The Alchemists: Cinta Abadi

Menghadapi Penjahat



Menghadapi Penjahat

3Ren dan Fee berjalan bergandengan tangan kembali ke Hotel De Paris. Mereka memutuskan untuk tidur cepat dan besok jalan-jalan menikmati Monte Carlo sepenuhnya.     

Sementara itu, JM dan teman-temannya melanjutkan minum-minum sambil mengobrol dengan gembira. Mereka sudah melupakan tentang John dan David yang tadi menyebalkan. Keempatnya tidak menyadari wajah kedua pria itu menjadi merah karena malu dan marah.     

Keempat gadis cantik ini telah membuat mereka dipandang rendah oleh orang-orang yang minum di lounge. Tawa menghina terdengar beberapa kali dari meja di sekeliling mereka dari para pria yang tadi iri kepada John dan David. Setelah beberapa lama, keduanya menjadi tidak tahan lagi dan segera menghabiskan minuman mereka lalu pergi.     

"Mereka pikir bisa mempermalukan kita begitu saja..." omel John sambil menoleh ke belakang, ke arah lounge yang barusan mereka tinggalkan. "Aku akan memberi mereka pelajaran."     

David menyilangkan tangannya di depan dada dan mengamati pintu masuk lounge. Ia juga merasakan apa yang temannya rasakan. Belum pernah ia ditolak dan dipermalukan seperti ini.     

John menelepon seseorang dan mengomel-ngomel di telepon. Setelah selesai marah-marah, ia lalu menutup teleponnya dan menarik tangan David untuk pergi ke lounge lain dan melanjutkan minum mereka.     

"Huh.. biar tahu rasa mereka. Don akan membawa gadis-gadis tidak tahu diri itu ke tempat kita," kata John sambil tersenyum menyeringai. Ia tidak akan membiarkan gadis-gadis itu berbuat seenaknya terus.     

***     

JM dan teman-temannya asyik mengobrol tentang rencana mereka berlayar keesokan harinya. Mereka sangat antusias karena baru pertama kali ke Monte Carlo.     

"Teman ayahku punya yacht di sini dan katanya kita bebas mau menggunakannya kapan saja. Aku sudah meminta izin," kata JM sambil tersenyum.     

Caspar Schneider adalah salah satu sahabat ayahnya dan memiliki kapal serta kediaman di Monte Carlo untuk berlibur. Begitu ia mendengar JM show di Paris dan ingin ke Monte Carlo bersama teman-temannya, ia segera menyuruh gadis itu untuk menginap di mansion keluarganya dan menggunakan yacht milik mereka.     

JM terpaksa harus menolak secara halus. Ia tak ingin teman-temannya ikut menginap di mansion keluarga Schneider yang megah karena mereka pasti akan mengira ia berasal dari keluarga sangat kaya. Selama ini ia masih merahasiakan latar belakang keluarganya yang berhubungan erat dengan keluarga Schneider dan Linden.     

Bahkan di antara teman-temannya, hanya Carla yang mengetahui bahwa JM adalah kekasih dari Altair Linden, putra sulung dari pemilik Rhionen Meier Industries. JM tak ingin ada orang yang mengira ia mendapatkan popularitas dan semua proyek pekerjaannya karena nepotisme.     

"Wahhh.. seru sekali! Aku sudah tidak sabar!" seru Angie dengan gembira.     

"Kita berangkat besok jam 9 pagi. Kru kapal akan menjemput kita ke hotel," kata JM sambil meneguk habis wine dari gelasnya. "Sebaiknya kita jangan bermain di luar sampai larut. Kita perlu tidur yang cantik, biar besok foto-foto kita di kapal bisa terlihat bagus."     

"Haha.. kau benar. Aku sudah selesai minum," kata Carla. Ia meletakkan gelas mojitonya yang sudah kosong dan mengeluarkan beberapa lembar uang. "Kali ini aku yang traktir. Besok kalian gantian membayar."     

"Sipp!" tukas ketiga temannya.      

Setelah membayar dan membereskan barang-barang mereka, keempat gadis supermodel itu berjalan keluar longue untuk kembali ke hotel mereka.     

Tawa renyah keempatnya terdengar berderai-derai saat mereka mengobrol tentang apa saja yang mereka alami hari ini. Mereka menginap di Hotel De Paris dan jaraknya hanya sepuluh menit berjalan kaki dari lounge tadi.     

Udara musim gugur di Monaco masih cukup hangat karena lokasinya yang terletak di kawasan French Riviera. Mereka sama sekali tidak perlu mengenakan mantel masing-masing, sehingga penampilan mereka dengan gaun seksi dan pakaian kasual membuat mereka terlihat sangat mempesona.     

"Heii.. nona-nona, kalian mau ke mana? Kami bisa mengantar kalian," tegur seorang laki-laki yang muncul entah dari mana dan tiba-tiba saja sudah menghadang mereka.     

"Benar. Kami membawa mobil. Kami bisa mengantar kalian kemana pun." Dua orang laki-laki berpakaian serba hitam dengan jaket kulit juga muncul dan menghalangi keempat gadis itu dari belakang. Gerak-gerik mereka terlihat mengancam.     

"Siapa kalian?" tanya JM dengan berani.     

"Hehehe... kalian tidak perlu tahu siapa kami," kata lelaki pertama. Wajahnya tampak menyeringai menyeramkan saat ia membuka jasnya sedikit dan menunjukkan sebuah pistol yang terselip di pinggangnya.     

Keempat gadis itu mendesah tertahan secara bersamaan. Mereka saling pandang dengan wajah cemas.     

"Kalau kami tidak mau ikut, kalian mau apa?" tanya JM dengan tegas.      

