The Alchemists: Cinta Abadi

Ponsel Yang Sangat Mahal



Ponsel Yang Sangat Mahal

0Hari ini, kantor RMI Moravia segera menjadi heboh. Para karyawan yang telah melihat langsung bagaimana rupa bos besar mereka yang berkunjung dari Rumania segera sibuk membahas betapa Mischa sama sekali berbeda dari dugaan mereka.     

Selama ini hanya top management saja yang pernah bertemu Mischa saat menghadiri rapat tahunan di kantor pusat, seperti misalnya Sam Haney, dan para direktur lainnya. Tetapi mereka tidak usil dan menggosipkan penampilan sang bos kepada siapa pun.     

Otomatis, baru hari inilah staf-staf biasa di RMI Moravia dapat melihat sseperti apa sebenarnya penampilan Mischa Rhionen itu. Dan oh... ia segera menjadi populer di antara staf wanita. Begitu banyak karyawan perempuan baik yang single maupun yang sudah memiliki pasangan yang berharap diperhatikan olehnya.     

Fee mengipas-ngipas wajahnya begitu ia tiba kembali di ruangannya dan menutup pintu. Astaga... ia tak menyangka acara makan siang hari ini berubah menjadi sangat dramatis.     

Dalam hati ia bersyukur Mischa belum membaca SMS-nya yang panjang tadi. Kalau tidak, Fee tidak tahu bagaimana Mischa akan bersikap. Mungkin ia akan tersinggung karena niat baiknya untuk menolong Fee mendapatkan pekerjaan malah dicurigai memiliki motif yang tidak baik.     

"Ahh.. kau ini ge-er sekali, Fee," omel Fee kepada dirinya sendiri. "Tidak mungkin Mischa.. eh Tuan Rhionen mempekerjakanmu karena ia ingin menjadikanmu simpanannya seperti kecurigaan Sarah. Lihatlah.. dia sangat tampan dan bisa mendapatkan gadis mana pun yang ia inginkan."     

Fee menggeleng-gelengkan kepalanya dan terus mengomeli dirinya sendiri sambil melanjutkan laporannya.     

"Kau bicara dengan siapa?"     

Tiba-tiba terdengar suara yang familiar itu di belakangnya, membuat Fee kaget setengah mati.     

"Astaga...!" Ia menoleh ke arah pintu dan seketika wajahnya dipenuhi kekagetan. Tanpa sadar Fee cegukan. Ia merasa malu sekali telah bicara sendiri dan menyebut-nyebut nama bosnya, sementara orang tersebut ternyata berdiri di belakangnya.     

Apakah Mischa mendengar kata-katanya barusan? Wajah Fee seketika berubah menjadi merah padam.     

"Aku.. tidak bicara kepada siapa-siapa," jawab Fee tergagap. "Aku hanya sedang memikirkan sesuatu dan bicara kepada diriku sendiri."     

"Oh ya?" Mischa mengangkat sebelah alisnya, tampak sangat tertarik. "Bisa ya bicara dengan diri sendiri?"     

"Ah... ini bukan hal penting." Fee buru-buru mengalihkan pembicaraan. "Aku belum sempat membelikan ponsel untuk Tuan. Aku akan melakukannya sekarang."     

"Sebentar, kau belum mendapatkan detail rekeningku, kan?" tanya Mischa. Ia mengulurkan tangannya. "Pinjamkan aku ponselmu."     

"Eh?" Fee mengerjap-kerjapkan matanya. "Ponselku? Oh.. iya, ponsel Tuan tadi rusak. Sebentar."     

Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan ponselnya lalu memberikannya kepada Mischa. Pria itu memencet sebuah nomor dan bicara dalam bahasa Rumania kepada sekretarisnya.     

"Livia, tolong kirimkan detail rekening untuk pegangan asisten pribadiku ke nomor telepon ini secepatnya. Terima kasih."     

Ia lalu menutup panggilan dan mengembalikan ponsel Fee kepada gadis itu. Ia mengerutkan kening melihat ekspresi Fee yang tampak terpesona.     

