The Alchemists: Cinta Abadi

Pagi Yang Indah **



Pagi Yang Indah **

2Tatapan kagum yang demikian kentara dari pria sempurna yang sangat kaya dan berkuasa seperti London Schneider membuat L menjadi tersipu malu. London membuatnya merasa seperti wanita paling cantik di dunia.     

"L..." London menelan ludah melihat pemandangan yang demikian indah di depannya. Suaranya terdengar serak saat ia berkata kepada gadisnya. "Kau adalah perempuan paling cantik yang pernah kulihat..."     

Ia mencium mahkota L dengan penuh cinta dan menikmatinya sepuas hati.. Suara desahan dan erangan L yang ditahan-tahan akhirnya lepas ketika tubuh bagian bawahnya membanjir karena perbuatan pria itu.     

Dengan sigap London menutup mulut L dengan bibirnya dan menghentikan jeritan L sebelum suaranya membangunkan bayi mereka. Ia mencium dan melumat bibir L hingga gadis itu hampir kehabisan napas.     

London kemudian memposisikan tubuhnya di atas L dengan hati-hati agar ia tidak menindih L dan menyakiti tubuhnya yang mungil dengan berat badannya. Setelah memberi L kesempatan bernapas sebentar, ia kembali menyerbu bibir gadis itu dengan ciuman panas dan menjelajah mulutnya tanpa ampun, sementara kejantanannya pelan-pelan masuk ke liang kewanitaan L yang sudah sangat basah.     

Saat pertama kali kejantannya mendorong masuk hingga ke mulut rahim L, keduanya seakan tersentak oleh perasaan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Walaupun London dan L sudah dua kali bercinta sebelum ini, sekarang adalah pengalaman mereka melakukannya dengan sepenuh hati dan sepenuh kesadaran.     

Kenikmatan yang menjalar masuk hingga ke setiap ujung syaraf keduanya sungguh tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Tanpa sadar London dan L memejamkan mata dan mendesah bersamaan.     

London lalu menggerakkan kejantanannya keluar dan masuk secara alami, seolah menemukan rumah yang telah lama dirindukannya, sementara L menggelinjang berkali-kali karena sensasi kenikmataan asing yang baru pertama kali ia rasakan.     

Suara desahannya yang seksi, dan gerakan punggung L yang mengejang setiap kali gadis itu memperoleh orgasme membuat London semakin bersemangat memompa dan menstimulasi setiap titik tubuh L yang dirasanya sensitif.     

Mereka terus berciuman dan berpagutan di tempat tidur, menjelajah tubuh masing-masing dengan tidak ada puasnya. Bagaikan dua anak remaja yang baru pertama kali melakukan hubungan seksual, keduanya berkali-kali mencapai puncak bersama, lalu beristirahat sebentar dan kembali memulai dari awal, seolah tidak ada hari esok.     

London dan L tahu bahwa menyusui adalah alat kontrasepsi paling alami sehingga mereka bahkan tidak perlu saling bertanya apakah benih sang pria dikeluarkan di dalam atau di luar.     

Setelah bercinta berkali-kali hingga lewat tengah malam, akhirnya mereka dilanda kelelahan juga.      

"Su.. dah.. cu.. kup.." bisik L dengan suara serak, sambil menarik rambut London. Matanya sudah sangat nanar dan kini terlihat mengantuk. "Aku lelah..."     

London mengangguk. Ia mencium bibir L lalu memompa dengan cepat untuk terakhir kalinya sambil mengusap pipi L yang hampir jatuh tertidur. Tidak lama kemudian tubuh London mengejang dan sedikit bergetar. Ia lalu mengeluarkan benihnya untuk terakhir kali di mulut rahim L dan menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuh gadis itu dengan bertumpukan sikunya.     

Tubuh mereka menyatu kembali dengan sempurna dan ia mencium aroma tubuh L yang begitu membuatnya tergila-gila. Setelah beberapa menit berada dalam posisi seperti itu, London akhirnya berguling ke samping dan memeluk L yang meringkuk seperti bayi dalam dekapannya.     

Sebelum memejamkan mata, mengikuti L yang sudah tertidur, London masih sempat mengangkat kepalanya untuk melihat Lily di keranjangnya.     

