The Alchemists: Cinta Abadi

Kesedihan Fee



Kesedihan Fee

0Fee memejamkan mata, tidak mau menatap wajah tampan Ren yang berada sangat dekat dari wajahnya sendiri. Ren tersenyum melihat sikap Fee. Ia dapat merasakan desahan napas gadis itu menjadi tidak beraturan dan ia hampir dapat merasakan debaran jantung Fee.     

Ia menyentuh dagu Fee dengan lembut dan kemudian mencium bibirnya.     

Brengsek! Kenapa aku malah menikmati ciumannya? rutuk Fee dalam hati.     

"Apakah kau tidak merindukanku?" tanya Ren dengan bisikan serak yang sungguh membuat sekujur tubuh Fee meremang.     

Kalau ia boleh jujur, ia sangat merindukan suaminya. Ia sangat mencintai pria ini dan kehidupan mereka bersama sebenarnya cukup membahagiakan. Ren adalah satu-satunya keluarganya di dunia ini.     

Tetapi, karena sikap keras Ren terhadap keputusan Fee untuk memiliki anak, Fee merasa ia terpaksa harus memilih dan ia memutuskan memilih anaknya. Karena itulah ia meninggalkan Ren dan selalu berusaha menghindar darinya.     

Tetapi, Ren justru tidak mau membiarkannya pergi.     

"Uhm... Ren..." Fee mengumpulkan segenap kewarasannya untuk melepaskan diri dari ciuman Ren dan mendorong tubuh suaminya agar menjauh darinya.     

Tidak berhasil. Tubuh pria itu terlalu kuat dan sama sekali tidak bergerak ketika kedua tangan mungil Fee mendorong dadanya.     

"Aku sangat merindukanmu," kata Ren sungguh-sungguh. "Apa yang kau inginkan agar kita dapat kembali berkumpul bersama, Fee? Apakah kau ingin menghabiskan liburan Natal sendirian?"     

Ia menatap Fee dengan lekat-lekat.     

Fee membuang muka. Ia tidak sanggup menatap Ren di kedua matanya yang berwarna madu itu. Ia takut rahasianya terbongkar. Ia takut Ren dapat membaca isi hatinya.     

"Mengapa kau tidak menjawabku?" tanya Ren lagi. Suaranya terdengar lelah.     

Fee mendongak dan akhirnya menatap wajah suaminya. Ada lingkaran hitam di sekeliling mata Ren. Tanpa sadar, tangan kanan Fee meraba mata kanan Ren dengan ekspresi kuatir. Mereka telah berpisah selama hampir dua bulan. Apakah Ren kembali mengalami insomnia parah?     

Ren memejamkan matanya saat ia merasakan jemari Fee menyentuh wajahnya. Ia lalu menyentuh tangan Fee dengan tangannya dan menaruhnya di bibirnya, kemudian ia mencium tangan mungil Fee.     

Ren membuka matanya dan kembali menatap Fee. "Bukankah kita sudah tidak ada masalah? Kenapa kau masih bersikap seolah kita memiliki masalah yang demikian besar. Apakah kau menyembunyikan sesuatu dariku?"     

Fee tersentak mendengar kata-kata Ren.     

Duh, apakah Ren mencurigai sesuatu?     

"Aku hanya merasa bahwa sebenarnya kita tidak cocok," kata Fee, berusaha terdengar tegas. "Aku sangat mengagumimu. Aku jatuh cinta kepadamu dan kemudian menikah denganmu. Tetapi peristiwa dua bulan lalu menyadarkanku bahwa sebenarnya kita tidak cocok. Kau dan aku menginginkan hal yang berbeda. Daripada kita melanjutkan pernikahan yang tidak sepaham hingga bertahun-tahun, malah akan menyakiti diri kita berdua. Kumohon, biarkan aku pergi."     

"Kau berbohong lagi," kata Ren sambil menatap Fee tanpa berkedip. Kata-katanya membuat jantung Fee hampir berhenti berdetak. "Kau bilang kita sebenarnya tidak cocok, tetapi tadi kau jelas-jelas membalas ciumanku. Itu artinya kau masih menginginkanku. Kenapa kau begitu bersusah payah menjauh dariku kalau sebenarnya hatimu ingin bersamaku?"     

Fee menelan ludah. Kata-kata Ren memang ada benarnya.     