"Kau kenapa?" tanya Mischa keheranan. Ia tersenyum geli melihat sepasang mata Fee yang indah tampak berbinar-binar.     

"Ahh.. senang sekali rasanya mendengar orang bicara bahasa Rumania di sini..." kata gadis itu dengan antusias.      

Mischa tertegun. Ia menatap Fee lekat-lekat.     

"Kau... mengerti bahasa Rumania?" tanyanya dengan bahasa Rumania. Suaranya terdengar agak tercekat. "Kau pernah tinggal di sana?"     

Setahu Mischa, Fee berasal dari sebuah desa kecil di pinggir danau. Orang tuanya telah lama meninggal dan neneknya baru meninggal satu setengah tahun yang lalu. Mengapa gadis ini mengerti bahasa Rumania?     

"Aku.. tidak tahu," Fee menjawab jujur, kali ini menggunakan bahasa Rumania, bukan Inggris. "Aku tidak begitu ingat dengan apa yang terjadi sebelum kecelakaan yang menimpa kami sekeluarga dan membuat orang tuaku meninggal. Sepertinya ayah dan ibuku memang sering berpindah-pindah tempat karena pekerjaan. Tetapi aku tidak begitu ingat. Aku baru menyadari bahwa aku menguasai lima bahasa satu setengah tahun yang lalu."     

Mischa menatap Fee lekat-lekat saat ia mendengar jawaban Fee yang diucapkan dalam bahasa Rumania yang demikian fasih. Ia merasa identitas Fee cukup mencurigakan.     

Wajahnya mirip dengan Vega yang hilang, hanya rambutnya yang berwarna cokelat terang, tidak seperti Vega yang memiliki rambut berwarna platinum. Tetapi wajah mereka cukup mirip. Apalagi ditambah kenyataan bahwa Fee menguasai beberapa bahasa yang juga dikuasai Vega.     

Adakah kebetulan yang sebanyak ini?     

"Uhmm.. Tuan, kenapa melihatku seperti itu? Apakah ada sesuatu di wajahku?" tegur Fee. Ia merasa tidak nyaman ditatap demikian intens oleh Mischa.     

Gadis lain mungkin akan goyah lututnya jika ditatap seperti ini oleh Mischa Rhionen, tetapi Fee adalah seorang wanita bersuami dan ia masih sebal digosipkan menjadi wanita simpanan Mischa. Maka tatapan sang bos yang seperti itu membuatnya risih.     

"Oh.. maafkan aku. Aku sedang memikirkan sesuatu. Aku akan mengurusi pekerjaanku. Kau lanjutkan tugasmu. Carikan ponsel yang kuminta tadi sebanyak dua buah di marketplace. Begitu Livia mengirimimu detail rekening, kau dapat segera membayarnya. Nanti sore aku mau kau menemaniku untuk melihat-lihat apartemen," kata Mischa sambil beranjak masuk ke dalam ruangannya.      

Fee hanya menggeleng-gelengkan kepala. Ia lalu membuka marketplace dan mencari ponsel persis dengan yang tadi ia rusak. Hmm.. Mischa memintanya membelikan dua.     

Sepertinya pria itu takut Fee akan kembali merusakkan ponsel miliknya sehingga ia langsung membeli cadangan, pikir Fee sambil memutar mata.     

Tadi siang itu kecelakaan, ya, Bos. Aku tidak akan menjatuhkan ponselmu lagi, kata Fee, kali ini di dalam hati agar Mischa tidak mendengarnya.     

TING     

Fee menoleh ke samping dan melihat ada pesan masuk ke ponselnya. Ahh.. rupanya Livia sudah mengirim detail rekening untuk kartu yang sedang dipegangnya. Fee segera memesan kedua ponsel yang diminta Mischa dan membayar.     

Dasar orang kaya... pikirnya. Belanja dua ponsel tadi total menghabiskan 6000 euro. Gila! Hanya untuk alat komunikasi.     