Ahh.. bibirnya tersenyum tipis saat melihat Lily masih tidur dengan bibir terbuka dan tangan terkepal seperti sebelumnya.     

"Anak pintar," gumamnya senang. London lalu memejamkan mata dan beristirahat.     

Sungguh, ia dan L sudah bekerja keras, pikirnya.     

Malam ini ia sangat bahagia. Bukan saja karena hubungannya dengan L sudah menjadi demikian maju, tetapi untuk pertama kalinya, mereka telah belajar untuk berkomunikasi dengan lebih baik.     

Ia kini dapat mengerti sudut pandang L dan L juga dapat menerima sudut pandangnya. Mulai sekarang mereka akan hidup bahagia.      

Akhirnya... semua kesalahpahaman di antara mereka sudah berakhir. Ia tidak mengira ternyata L memang mencintainya dan sungguh-sungguh bersedia menikah dengannya karena ingin membangun keluarga bersamanya, bukan karena merasa terpaksa.     

Ah.. ia harus segera kembali mengurus rencana pernikahan mereka. Kali ini ia dan L sudah sama-sama yakin.     

Ia bahagia sekali!     

London mencium puncak kepala L yang ada dalam dekapannya, sebelum akhirnya tertidur dengan wajah tersenyum.     

***     

London tiba-tiba terbangun pada pukul 2 pagi karena suara Lily yang menangis. Ia segera bangun dari tempat tidur dan mengenakan jubah tidurnya lalu menghampiri keranjang tidur Lily.     

"Ada apa, Sayang? Kau lapar?" London menggendong Lily dan memeriksa popoknya. Popok bayi mungil itu memang sudah perlu diganti. London juga melihat bahwa Lily sudah lapar, karena anaknya tadi tertidur cukup lama.     

Agar tidak membangunkan L yang sedang pulas tidur karena kelelahan, London buru-buru menggendong Lily ke kamar bayi dan mengganti popoknya di sana. Setelah itu ia menggendong Lily ke dapur dan menghangatkan ASI untuknya.     

Lima belas menit kemudian ia sudah memberikan ASI lewat botol kepada Lily di kursi meja makan sambil terkantuk-kantuk.     

"Kau sudah selesai makannya?" tanya London sambil membuka sebelah matanya. Lily sudah menghabiskan satu botol susu dan terlihat kenyang. "Kalau begitu, kau tidur lagi ya, Nak..."     

London menggendong Lily dan meninabobokkannya agar bayi mungil itu kembali tidur. Sayangnya Lily tidak menyukai suara nyanyian ayahnya. Kening bayi itu tidak henti-hentinya mengernyit mendengar suara ayahnya yang tidak enak di telinga.     

"Hmm... kau tidak suka, ya?" London mulai putus asa. Ia mengambil sebuah buku cerita dan membacakan satu dongeng untuk membuat Lily mengantuk, tetapi usahanya sia-sia.     

***     

Pukul 6 pagi, ketika L bangun tidur, ia meraba ke sampingnya dan terkejut ketika tidak menemukan London ada bersamanya. Secara refleks, pandangan matanya segera mencari Lily dan ia menyadari bahwa keduanya tidak ada di tempat. Ia lalu mengambil kesimpulan bahwa Lily terbangun di tengah malam dan London terpaksa harus bergadang menemaninya.     

L buru-buru bangun dari tempat tidur dan mengenakan jubah tidurnya lalu keluar mencari pasangan ayah dan anak itu. Ia menemukan mereka di teras sedang duduk di kursi, dengan Lily berbaring telungkup di dada ayahnya.     

Pemandangan itu sesaat membuat L tertegun dan berhenti di ambang pintu. Tanpa terasa setitik air mata menetes turun ke pipinya. Ia merasa sangat bahagia. Kedua orang yang dicintainya ada di dekatnya, dan mereka akan segera kembali hidup bersama seperti rencana semula.     

L yang sudah hidup sebatang kara selama hampir sebelas tahun, kini memiliki keluarga yang sangat dicintainya. Ia merasa sangat bersyukur.     

 "Selamat pagi..." bisiknya saat tiba di belakang London dan mencium pipi pria itu. London menoleh sambil tersenyum lebar. Matanya terlihat sangat mengantuk, membuat L sangat kasihan. Ia bertanya kepada pria itu. "Kau tidak tidur?"     

