The Alchemists: Cinta Abadi

Lamaran



Lamaran

0Fee sungguh kehilangan kata-kata . Ia tidak dapat mempercayai pendengarannya saat Ren dengan tegas mengatakan bahwa pria itu ingin menikahinya.     

Uhm... ini tidak mungkin kan? Bukan saja mereka belum kenal lama.. tetapi perbedaan status di antara mereka terlalu besar.     

Ini tidak mungkin terjadi.     

"Bukan itu maksudku..." Fee kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. "Aku sangat menyukaimu. Aku kagum kepadamu. Menurutku kau sangat mengesankan.. Kau sangat baik kepadaku.. kau juga sangat pandai. Tetapi.. kita kan baru kenal.. dan perbedaan status di antara kita juga terlalu besar."     

"Kau pikir aku tidak tahu itu?" tanya Ren. Pria itu tetap tenang menatap Fee yang tampak resah dan bingung. "Aku tahu perbedaan status kita cukup besar, tetapi aku tidak minta dilahirkan dalam keluargaku. Aku tidak menganggap itu penting. Tolong jangan menghukumku hanya karena aku dilahirkan dalam keluarga kerajaan."     

"Tapi.. keluargamu..." Fee mulai putus asa. Ia tidak mengerti mengapa Ren bisa begitu acuh memandang perbedaan status di antara mereka yang demikian besar.      

"Orang tuaku sudah meninggal. Aku tidak punya keluarga yang akan menentukan aku harus menikah dengan siapa," jawab Ren.     

"Uhmm... maksudku keluarga besarmu. Kakek dan Nenekmu adalah..." Fee tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia membayangkan wajah raja dan ratu Moravia yang mengesankan. Mereka tentu tidak dapat menerima kalau pewaris mereka menikah dengan seorang gadis desa yang tidak berpendidikan.     

"Fee.. aku hanya menjadi pewaris karena sepupuku, cucu laki-laki pertama keluarga raja, meninggal dunia karena kecelakaan. Kalau adik perempuannya melahirkan anak laki-laki, aku bisa melepaskan diri dari tanggung jawab itu. Saat ini aku menerima beban ini tanpa protes hanya demi menjaga stabilitas negara. Aku berencana untuk mundur diam-diam suatu hari nanti, begitu sepupuku, Caroline Hanenberg, melahirkan anak lelaki," kata Ren dengan sikap tenang.     

"Kau.. kau tidak berniat menjadi penguasa Moravia?" tanya Fee keheranan.     

"Tidak. Aku tidak suka dibebani tanggung jawab demikian besar." Ren menggeleng. Ia lalu menyipitkan matanya dan menatap Fee dengan pandangan menyelidik. "Apakah kau tidak akan menyukaiku lagi kalau aku sudah bukan pewaris takhta kerajaan Moravia?"     

Fee menggeleng. "Tentu saja aku akan tetap menyukaimu. Aku menyukai dirimu.. bukan kedudukanmu."     

"Hmm.. baguslah kalau begitu." Ren tersenyum tipis dan mendekati Fee. Ia menyentuh dagu gadis itu dan menatapnya dalam-dalam. "Aku sangat menyukaimu dan ingin menikah denganmu. Kuharap kau mau menerimaku."     

Fee membulatkan matanya mendengar kata-kata Ren. Ini adalah keempat kalinya Ren menyatakan ingin menikah dengannya dan pria itu tidak pernah sekalipun meralat maupun menarik ucapannya. Apakah itu berarti.. ia memang sungguh-sungguh?     

Seketika dada gadis itu terasa mengembang karena dipenuhi perasaan bahagia yang meluap-luap. Ia merasa sangat tersanjung dan dimanjakan dengan sikap Ren yang menganggapnya sebagai pasangan yang setara,     

Entah kenapa Fee tidak sanggup menolak. Sesuatu dalam kepalanya seolah mengingatkannya akan kisah manis orang tuanya yang menikah dalam waktu seminggu setelah mereka berkencan.     

Senyumnya selalu terkembang saat mengingat betapa kedua orang tuanya saling mencintai begitu dalam. Ibunyalah yang saat itu meminta ayahnya untuk menikah dengannya.     

