilkan foto-foto seorang gadis sangat cantik dan beberapa dokumen berisi informasi tentangnya.     

"Aku perlu ponsel baru," kata London dengan nada menggerutu.     

"Yang lama kemana?" tanya Jan keheranan.     

"Kau jangan banyak tanya, Jan. Yang jelas aku perlu ponsel baru. Yang lama rusak gara-gara kau."     

"Eh... kenapa jadi aku yang salah?" Jan mengerutkan keningnya. Selama ini bosnya memang sering berbuat aneh-aneh, tetapi ia tidak pernah sembarangan menuduh orang. Maka, tuduhannya kali ini bahwa Jan bertanggung jawab atas ponsel London yang rusak rasanya sangat mengherankan.     

"Aku dan L sudah berbaikan kemarin malam dan..."     

Sebelum London menjelaskan panjang lebar, Jan sudah bisa menebak apa yang terjadi.      

Pantas saja sepagian ini bosnya tidak bisa dihubungi. Berarti ia bergadang melakukan sesuatu hingga bangun kesiangan. Apakah ia bergadang karena bermesraan dengan Nona L?     

Apakah ini artinya....     

"Oh... Tuan dan Nona sudah berbaikan?" Jan benar-benar tidak mengerti apakah ia harus ikut senang atau menjadi kesal mendengarnya. Pasangan ini cukup sering bertengkar dan berbaikan dalam waktu beberapa bulan terakhir.     

"Benar, tetapi kau merusak semuanya." cetus London dengan wajah kesal. "Teleponmu tadi jam 11..."     

Sebentar...     

Tadi ia mengirim banyak email dan SMS, karena London tidak mengangkat panggilan teleponnya sepagian. Ia baru mengangkat telepon pukul 11. Hmm... tadi dia bicara apa di telepon, ya?     

Apakah...?     

Tanpa sadar Jan menekap bibirnya.     

"Uhmm... aku tadi menelepon Tuan untuk mengabari jadwal kencan dengan Nona Sarah di...." Jan seketika terdiam.     

Ia sudah ingat sekarang.     

Apakah L mendengar suaranya lewat telepon tadi? Astaga...     

"Nona L marah?" tanya Jan dengan suara hati-hati.     

"Bukan marah lagi, dia mengamuk dan memukuliku..." cetus London. Tadi saat L memukuli dadanya dengan kedua tangan mungilnya, London sama sekali tidak merasakan sakit. Saat itu ia lebih merasa kuatir karena ia tak mau L jatuh sakit lagi karena pertengkaran mereka. Sekarang baru terasa nyeri di dadanya, dan tanpa sadar tangannya menekan dadanya berusaha menahan sakit.     

"Hmm... baiklah, kalau begitu aku akan segera membatalkan kencannya dan menghubungi Nona Sarah," Jan mengernyitkan keningnya seolah dapat merasakan nyeri yang dialami tuannya. Ia tahu walaupun bertubuh kecil, pukulan dari gadis seperti L bisa terasa sakit kalau pukulannya itu disertai kemarahan yang besar.     

"Tidak, kencannya tidak boleh batal. L mengancam tidak mau bertemu denganku lagi kalau aku tidak bertemu wanita-wanita itu..." keluh London.      

"A.. apa?" Kali ini Jan merasa telinganya sudah rusak. Ia pasti salah dengar kan? "Tuan tidak salah bicara?"     

"L bilang kau benar. Dia setuju dengan rencanamu untuk mempertemukanku dengan wanita-wanita lain. Katanya aku tidak akan tahu apa yang sebenarnya kuinginkan kalau aku tidak pernah membandingkan dirinya dengan wanita lain. Dia marah sekali karena aku membatalkan rencana pernikahan dan malah berencana berkencan dengan wanita lain dua minggu setelah kami berpisah..." London menjelaskan dengan nada sewot.      

Ia ingin sekali menimpakan semua kesalahan kepada Jan, tetapi ia tahu di dalam hatinya, bahwa Jan hanya ingin menolongnya, dan ia sendirilah yang mengambil keputusan untuk menerima saran Jan.     

Jan tertegun mendengar kata-kata London. Ia sama sekali tidak mengira L akan bersikap seperti itu. Pelan-pelan di dalam hatinya timbul rasa suka kepada sang penyanyi yang selama ini membuatnya sakit kepala karena hubungannya dengan London yang seperti anjing dan kucing.     