London menggeleng dan memasang ekspresi seperti anak anjing paling malang di dunia.     

"Lily bangun tengah malam dan tidak mau tidur lagi.. Aku terpaksa menemaninya..." katanya sedih.     

"Astaga.. kenapa kau tidak membangunkanku biar kita bisa bergantian?" tanya L keheranan.     

London menggeleng. "Aku tidak tega, kau kelihatan lelah sekali."     

"Oh, Sayang..." L merasa sangat terharu dan mendaratkan ciuman penuh cinta ke bibir London. Pria itu menerimanya dengan senang hati. Mereka berciuman cukup lama hingga akhirnya berhenti ketika tangan mungil Lily mencakar hidung ayahnya.     

"Aduh.. Lily..." London buru-buru melepaskan bibir L dan memencet hidung bayinya. "Kau bisa nakal juga."     

"Sini, biar aku mengurus Lily, kau lanjutkan tidur saja," kata L. Ia mengambil Lily dari dada London dan menggendongnya. "Lily sayang.. minum ASI dulu ya. Setelah itu kita mandi dan pakai baju cantik."     

London hanya memperhatikan L menyusui Lily di kursi teras dengan pandangan bahagia. Sambil menyusui, L menyenandungkan lagunya yang terbaru, membuat Lily tidak lagi mengernyitkan keningnya.     

Ini adalah rutinitas pagi yang sangat dirindukan London selama dua minggu ia dan L berpisah. Ia selalu senang memulai harinya dengan mendengarkan suara nyanyian L, sama seperti Lily yang senang bila mendengar ibunya bernyanyi.     

Sebenarnya London ingin sekali tetap berada di sana dan menghabiskan waktu dengan dua perempuan yang paling ia cintai di dunia ini, tetapi ia sudah sangat mengantuk. Akhirnya dengan terpaksa ia kembali ke kamar L dan segera membaringkan dirinya di tempat tidur.     

Tidak sampai lima menit kemudian, ia pun sudah tertidur pulas.     

***     

Pukul 11 siang, London terbangun oleh suara deringan ponselnya yang berkali-kali berbunyi. Kesadarannya belum sepenuhnya pulih dan suara ponsel itu benar-benar membuatnya sangat terganggu.     

Dengan tubuh terhuyung-huyung ia turun dari tempat tidur, mengenakan jubah tidur, dan bergegas ke dapur untuk mematikan ponselnya.     

"Selamat pagi, Sayang..." sapa L yang sedang menyiapkan sarapan untuknya di meja. Lily sedang bermain di keranjangnya dengan beberapa boneka berisik.     

"Hmm..." London hanya mengangguk. Ia mencari-cari ponselnya. L yang melihatnya sedang mencari sesuatu segera mengambilkan ponsel dari konter dapur dan menyerahkan kepadanya.     

"Dari tadi masuk berbagai pesan dan email dari Jan. Mungkin yang ini penting, makanya sekarang dia menelepon. Angkatlah," katanya sambil menaruh ponsel ke tangan London.     

London menerimanya sambil menggerutu. "Jan seharusnya tahu dia tidak boleh mengganggu tidurku. Aku akan mengomelinya dulu sebelum tidur lagi..."     

Ia memencet tombol terima.     

Belum sempat ia hendak memarahi Jan, sudah terdengar suara riang asistennya lewat speaker.     

"Ahh.. syukurlah Tuan sudah mengangkat teleponku. Aku hendak memastikan bahwa Tuan tidak keberatan kalau kencan yang pertama aku atur sore ini di restoran Moon. Aku sudah menyiapkan bunga dan berbagai keperluan lainnya. Nona Sarah sudah tidak sabar ingin bertemu Tuan. Detail lengkapnya sudah aku kirim lewat email tadi pagi."     

London begitu terkejut mendengar semua celotehan Jan hingga tanpa sadar ponselnya terjatuh ke lantai. Ia mengangkat wajah dan menoleh ke arah L hanya untuk menemukan wajah cantik gadis itu tampak tertegun dan pelan-pelan dirayapi rona merah akibat rasa marah yang tidak terhingga.     

"L... Ini.. salah paham..." London menelan ludah dengan susah payah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.