Dan kini.. seolah hal yang sama terulang antara Fee dan Ren. Ren meminta Fee untuk menikah dengannya setelah mereka berkenalan hanya dalam waktu kurang dari dua minggu.     

"Ini.. sangat mengejutkan.." Akhirnya Fee hanya bisa tertawa gugup. "Aku tidak tahu harus berkata apa."     

"Apakah kau tidak menyukaiku?" tanya Ren dengan sungguh-sungguh. "Adakah hal yang membuatmu tidak mau menerimaku? Apakah aku memiliki kekurangan yang sangat besar?"     

Fee hanya bisa menggeleng atas semua pertanyaan Ren. Tidak ada.. Sama sekali tidak ada kekurangan.     

Ren adalah pria sempurna.     

Satu-satunya kekurangan pria itu adalah temperamennya yang terkenal dingin dan ketus.. tetapi selama mereka bersama, Fee tidak pernah merasakan itu. Ia menduga selama ini Ren sering bersikap ketus dan gampang marah karena ia kurang tidur.     

Namun, selama ia bersama Fee, Ren ternyata selalu dapat beristirahat dengan baik.     

Mungkin... apa yang mereka miliki ini memang istimewa...     

Mungkin mereka memang dipertemukan takdir untuk bersama.     

Sesaat dada Fee dipenuhi perasaan hangat karena memikirkan kemungkinan bahwa mereka memang diciptakan untuk bertemu dan bersatu.. mengingat Ren ternyata bisa merasa begitu nyaman bersamanya.. hingga ia bisa tidur dengan baik.     

"Tidak ada.. kau tidak memiliki kekurangan apa pun..." Fee tertunduk. "Aku juga sangat menyukaimu. Hanya saja... aku merasa ini terlalu cepat dan mengejutkan."     

"Ini memang terlalu cepat," Ren mengangguk setuju. "Aku bisa menundanya selama beberapa tahun, kalau itu yang kau inginkan. Tapi aku sangat mengenal diriku sendiri, dan aku tahu bahwa aku memang ingin bersamamu."     

Fee menatap Ren lekat-lekat, berusaha membaca pikirannya.. tetapi sayangnya ia tidak bisa. Ia hanya bisa melihat sepasang mata cokelat cerah yang menatapnya hampir tanpa berkedip. Mata Ren tampak dipenuhi berbagai emosi yang tidak dapat dibacanya.     

"Aku.. aku juga ingin bersamamu..." kata Fee akhirnya, sebelum ia kemudian membuang muka. Wajahnya kini dipenuhi rona kemerahan.     

Ren mengerti maksud gadis itu. Fee bersedia menjadi istrinya, tetapi saat ini ia masih dipenuhi banyak keraguan karena berbagai hal. Umur hubungan mereka masih begitu singkat dan status mereka terbentang begitu jauh. Fee tentu merasa tidak percaya diri dengan hubungan mereka.     

"Fee... kalau kau percaya kepadaku.. aku akan membahagiakanmu," kata Ren sambil mengusap pipi Fee dengan lembut. Ia lalu menolehkan wajah gadis itu agar menghadap ke arahnya dan keduanya saling bertatapan dengan serius. "Aku akan mencari cara untuk menolak kedudukan pewaris takhta dan hidup seperti orang biasa bersamamu. Aku tidak ingin menjadi penguasa."     

Fee mengerjap-kerjapkan matanya dan kemudian mengangguk. Ia tidak mengira Ren akan menolak takhta kerajaan Moravia demi dirinya.     

Saat ini, segala keraguan apa pun yang dimiliki Fee akhirnya runtuh. Kalau Ren tidak bersungguh-sungguh dengannya, maka pemuda itu tidak mungkin ingin segera menikahinya, dan ia juga tidak mungkin bicara tentang menolak kedudukan yang dapat membuat statusnya dan Fee menjadi semakin terpisah.     

Kalau Ren hanya bermain-main dengan perasaan Fee, ia tidak akan menawarkan kepastian sama sekali dalam hubungan mereka, apalagi pria itu dapat memperoleh wanita mana pun yang ia inginkan di dunia ini dengan status, kedudukan, dan kepandaiannya...     

"Kalau begitu, apakah itu artinya kau menjawab iya?" tanya Ren.     

Fee mengangguk lagi. Wajahnya semakin tersipu-sipu.     

