The Alchemists: Cinta Abadi

Rencana Jan



Rencana Jan

1L dan London lalu makan dalam diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Kalau dipikir-pikir, seharusnya dua minggu lagi mereka menikah, tetapi di saat terakhir London akhirnya membatalkan pernikahan karena ia menyadari bahwa pernikahan di antara mereka terlalu dipaksakan.     

L tidak siap karena ia masih terlalu muda dan ia juga tidak ingin orang-orang tahu kalau ia menikah dengan London Schneider dan mereka punya anak bersama, karena berbagai alasan.     

Salah satunya adalah kariernya. Ia benar-benar tidak ingin orang mengira ia mendapatkan kariernya karena dukungan dari pemilik Schneider Group itu. Ia juga merasa bahwa sebagai artis, dirinya adalah seorang role model (teladan) yang seharusnya tidak memiliki anak di luar nikah.     

Semua alasan itu sama sekali tidak dapat diterima London. Ia tidak suka menjadi suami simpanan, apalagi mengingat dirinya adalah seorang lelaki pencemburu yang tidak ingin melihat istrinya didekati para pria lain yang mengira L masih single.     

Karena itulah.. untuk mencegah pertengkaran dan rasa sakit hati, ia memilih mundur.     

Ia tidak tahu apakah nanti L akan berubah pikiran dan kembali kepadanya dengan menanggalkan semua ego dan rahasia tersebut dari publik, atau suatu hari nanti London justru akan bertemu perempuan lain dan jatuh cinta.     

"Terima kasih atas makan malamnya," kata London sambil berdiri dan membereskan piring bekas makan malamnya. L hanya mengangguk dan ikut membereskan meja makan. "Kalau ada yang kau butuhkan, jangan segan-segan bilang Jan."     

Ia sengaja berkata begitu untuk mulai menjaga jarak dengan L. Setelah banyak merenung di Targu Mures, London mengambil kesimpulan bahwa ia masih terlalu mencintai gadis itu dan kalau mereka terlalu sering bertemu, ia akan kembali bersikap bodoh.     

Makan malam kali ini adalah buktinya. Di tengah kesunyian mereka berdua makan tanpa suara, pikirannya terus dipenuhi memori masa lalu saat mereka berdua masih berhubungan baik.     

"Oh.. aku tidak usah menghubungimu?" tanya L keheranan.     

London menggeleng. "Aku terlalu sibuk untuk sekadar direpotkan hal-hal kecil. Lagipula, kalaupun kau menghubungiku karena membutuhkan sesuatu, aku juga akan menyuruh Jan yang mengurusinya. Aku tidak sehebat itu. Biasanya memang Jan yang membereskan semuanya."     

"Oh, begitu ya..." L tampak mengangguk dengan ekspresi kecewa.     

"Aku permisi dulu. Besok sebelum ke kantor aku akan mampir untuk melihat Lily."     

London permisi untuk menengok Lily yang sedang tidur di box-nya, mencium pipi bayi mungil itu, lalu pulang ke rumahnya sendiri.     

***     

"Tuan masih ingin memberi pelajaran kepada Keluarga Swann dan Wendell?" tanya Jan saat ia masuk ke ruangan London siang itu dengan membawa sejumlah berkas yang perlu diperiksanya.     

Ah, tentu saja, karena pernikahan dibatalkan, Jan mengira London sudah tidak mau mengurusi kasus pembunuhan keluarga De Maestri.     

"Tentu saja masih," kata London acuh tak acuh. "Bagaimanapun mereka membunuh kakek, nenek, dan paman Lily. Aku tidak bisa membiarkan mereka lolos dengan perbuatannya."     

"Ah.. benar. Kalau begitu, aku akan melanjutkan konferensi medis yang waktu itu. Bulan depan Tuan bisa bertemu John Wendell. Aku mendengar mereka sangat senang diundang oleh Schneider Group ke acara itu. John akan datang dengan anak perempuannya, Caroline."     

"Danny Swann tidak akan datang, kan?" London ingat Danny pernah melihatnya di apartemen waktu itu ketika L terkena serangan jantung yang membuatnya harus dipaksa melahirkan Lily. Ia tidak mau mengambil risiko Danny mengenalinya.     

"Tidak. Kita akan membuatnya sibuk sehingga ia tidak bisa datang," jawab Jan.     

"Baiklah. Jangan lupa pesta sambutan yang kita rencanakan."     

"Tentu saja, Tuan."     

London memandangi wajah Caroline Wendell di tabletnya. Gadis itu adalah seorang mahasiswa kedokteran yang sedang mengambil spesialisasi kedokteran anak. Wajahnya cantik dan ekspresinya terlihat menarik. Ia tidak cocok menjadi seorang gadis jahat, pikir London. Pria itu mengetuk-ngetukkan jarinya di meja dan mencoba berpikir. Apakah Caroline mengetahui perbuatan ayahnya, atau tidak.     