"Awas kalian.. jangan berani-beraninya mengganggu kami. Kalian tidak tahu siapa kekasih JM..." cetus Carla, berusaha memberanikan diri. JM buru-buru mencubit temannya dan mendelik. Ia tidak ingin nama Altair keluar.     

Ia justru takut kalau orang-orang mengetahui hubungannya dengan pemuda itu, JM justru akan menjadi sasaran. Ia masih ingat apa yang terjadi kepada adik Altair beberapa tahun lalu. Vega diculik orang tidak dikenal dan hingga kini belum juga ditemukan.     

JM sama sekali tidak ingin merepotkan Altair dengan membahayakan dirinya. Ia kuatir, kalau sampai orang mengetahui hubungannya dengan Altair, mereka akan mengincarnya untuk menekan Altair maupun keluarga Linden.     

Ia tidak dapat membiarkan hal itu terjadi!     

"Memangnya siapa kekasihnya, hah? Kau pikir kami takut? Kami tidak takut siapa pun... hahahaha..." Lelaki pertama mengangguk kepada kedua temannya dan mereka segera bergerak mendekati keempat gadis tersebut.     

JM segera mengambil tindakan drastis. Ia melompat ke arah lelaki yang mengancamnya dari depan dan dengan gerakan secepat kilat telah merebut pistol yang terselip di pinggangnya. Setelah memutar tubuhnya, gadis itu mencengkram leher lelaki itu dan menodongkan pistolnya ke kening sang pria.     

"Awas... kalau kalian mendekat.. aku tidak akan segan-segan membunuhnya..." JM mengangguk ke arah Angie yang tercengang dengan sepasang mata membulat besar. "Angie.. keluarkan ponselmu dan rekam kejadian ini... Kita perlu bukti untuk ke polisi..."     

Dengan tergopoh-gopoh Angie mengeluarkan ponselnya dan merekam peristiwa itu. Lelaki dalam todongan JM dan kedua temannya terpaku kaget. Mereka masih belum percaya bahwa gadis cantik seperti Barbie yang mengenakan gaun anggun ini ternyata bisa dengan mudah melumpuhkan pimpinan mereka.     

"KALIAN BUANG SEMUA SENJATA YANG ADA DI TUBUH KALIAN.. kalau tidak.. AKU AKAN MEMBUNUHNYA!! AKU PUNYA SAKSI DAN BUKTI BAHWA KALIAN YANG MENYERANG KAMI DULUAN!!!" bentak JM dengan suara keras. Ia benar-benar mengeluarkan segenap kemampuannya untuk mengintimidasi para penyerangnya.     

Kedua lelaki yang tadi terpaku di tempatnya seolah disadarkan oleh teriakan JM dan segera mengeluarkan pistol yang mereka sembunyikan di balik mantel.     

Dengan ragu-ragu mereka menaruh kedua pistolnya di tanah.     

"Lola.. telepon polisi... kita perlu bantuan," kata JM sambil mengangguk ke arah Lola. Temannya segera mengeluarkan ponsel dan segera menelepon nomor darurat.     

Melihat posisi mereka yang lemah dan polisi akan segera tiba, kedua penjahat itu saling pandang dan kemudian, seolah membuat kesepakatan diam-diam, keduanya langsung berbalik dan lari sekencang-kencangnya meninggalkan buruan mereka dan pimpinan mereka.     

"Heii.. jangan kabur kalian brengsek!!" Si lelaki yang lehernya masih dicengkeram oleh JM hanya bisa memaki-maki anak buahnya yang tidak setia.     

"Jangan harap kau bisa kabur seperti mereka," cibir JM. "Siapa yang mengirim kalian?"     

Lelaki itu menatap JM dengan pandangan menghina dan hendak meludahinya, tetapi JM lebih cepat ia telah mengeluarkan sebutir pil dari sakunya dan memasukkannya ke dalam mulut lelaki itu, kemudian memaksanya menutup.     

"Ugh.. hmmpph... apa yang kau masukkan ke mulutku..." protes lelaki itu, tetapi ia tidak dapat memuntahkan pil yang barusan ditelannya. JM telah mencekik lehernya hingga ia hanya dapat mengaduh kesakitan.     

"Itu pil warisan keluargaku. Dengar baik-baik. Burungmu tidak akan bisa lagi berdiri seumur hidup kalau kau tidak mendapatkan penawarnya dariku." JM melepaskan cengkramannya dari leher pria itu dan tersenyum sinis. Ia lalu mengeluarkan dua buah pil serupa dari sakunya dan menaruhnya di saku pria itu. "Aku hanya akan memberikan penawarnya kepadamu setelah kau memberikan dua pil ini kepada orang-orang yang menyuruhmu. Setelah mereka meminumnya.. suruh mereka menemuiku. Aku akan memberimu penawarnya. Kau bisa melapor kepadaku di nomor teleponmu ini."     

Setelah berkata demikian, ia lalu mengambil ponsel sang penjahat dari sakunya dan mengayun-ayunkannya di depan wajah si pria yang tampak panik.     

"Ponselmu kuambil. Kalau kau sudah berhasil melakukan tugasmu dengan baik, kau bisa menghubungiku di sini. Jangan coba-coba menipuku."     

Ia menepuk pipi lelaki itu seperti kepada anak kecil, lalu memberi tanda kepada teman-temannya untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka ke Hotel De Paris.     

Keempat gadis itu mengambil pistol-pistol para penjahat itu dan memasukkannya ke tas tangan mereka. Wajah mereka berempat tampak lega. Sementara itu si penjahat masih berdiri terpaku di tempatnya. Ia tidak mengerti mengapa situasinya bisa berubah seperti ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.