"Itu hanya kebetulan. Aku ini manusia biasa yang lemah, sehingga aku tidak sengaja membalas ciumanmu," kata Fee membela diri. "Kau juga begitu kan? Kau mengaku sebagai aromantic, kau tidak bisa jatuh cinta, tetapi kelakuanmu seperti kekasih yang cemburu buta. Kau bersikap cemburu kepada bosku sendiri. Apa itu namanya?"     

Ren tertegun mendengar kata-kata Fee. Bukan saja ia terkejut saat menyadari kebenaran dalam ucapan Fee barusan, tetapi juga karena ia tidak mengira Fee akan demikian tegas menghadapinya. Selama ini Fee selalu bersikap lemah lembut dan hanya menuntut mengenai kehadiran Amelia di sekitar mereka.     

Kali ini ia melihat Fee tampak berubah. Ia tidak tahu apakah ia menyukai perubahan ini atau tidak.     

"Cemburu itu perasaan alamiah, bukan eksklusif dimiliki orang yang bisa jatuh cinta," kata Ren. "Manusia bisa cemburu pada manusia lain yang dianggapnya lebih kaya, lebih beruntung, mendapatkan perlakuan lebih baik, dan seterusnya. Kau adalah istriku, tentu aku merasa keberatan kalau kau banyak menghabiskan waktumu dengan laki-laki mencurigakan seperti Mischa Rhionen."     

Fee menghela napas. Mungkin Ren benar. Ia tidak cemburu karena ia mencintai Fee, tetapi lebih karena ia merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, jika ada pria lain yang mendekati istrinya.     

"Mischa Rhionen bukan orang mencurigkan. Kau ini kan orang penting, tentu tahu siapa dia," kata Fee. "Dia orang penting di RMI. Ia sangat baik kepadaku dan memberiku pekerjaan untuk menolongku. Kau tidak berhak mengatai dia dengan kata-kata buruk."     

"Kenapa kau malah membela laki-laki lain sekarang? Apakah kau dan dia sudah menjalin hubungan terlarang? Fee, kau ini masih menikah!"     

Fee benar-benar lelah dengan pertengkaran ini. Ia tahu Ren cemburu dan hal itu wajar. Tetapi ia tidak rela jika bosnya yang baik hati dituduh macam-macam oleh suaminya.     

"Oh, Tuhan... aku lelah sekali," bisik Fee. Ia jatuh terduduk dengan kedua tangan menutupi wajahnya dan ia pun mulai menangis terisak-isak. "Semua orang menggosipkanku yang tidak-tidak. Aku lelah sekali dengan ini semua. Kenapa kalian tidak membiarkanku sendiri??"     

Ia harus menahan gosip di kampusnya, di Kafe Magnolia, di kantor RMI, dan bahkan kini oleh Ren, suaminya sendiri. Ia selalu dituduh menjalin hubungan gelap dengan lelaki lain.     

Ia mulai membenci wajahnya yang cantik. Ia tahu begitu banyak orang yang iri melihat wajahnya yang begitu rupawan dan penampilannya yang tanpa cela, dan mereka berusaha mencari-cari kesalahannya untuk menjatuhkan dirinya.     

Ren tertegun melihat Fee menangis terisak-isak di lantai. Ia bersimpuh di samping Fee dan menyentuh tangannya yang menangkupi wajahnya.     

"Fee... maafkan aku kalau tadi aku membuatmu menangis. Aku tidak bermaksud bicara seperti itu. Aku tahu kau wanita setia. Aku hanya tidak percaya kepada Mischa Rhionen. Kalau kau mau tetap berpisah, aku bisa menerimanya. Aku akan menunggu hingga kau mampu mengurus perceraian ke Monaco, tidak sebelumnya. Aku tidak akan mengganggumu, tetapi kau harus membiarkan aku mengurusmu. Aku yang membawamu keluar dari Salzsee, aku bertanggung jawab atas dirimu."     

Fee tidak menggubris kata-kata Ren. Ia masih menangis tersedu-sedu. Ia sungguh membenci wajahnya.     

Kalau ia berpenampilan biasa-biasa saja, tidak akan ada orang yang iri kepadanya dan berusaha selalu menjatuhkannya. Ia hanya ingin hidup tenang, menabung cukup uang untuk menghilang dan membesarkan anak-anaknya. Mengapa sulit sekali?     

Karena tubuhnya masih lemah akibat mual dan muntah semalam dan ia belum sempat makan apa-apa, Fee akhirnya tidak tahan lagi menahan kesedihannya dan ia pun tumbang.     

"Fee!" Ren buru-buru menahan tubuh Fee saat kepala gadis itu terkulai ke samping dan hampir jatuh membentur lantai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.