"Kurasa aku akan bisa menilai sendiri setelah aku bertemu dengannya," gumam London sambil menutup tabletnya dan mengambil kopi dari sampingnya dan meminumnya pelan-pelan.     

Jan telah pergi meninggalkannya dan kini London hanya sendirian di ruangannya. Ia menyibukkan diri dengan pekerjaan dan mencoba melupakan urusan pribadinya dengan L.     

Tetapi hal itu nyatanya tidak semudah yang diinginkannya. Setelah menghabiskan kopinya, ia tergoda untuk mencari berita tentang L di media. Ia berdecak kagum saat  membaca banyak sekali berita tentang bakat dan kecantikan L dan sebelum ia sadar, London telah membaca artikel demi artikel tanpa berhenti.     

Sebagian besar isinya hanyalah tentang album dan lagu-lagu gadis itu, serta berbagai hal terkait pekerjaannya. L cukup tertutup mengenai kehidupan pribadinya. Banyak jurnalis berusaha mengorek tentang keluarganya dan kehidupan cintanya, tetapi L selalu mengatakan bahwa ia masih terlalu muda untuk  memikirkan cinta.     

London hanya mengangguk-angguk sambil membacanya. Tetapi ekspresinya yang tadi tenang seketika berubah ketika membaca beberapa artikel terkait dan menemukan video wawancara antara seorang jurnalis dengan Kitaro, vokalis band Rainfall yang menyiratkan bahwa ia menyukai L dan ingin mengejarnya.     

"Bangsat..." rutuk pemuda itu tanpa sadar.     

Ia lalu menutup tabletnya dan mengumpat-umpat sendiri. Ia masih sangat cemburu. Dengan sebal London menelepon Jan dan mencari tahu pendapatnya tentang berita itu.     

"Kau sudah melihat wawancara terbaru dengan vokalis band Rainfall?" tanyanya kepada Jan. "Apakah menurutmu mereka bisa dibiarkan membuat gosip seperti itu?"     

"Gosip apa?" tanya Jan tidak mengerti.     

London mengirimkan tautan ke video wawancara tersebut. Jan terdengar menghela napas dari ujung telepon. Ia tahu bosnya kembali dilanda rasa cemburu, walaupun ia berkali-kali mengatakan ingin menjauhi L.     

"Ini baik untuk popularitas Nona L, jadi kurasa dia akan membiarkan saja gosip ini beredar," komentar Jan kemudian. "Kitaro dan Rainfall adalah musisi paling terkenal di dunia saat ini. Bisa dibilang, siapa pun wanita yang digosipkan dengannya akan menjadi sangat terkenal."     

"Bukankah L sudah sangat terkenal sekarang? Dia tidak perlu mendompleng popularitas orang lain..."  omel London.     

"Uhmm... belum. Nona L memang sudah lumayan terkenal sekarang, tapi baru seputar Eropa. Perjalanannya masih jauh kalau ia ingin dikenal di seluruh dunia."     

Tadinya London ingin agar Jan menghentikan semua gosip yang menghubung-hubungkan antara L dan Kitaro, karena ia tidak tahan melihatnya. Tetapi kalau memang benar gosip itu justru membantu karier gadis itu.. mau tidak mau ia hanya bisa mengalah. Ia tak boleh egois dan menghalangi pertumbuhan karier L hanya karena ia cemburu.     

Lagipula, L kan tidak menyukai Kitaro.     

Setidaknya itu yang dulu sempat ia bilang. Mereka hanya akrab karena ibu mereka sama-sama berkebangsaan Jepang.     

"Baiklah kalau begitu. Lupakan saja," kata London sambil menutup telepon.     

Jan hanya bisa meringis di ruangannya. Ia tahu bosnya masih sangat mencintai Nona L. Dan kalau dipikir-pikir, sebenarnya L juga mencintai London Schneider... tetapi keduanya sama keras kepala dan tidak mau mengalah.     

Mungkin L perlu dibuat cemburu.. agar ia mengetahui perasaannya sendiri, pikir Jan. Ia sedang melihat jadwal acara untuk pesta penyambutan peserta konferensi medis bulan depan, yang akan digunakan London untuk bertemu Caroline Wendell.     

Kalau L diundang untuk menyanyi dalam acara itu.. dan ia melihat London berakrab-akrab dengan Caroline yang cantik, mungkin saja ia akan cemburu, demikian pikir Jan.     

Setelah menimbang cukup lama, ia akhirnya menelepon Pammy.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.