The Alchemists: Cinta Abadi

Si Kembar Ke Paris



Si Kembar Ke Paris

1Alaric mengangguk mendengar kata-kata istrinya. Ya, waktu berlalu begitu cepat. Mungkin orang benar saat mengatakan bahwa ketika manusia bahagia, waktu akan terasa berjalan begitu cepat. Ia bisa membuktikannya sekarang.     

Sudah hampir tujuh tahun ia berkumpul kembali bersama keluarganya dan rasanya peristiwa itu baru terjadi kemarin. Tahun-tahun berlalu begitu cepat dan sudah ada begitu banyak hal yang terjadi.     

Ia dapat bersama satu-satunya wanita yang ia cintai. Ia dapat membesarkan anak-anaknya yang dianggapnya sebagai hadiah karena ia tidak pernah menduga ia memiliki anak dari Aleksis saat mereka baru menikah dulu.     

Kini ia juga merasakan proses menjadi seorang ayah dari awal saat Ireland dan Scotland lahir. Semuanya terasa sangat menyenangkan.     

Kehidupannya bersama Aleksis terasa begitu sempurna, hingga kadang sedikit rasa takut menyelip di dalam batinnya. Karena seharusnya kesempurnaan itu tidak ada.     

Berkali-kali ia harus mencubit dirinya sendiri dan mengatakan bahwa kehidupannya ini bukan mimpi. Ini memang kenyataan. Ia tidak ingin kembali menjadi dirinya yang dulu, yang berpikiran negatif dan bersiap untuk hal yang buruk.     

Untuk itu, ia selamanya harus berterima kasih kepada Aleksis yang telah masuk ke dalam hidupnya.. ah, tepatnya memaksa masuk, bertahun-tahun yang lalu dan merubuhkan pertahanannya sehingga ia bersedia membuka hati.     

Itu adalah keputusan terbaik yang pernah dibuatnya dalam hidup. Dan sejak itu kehidupannya pun berubah. Ia akhirnya berbahagia. Dan walaupun ketakutan itu masih mengintai di relung-relung hatinya, Alaric  berusaha  mengenyahkannya dan tidak memberi tahu siapa pun. Ia hanya ingin menyayangi keluarganya sebaik-baiknya dan menjadi laki-laki terbaik bagi mereka.     

Ia mengangguk, membenarkan kata-kata Aleksis dan kemudian mencium keningnya. "Terlalu cepat. Kadang aku merasa kita harus berpegangan agar tidak terseret arus waktu."     

"Sebentar lagi mereka juga akan menjadi orang dewasa..." Aleksis menambahkan.     

"Aku takut membayangkan mereka menjadi dewasa dan pergi meninggalkan rumah," komentar Alaric jujur. "Semoga mereka tidak cepat jatuh cinta dan menemukan kekasih."     

"Aku juga berharap begitu."     

Pasangan itu mendesah bersamaan.     

***     

Anggota klub bahasa Prancis SMA George Washington cukup banyak karena bahasa Prancis sangat populer di sekolah, tetapi yang ikut karyawisata kali ini hanya 25 orang. Semuanya saling mengenal dengan baik dan sepanjang perjalanan dengan kompak saling berfoto, mengunggah video dan update di media sosial dengan gembira.     

Guru pendamping kegiatan kali ini ada dua orang dan mereka adalah guru bahasa Prancis yang masih muda dan keren, Pak Pierre dan Guru Biologi yang mengajukan diri untuk mendampinginya, Bu Stacy.     

Walaupun mereka berdua berkencan, namun dua guru muda itu dikenal sangat disiplin dan profesional. Kegiatan karyawisata kali ini sama sekali tidak disalahgunakan oleh mereka untuk pacaran dan mengabaikan murid-murid yang mereka bina, sehingga murid yang ingin menyelinap diam-diam untuk melakukan kegiatan sendiri terpaksa harus gigit jari.     

"Kalian nanti akan diberikan waktu bebas untuk jalan-jalan sendiri sesudah jam makan malam. Namun, dari pagi sampai sore, kita harus mengikuti jadwal," kata Pak Pierre sambil tersenyum ketika ia mengumumkan pembagian kamar saat mereka semua tiba di lobi hotel Amarylis, sebuah hotel kecil di pusat kota Paris. "Jumlah peserta lelaki dan perempuan menjadi ganjil. Karena Altair dan Vega bersaudara, mereka boleh berbagi kamar. Yang lainnya silakan tunggu nama kalian dipanggil untuk menerima kunci."     

Kedua guru itu tampak sangat pengertian. Mereka sengaja memasangkan sahabat dekat dalam satu kamar sehingga tidak ada yang protes. Altair dan Vega yang memang bersaudara sama sekali tidak masalah bila ditempatkan sekamar.     

Sebagai anak dari keluarga sangat kaya, ini adalah pertama kalinya mereka berbagi kamar, kecuali saat mereka tidur bersama orang tua mereka ketika mereka kecil dulu. Namun demikian, keduanya sama sekali tidak keberatan. Altair dan Vega sama sekali tidak manja dan mereka justru tidak sabar mengalami hidup seperti orang biasa.     

Setelah kamar dibagi dan masing-masing mendapatkan kunci, murid-murid SMA George Washington segera disuruh membawa koper masing-masing ke kamar. Mereka akan tinggal di Prancis selama sepuluh hari. Selama lima hari mereka akan bertualang di Paris dan sisanya mereka akan pergi ke pedesaan.      