"Nona L terdengar sangat dewasa," komentar Jan akhirnya. "Aku tidak tahu harus bicara apa."     

"Dia bilang, selama sebulan ke depan aku harus bertemu dan berkencan dengan wanita-wanita lain yang lebih baik darinya, dan mencari tahu apakah aku memang hanya menginginkannya atau tidak. Sebulan lagi baru kami akan bertemu dan membahas hubungan kami secara dewasa." London menambahkan.     

Ia setuju dengan Jan. Rasanya sikap L hari ini cukup dewasa, jauh lebih dewasa daripada umurnya. Ia tidak mengusir London keluar, ia tidak mengunci pintu kamarnya, dan ia malah membawa Lily bersamanya... Ini benar-benar tidak terduga.     

"Aku tahu bahwa aku hanya mencintainya dan dialah satu-satunya wanita yang ingin kunikahi. Aku sudah yakin itu tadi malam saat kami berbaikan. Hari ini aku menjadi semakin yakin karena ia sudah bersikap semakin dewasa, dibandingkan sebelumnya..." London menarik napas panjang. "Tetapi ia tidak mau lagi menerimaku... ia memberi syarat aku harus menemui wanita-wanita lain dulu."     

Jan mengerti posisi sulit yang dialami London, tetapi dalam hal ini ia setuju dengan L.     

"Tuan... aku mengerti kenapa Nona L bersikeras agar Tuan berkencan dengan wanita lain dulu. Ia sudah menyadari apa yang selama ini aku rasakan juga. Kalian belum pernah berhubungan dengan orang lain, sehingga tidak tahu bagaimana bersikap terhadap kekasih, dan pada saat yang sama kalian juga tidak bisa menghargai sepenuhnya orang yang sekarang ada bersama kalian.     

Dia pasti sudah lelah dengan hubungan kalian yang terus-menerus dipenuhi konflik dan takut untuk menerima lamaran lagi, karena dua minggu yang lalu Tuan membatalkannya." Jan mengangkat sehelai foto Sarah dari meja dan mengacungkannya ke depan London. "Nona Sarah menunggu Anda di Restoran Moon pada pukul 6 sore. Kalau Tuan tidak mau bertemu dengannya, aku akan membatalkan kencan ini sekarang juga."     

Sarah adalah seorang gadis yang sangat cantik. Rambutnya berwarna platinum dan sepasang mata hijaunya terlihat cemerlang bagaikan berlian. Tubuhnya jangkung dan seksi dan senyumnya memamerkan barisan gigi seputih mutiara.     

Sepintas lalu ia terlihat seperti seorang supermodel. Secara fisik, Sarah yang seksi adalah kebalikan L  yang bertubuh mungil dan bermata hitam dengan wajah berbintik-bintik seperti anak kecil. London hendak menolak, tetapi ia ingat L bersikeras agar ia menemui wanita lain. Kalau tidak, L tidak akan pernah mau menikah dengannya.     

Akhirnya ia hanya bisa mengangguk lesu. "Tidak usah dibatalkan. Aku akan datang."     

"Baiklah, Tuan. Aku akan menyiapkan ponsel baru untuk Tuan. Pakaian ganti dan bunga sudah aku siapkan di ruangan sebelah," kata Jan dengan nada lega.     

Kalau sampai kencannya batal, ia tidak tega kepada Sarah. Gadis itu tampaknya sangat baik.     

"Hmm..." London hanya mendengus sebal sambil membanting pantatnya duduk di kursi. "Panggilkan Dave. Aku mau tahu kemana L hari ini."     

"Baik, Tuan."     

Jan segera undur diri dari ruangan bosnya. Sepuluh menit kemudian, Dave masuk dan memberikan laporannya.     

"Nona L membawa Nona kecil ke kantor Brilliant Mind Media untuk bertemu Pammy, manajernya. Terjadi kehebohan besar di sana karena kehadiran Nona Lily..." kata Dave begitu ia menutup pintu di belakangnya. Ia sudah tahu apa yang ingin ditanyakan London.     

"Benarkah? Ia membawa Lily ke kantor BMM?" London hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri.     

Berarti L benar-benar serius dengan semua ucapannya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.