"Maaf.. aku bukan orang yang romantis," kata Ren dengan sikap menyesal. "Aku selalu bersikap praktis. Karena aku merasa kau adalah wanita yang kubutuhkan dalam hidupku, aku langsung memintamu untuk tinggal bersamaku. Aku hanya bersikap spontan. Ah.. seharusnya aku menyiapkan lamaran yang lebih bagus..."     

"Ahh.. tidak apa-apa.. Aku tidak perlu lamaran yang romantis, kok.. dan aku tidak mau kau menjadi seseorang yang bukan dirimu..." kata Fee. Ia tersenyum geli melihat keresahan Ren.      

Pria itu benar. Cara ia menanyakan apakah Fee bersedia menjadi istrinya, memang sama sekali tidak romantis seperti layaknya adegan pria melamar kekasihnya di novel-novel.      

Namun, Fee sama sekali tidak keberatan. Ia lebih menyukai Ren yang blak-blakan dan terus terang seperti ini. Fee merasa semua yang Ren lakukan untuknya, dan segala perhatiannya sudah lebih dari cukup.     

"Kau benar-benar tidak keberatan?" tanya Ren lagi. "Aku bisa mengulanginya. Nanti malam kita bisa makan malam romantis dengan lilin, aku bisa mengajakmu berdansa dan berlutut dengan cincin untuk memintamu menjadi istriku..."     

"Ahaha... tidak usah," kata Fee dengan senyum geli. Ia tidak dapat membayangkan adegan tersebut. Seharusnya adegan lamaran dilakukan secara tiba-tiba dan menjadi kejutan. Kalau mereka merencanakannya untuk dilakukan nanti malam, maka unsur kejutannya sudah hilang dan lamarannya menjadi tidak spesial lagi.     

"Jadi.. apakah itu artinya jawabanmu adalah ya?" tanya Ren sekali lagi untuk memastikan.     

Fee mengangguk. "Benar.. aku bersedia menjadi istrimu."     

"Tunggu sebentar." Ren mencium bibir Fee sekilas dan kemudian beranjak keluar kamar gadis itu. Ia kembali sepuluh menit kemudian dengan sebuah kotak kecil berwarna merah.     

Pria itu membuka kotaknya dan mengeluarkan sebentuk cincin kecil bertatahkan berlian merah muda yang berukuran sangat kecil. Ia bersimpuh dan mengacungkan cincin itu kepada Fee yang menekap bibirnya keheranan.     

"Apa ini?" tanya Fee dengan suara kaget.     

"Ini cincin yang diberikan ayahku saat ia melamar ibuku." Ren tampak agak emosional saat ia menceritakan tentang cincin ibunya. "Ibuku memakainya sampai saat ia menghembuskan napasnya yang terakhir. Walaupun ibu memiliki begitu banyak perhiasan lain yang mewah dan mahal.. namun cincin ini adalah hartanya yang paling berharga..."     

"Oh.. Ren..." Fee menekap bibirnya dengan ekspresi haru dan mata yang mulai basah. Ren tiba-tiba saja membuat hatinya merasa emosional karena tersentuh.     

Ah.. pria itu memang tidak bisa bersikap romantis, tetapi ia tulus dan apa adanya. Dan hal itu berhasil menyentuh hati Fee.     

"Aku ingin kau memiliki cincin ibuku..." kata Ren dengan suara serak. "Aku ingin kau memiliki hartaku yang paling berharga."     

Tanpa sadar air mata pelan-pelan menetes dari sepasang mata biru Fee yang indah. Gadis itu mengangguk lemah dan menyodorkan jari manisnya kepada Ren. Pemuda itu mengusap matanya sendiri yang basah dan memasangkan cincin ibunya ke jari manis Fee.     

Ia lalu mengecup jari gadis itu. Cincin ibu Ren ternyata berukuran sangat pas, masuk ke jari Fee, seolah memang dibuat untuk gadis itu.     

"Terima kasih.." bisik Fee pelan.     

Ren tidak menjawab. Ia telah membingkai wajah Fee dan mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir gadis itu dengan sangat lembut. Fee spontan membalas ciuman Ren, dan sesaat kemudian, keduanya telah berpagutan dengan mesra di atas tempat tidur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.