Kota yang mereka tuju selain Paris adalah daerah pertanian dan perkebunan anggur. Mereka juga akan belajar cara membuat keju Prancis yang terkenal dan wine. Sungguh petualangan yang membuat banyak dari mereka sangat antusias.     

Tatiana malah sudah menyiapkan seri video untuk mendokumentasikan petualangan mereka selama di Prancis untuk dibagikan lewat akun media sosialnya yang memiliki jutaan pengikut. Sahabat Vega ini sudah sangat aktif di media sosial sejak tiga tahun yang lalu dan kini bahkan sudah berhasil mendapatkan penghasilan karena banyak pengikut yang menyukai video-video yang ia bagikan.     

Ia terutama bersemangat untuk membagikan video tentang cara membuat keju, baguette, dan wine, selain tentu saja pemandangan tempat-tempat ikonis di Prancis.      

"Kalian boleh beristirahat dulu dan bereskan barang-barang. Nanti kita berkumpul di lobi untuk makan malam. Hari pertama ini kita habiskan untuk bersantai. Setelah makan malam kalian bisa menikmati jam bebas. Besok kita baru mulai bertualang," kata Bu Stacy sambil menyuruh murid-murid ke kamar mereka.     

Ia dan Pak Pierre mendapatkan kamar sendiri dan keduanya juga ikut beristirahat setelah mengalami penerbangan cukup lama dari New York.ra     

***     

Ketika Altair  dan Vega masuk ke dalam kamar mereka, keduanya segera menjelajah kamar itu sambil manggut-manggut. Sebenarnya ini adalah pertama kalinya mereka menginap di hotel tanpa orang tua mereka.     

Keduanya baru mengetahui bagaimana penampilan sebuah kamar hotel standar. Ukurannya yang hanya 2x3 meter, atau enam meter persegi, dengan dua ranjang kecil, sama sekali berbeda dari kamar hotel mana pun yang pernah mereka tempati sebelumnya.     

Karena keluarga ibunya memiliki jaringan hotel di seluruh dunia, Altair dan Vega selalu tinggal di suite termewah atau malah di penthouse yang luasnya bisa sampai ratusan meter persegi, memiliki banyak kamar dan ruangan, serta ditata dengan sangat mewah.     

Kini, melihat betapa kecil dan polosnya kamar yang mereka terima, tanpa sadar keduanya saling pandang.     

"Lumayan," komentar Altair. Ia menaruh kopernya di sisi tempat tidur sebelah kanan, kemudian beranjak ke jendela dan berusaha membukanya. "Jendelanya tidak bisa dibuka. Tempat ini tidak ada balkonnya."     

Vega hanya tertawa sambil mengangguk. "Kalau tidak mengalaminya sendiri, aku tidak akan percaya ada kamar sekecil ini di hotel."     

Ia lalu menaruh kopernya di sisi tempat tidur sebelah kiri dan kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang. "Ahhh... capek juga terbang dengan kursi ekonomi selama enam jam. Aku mau tidur dulu. Tolong bangunkan aku kalau mau makan malam, ya."     

Altair mengangguk dan memasang alarmnya. Ia lalu duduk di tepi tempat tidurnya dan mengirim pesan kepada orang tuanya bahwa mereka telah tiba di hotel dan check in, dan kini sedang bersiap untuk beristirahat.     

Ia sengaja selalu memberi tahu mereka apa yang terjadi agar mereka tidak cemas. Altair tahu ini adalah pertama kalinya mereka meninggalkan rumah sendiri tanpa orang tuanya dan ia ingin agar percobaan pertama ini menjadi sukses, agar nanti mereka dapat pergi lagi.     

[Kami sudah check in di Hotel Amarylis. Tempatnya lumayan. Sekarang kami sedang beristirahat dan akan makan malam dua jam lagi. Besok baru jalan-jalan.]     

[Selamat bersenang-senang.] Segera datang balasan dari Nicolae.     

[Hati-hati, dan selamat liburan.] Alaric juga mengirim SMS tidak lama kemudian.     

Altair tersenyum membaca balasan mereka. Ia lalu mengirim pesan satu lagi kepada Jean-Marie yang diketahuinya juga sedang berada di Paris. Alangkah senangnya kalau ia bisa membuat janji temu dengan gadis yang disukainya itu.     

[Kami sudah tiba di Paris dan sekarang sedang beristirahat di hotel. Kami akan di Paris selama lima hari ke depan. Kapan kita bisa bertemu?]     

Ia menunggu balasan selama hampir setengah jam, tetapi Jean-Marie tidak juga membalas SMS-nya. Altair menjadi uring-uringan menunggu. Ia berusaha keras menahan diri untuk tidak mengirim SMS lagi karena takut mengganggu gadis itu. Ia tahu Marie berada di Paris untuk bekerja... jadi mungkin ia memang sedang sibuk.     

Ketika ia hampir menyerah dan hendak tidur, mengikuti adiknya, masuk SMS yang ia nanti-nantikan itu.     

[Yeay! Aku senang kalian sudah di sini. Maaf aku tadi sedang pemotretan, baru bisa balas SMS sekarang. Kalian menginap di mana? Mau bertemu malam ini?]     

Seulas senyum lebar terkembang di bibir Altair saat membaca balasan pesan dari Jean-Marie.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.