Kedua ponsel itu tiba pukul 4 sore dengan diantar kurir. Fee yang menerima kiriman itu dan kemudian membawa paketnya ke dalam ruangan bosnya.     

TOK     

TOK     

"Silakan masuk," kata Mischa dari dalam.     

"Bos, paketnya sudah datang." Fee menaruh paketnya di atas meja. Ia juga membawa gunting dan siap untuk membukanya, tetapi Mischa buru-buru mencegahnya.     

"Sini aku saja,"     

Dengan cekatan pria itu mengambil gunting dari tangan Fee dan membuka paket berisi dua ponsel pesanannya. Setelah semua kertas pembungkusnya lepas. Ia mengeluarkan dua buah ponsel dari dalam kotak dan mengamat-amati isinya.     

Ia mengangguk puas dan kemudian menyerahkan satu ponsel kepada Fee. "Ini untukmu."     

"Eh?" Sepasang mata Fee tampak membulat begitu besar, hingga rasanya hampir copot dari rongganya. "Un-untukku? Bos serius?"     

Ini adalah ponsel dan kelengkapannya yang senilai 3000 euro. Bahkan lebih besar dari gajinya sebulan. Bos Mischa memberikannya begitu saja kepada Fee seolah memberikan balon kepada anak kecil? Ini sulit dipercaya!     

Ia menganggap ponsel lamanya juga masih sangat bagus. Ren membelikannya ponsel itu tahun lalu, dan waktu itu ini merupakan salah satu ponsel terbaik.     

"Sebagai asistenku, kau harus memiliki perangkat terbaru dan tercanggih agar bisa mengikuti semua permintaanku. Sudah kubilang, bekerja untukku tidak mudah. Ada tugas-tugas yang memerlukan perangkat terbaik. Ponselmu tidak sesuai untuk tugasmu," kata Mischa santai. Ia lalu menambahkan. "Selain itu, tadi aku menemukan bahwa ponselmu disadap. Demi keamanan rahasia perusahaan, aku tidak bisa membiarkan asistenku mengikutiku kemana-mana dengan telepon yang diretas orang tidak dikenal."     

"Ponselku... disadap?" Fee mengerutkan keningnya keheranan. "Oleh siapa?"     

"Aku tidak tahu. Tetapi aku harap kau mau menyingkirkan ponsel lamamu dan hanya menggunaka ponsel baru ini," kata Mischa sambil menepuk ponsel yang tadi diserahkannya kepada Fee. "Apakah kau keberatan?"     

Fee buru-buru menggeleng. "Tidak, Tuan. Aku tidak keberatan."     

Dalam hati Fee bertanya-tanya, siapa gerangan orang yang menyadap ponselnya.     

Apakah Ren?     

Ia tidak dapat memikirkan siapa lagi gerangan orang yang punya kepentingan untuk meretas ponselnya. Bisa jadi Ren yang ingin mengawasi gerak-gerik Fee.. atau justru orang yang mengincar Ren dan sengaja memata-matai Ren lewat Fee karena mereka mengetahui Fee adalah istrinya.     

Siapa sebenarnya yang selama ini mengintai Fee?     

"Te.. terima kasih banyak, Bos. Aku akan menggunakan ponsel baru ini," kata Fee. Ia membungkuk sedikit lalu keluar dari ruangan Mischa dan kembali ke mejanya.     

Ia mengeluarkan kartu SIM-nya dan memasukkannya ke dalam ponsel baru tersebut. Setelah selesai mengaktifkan semuanya, Fee segera memasukkan ponsel lamanya ke dalam tong sampah dan mengomel.     

Sungguh menakutkan, bahwa ada orang yang selalu dapat mengetahui gerak-geriknya lewat ponsel Fee yang ia retas. Fee menekan dadanya dengan perasaan frustrasi.     

Tetapi ada untungnya juga, sih. Gara-gara itu ia kini mendapatkan hadiah ponsel baru yang sangat mahal. Ia membolak-balik ponselnya dan menatap layarnya dengan puas. Ia suka sekali!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.