The Alchemists: Cinta Abadi

Seandainya Bisa Memutar Waktu



Seandainya Bisa Memutar Waktu

0Ketika ia pertama kali datang ke taman ini dan menemukan telaga yang dipenuhi angsa dan itik itu, tanpa sengaja ia teringat momen menyenangkan yang ia alami bersama Marie dan Nyonya Lu bertahun-tahun yang lalu di taman rumah sakit.     

Marie dan ibunya sangat senang duduk berjemur seperti itu dan memberi makan itik-itik di kolam. Saat ia mengenang momen itu, Nicolae menjadi tersadar bahwa di situlah ia sebenarnya pertama kali jatuh cinta kepada Marie, bukan kemudian.     

Ahh.. mengapa ia terlambat sekali menyadari perasaannya? Kebersamaannya dengan Marie hanya sebentar dan kini ia tidak memiliki banyak momen untuk dikenang.     

Oh Tuhan.. kalau aku boleh memutar waktu... aku ingin kembali ke masa itu.     

Aku ingin menyatakan cintaku kepadanya.     

Aku ingin meminangnya dan menikahinya dengan tulus... dan tidak akan pernah membatalkannya.     

Aku ingin hidup bersama dengan Marie... dan anak kami.     

Nicolae memejamkan mata dan menikmati hangatnya sinar mentari yang menimpa wajah dan tubuhnya. Sayangnya.. walaupun mereka adalah kaum Alchemist yang dapat hidup selamanya, mereka tak berkuasa atas waktu.     

Mereka tak mampu memutar waktu ke belakang.     

***     

Ketika Altair dan Vega kembali ke sekolah pada hari Senin, banyak teman-teman perempuan mereka yang menanyakan tentang pria tampan yang waktu itu datang ke sekolah untuk mendampingi Altair saat ia bermasalah dengan Charles.     

Sebagian kecil teman yang pernah ke rumah mereka dan mengetahui Nicolae adalah ayah keduanya telah memberi tahu yang lain siapa pria itu tetapi sangat banyak yang tidak percaya. Mereka ingin mendengar langsung dari Altair maupun Vega.     

"Memang benar. Itu Papa kami," kata Altair dengan wajah bangga. Ia tahu Nicolae sangat tampan dan selalu senang membanggakan ayahnya itu. "Kenapa?"     

"Oh... ya ampuunn.. Aku pikir dia kakak atau saudara kalian, karena penampilannya sangat muda dan keren. Aku tidak mengira itu ayah kalian."     

"Aku baru sadar bahwa kalian memang mirip."     

"Wahh... kau beruntung sekali," kata yang lain. "Itu artinya saat kau berumur 40 seperti beliau, kau juga akan tampak awet muda. Sungguh beruntung kalian."     

Altair hanya tersenyum mendengarnya. Teman-teman sekolahnya tidak tahu berapa usia Nicolae yang sebenarnya dan bahwa Altair pun akan mewarisi penampilan awet muda selamanya.     

"Aku memang beruntung," kata Altair.     

"Oh, ya... lalu apa yang terjadi di kantor polisi? Kami tidak mendengar ada kelanjutan kasusnya dengan Charles. Apakah akhirnya dia mau berdamai?"     

"Oh... benar. Dia akhirnya menyadari kesalahannya. Di sana kami menyelesaikan masalah itu dan berjanji tidak akan pernah membahasnya lagi," kata Altair sambil mengangkat bahu.     

Mengingat teman-teman sekolahnya harus bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi di kantor polisi, Altair menduga bahwa Charles merahasiakan hal itu. Ia pasti malu kalau ketahuan bahwa ia dipermalukan di kantor polisi.     

Ah... ini lebih baik. Biar teman-temannya tidak bertanya-tanya lebih lanjut dan tidak mencurigai identitas Altair dan Vega. Altair pun memilih untuk tidak membahas hal itu lagi. Ia mengatakan kepada teman-temannya bahwa ia sangat ingin memfokuskan dirinya pada ujian yang segera tiba dan tidak ingin mencari keributan.     

***     

Minggu ujian pun tiba dan si kembar tampak sangat dibuat sibuk dengan berbagai tugas dan hapalan. Mereka ingin segera menyelesaikan ujian akhir semester karena keduanya sudah tidak sabar untuk mengikuti karyawisata ke Paris yang diadakan sekolah bagi para siswa anggota klub bahasa Prancis.     

Selain karena mereka memang menyukai kota Paris, Altair dan Vega ingin merasakan jalan-jalan keluar negeri bersama teman-teman sebaya mereka. Selain itu mereka juga bersemangat bisa pergi ke ibukota mode dunia itu karena teman dekat mereka, Jean-Marie akan bepergian ke sana untuk urusan pekerjaan.     

Semua penantian itu membuat minggu ujian terasa ringan dan keduanya bisa melaluinya dengan gembira.     

"Akhirnya ujian selesai jugaaaa...!!!" seru Vega gembira saat ia tiba di rumah setelah ujian hari terakhir.      

"Ahh.. baguslah. Setelah ini kalian bisa berlibur dengan tenang," kata Nicolae yang menyambut kedatangan mereka. "Semua kelas Papa juga sudah selesai. Setelah mengantar kalian pulang ke Manhataan sore nanti, Papa akan langsung ke bandara untuk menuju ke Grosetto."     

Vega tersenyum lebar. "Papa jadi menemui kami di Paris kan?"     

Nicolae mengangguk. "Tentu saja."     

Ia sudah enam bulan tidak pulang ke Grosetto. Musim panas di kastil orang tuanya itu pasti sangat indah. Akan bagus untuknya mencari suasana baru sebelum berangkat ke Paris dan kemudian bertualang dengan Terry. Mereka akan melakukan perjalan ke Macchu Picchu.     

Setelah Altair dan Vega makan siang dan beristirahat sebentar, mereka lalu berangkat ke Manhattan. Nicolae menyerahkan mereka kepada orang tuanya, lalu ia sendiri pamit menuju Italia.     

"Sampaikan salam untuk ayah, ya," kata Alaric saat melepas saudaranya ke bandara. "Aku terpikir untuk mengadakan kumpul keluarga di bulan Agustus nanti, saat ulang tahun kita. Bagaimana menurutmu?"     

Nicolae mengangguk. "Ide bagus."     

"Nanti kukabari detailnya," kata Alaric.     

"Tentu saja." Nicolae tersenyum sedikit lalu melambai dan berjalan menuju gate tempat penerbangannya berada. Ia akan terbang dari New York ke Milan, dan dari sana ia akan naik mobil ke Grosetto. Perjalanannya cukup panjang, tetapi ia sangat menyukainya.     

***     

"Kalian tidak melupakan apa pun?" tanya Alaric berkali-kali saat ia melepas Altair dan Vega di pintu gerbang. Seorang pengawal pribadinya yang akan mengantar mereka ke sekolah dan bergabung dengan teman-teman klub bahasa Prancis mereka. Mereka semua akan berangkat bersama dari sekolah menuju bandara.     

Karena wajahnya dan penampilannya sangat mudah dikenali, Alaric terpaksa tidak dapat mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Ini adalah satu hal yang selalu ia sesali dalam posisinya seperti ini. Namun apa boleh buat.     

Kalau ia memaksa mengantar mereka dan ada orang yang melihatnya, maka identitas Altair dan Vega akan terancam diketahui orang luar. Sebagai seorang ayah yang sangat overprotective, ia tidak suka bila anak-anaknya terungkap ke publik karena kehidupan dan privasi, bahkan mungkin nyawa mereka dapat terancam.     

"Semuanya sudah kubawa, Ayah. Tidak ada yang kelupaan," kata Altair dengan sabar. Ia cukup tahu sifat ayahnya. "Coba tanya Vega. Mungkin dia ada yang kelupaan."     

Vega meleletkan lidahnya. "Aku juga tidak kok."     

Alaric mengangguk. "Bagus kalau begitu. Nanti di perjalanan kalian jangan  sampai menyusahkan guru-guru kalian ya... Dan nanti begitu Papa Nic datang ke Paris, kalian harus selalu memberinya kabar."     

"Baik, Ayah... aku mengerti," kata Altair.     

Vega juga mengangguk. "Aku juga."     

"Anak-anak baik. Ayah dan Mama sangat menyayangi kalian." Alaric tersenyum dan mencium kening kedua anaknya. Aleksis menyusul kemudian dengan memeluk dan menciumi mereka. Keduanya tampak jelas merasa berat melepas kedua anak remajanya untuk bepergian sendiri, tetapi mereka tidak punya pilihan.     

"Kami pergi dulu yaaa..." Altair dan Vega pamit dan berangkat ke sekolah. Mereka benar-benar tidak sabar ingin segera ke Paris.     

Setelah keduanya menghilang dari pandangan ayah dan ibunya, Alaric dan Aleksis tampak bertukar pandang dan menghela napas dalam-dalam.     

"Astaga... mereka sudah besar sekali," gumam Aleksis. "Sungguh tidak terasa."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.