The Alchemists: Cinta Abadi

Berkunjung Ke Louvre



Berkunjung Ke Louvre

3Sebenarnya Altair dan Vega sudah sangat sering ke Paris. Sejak mereka kecil, keduanya telah biasa berkeliling dunia bersama orang tua mereka. Bukan hanya karena ayah dan ibu mereka memiliki rumah di banyak negara, tetapi dulu mereka sering dibawa Nicolae bertualang saat pria itu masih menjalin hubungan kasih dengan Aleksis.     

Saat itu Alaric dan Aleksis berpisah selama sepuluh tahun dan masing-masing tidak mengetahui bahwa yang lain masih hidup. Nicolae sering membawa Aleksis dan kedua anaknya untuk menghibur mereka dan melatih si kembar agar menjadi mandiri.     

Mereka telah menjelajahi Karibia, Afrika, Mongolia, bahkan melihat auroa dua kali. Sekali di Islandia, dan sekali di Norwegia. Mereka sama sekali tidak asing dengan berbagai kota penting di dunia.     

Namun demikian, agar teman-temannya tidak curiga, kedua remaja ini selalu bersikap antusias dan berdecak kagum saat dibawa melihat-lihat berbagai tempat penting di Paris.     

Hari pertama mereka dihabiskan dengan mengunjungi ikon kota Paris, yaitu Menara Eiffel. Dengan penuh semangat para siswa berfoto bersama, mengambil foto selfie dengan berbagai pose, dan membagikan pengalaman jalan-jalan mereka ke media sosial.     

Sebenarnya Tatiana ingin sekali membagikan pengalamannya mengunjungi Menara Eiffel lewat Virconnect kepada para followernya yang bersedia membayar, tetapi sayangnya Pak Pierre tidak mengizinkan karena menganggap nanti Tatiana tidak akan fokus pada penjelasannya dan tujuan mereka karyawisata tidak akan tercapai.     

"Kau bisa menjual atau membagikan pengalaman Virconnect-mu kepada para followermu di jam bebas, ya. Jangan di jam pelajaran kita," kata Pak Pierre saat melarang Tatiana untuk berbagi pengalaman live di depan Menara Eiffel lewat Virconnect. "Nanti sore kau bisa kembali kemari dan melakukan sesukamu."     

Tatiana hanya bisa merengut tetapi ia tidak dapat protes. Bagaimanapun Pak Pierre benar. Ia lalu mendekati Vega yang berpura-pura mengambil banyak foto Menara Eiffel agar tidak membuat curiga teman-temannya.     

"Vega, nanti sore kita ke sini lagi, yuk. Aku mau membagikan pengalaman wisata ke Menara Eiffel lewat Virconnect," katanya kepada gadis itu.     

Vega mengangkat kedua alisnya keheranan saat mendengar kata-kata Tatiana. "Aduh... kau kan tahu aku tidak suka ada di depan kamera. Aku tidak  bisa."     

Sedari dulu, Vega dan Altair dibiasakan orang tuanya untuk tidak tampil di depan kamera. Wajah mereka tidak boleh muncul di media mana pun di internet karena Alaric sangat kuatir anak-anaknya akan dikenali dan menjadi incaran orang jahat. Ia sama sekali tidak mau mengambil risiko.     

"Uhm... kau tidak usah ikut masuk," kata Tatiana cepat. "Aku masih ingat kalau kalian tidak suka difoto."     

"Jam berapa?" tanya Vega.     

"Maunya sih di jam makan malam. Kita bisa minta izin untuk makan malam di luar. Kita bisa sekalian makan di restoran khas Prancis yang ada di puncak Menara Eiffel ini. Ada banyak orang yang penasaran ingin melihat bagaimana restoran yang ada di atas sana," jawab Tatiana dengan antusias.     

"Wahh.. justrukalau makan malam, aku tidak bisa. Papa Nic datang ke Paris sore ini dan kami sudah berjanji akan makan malam bersama dengan Bibi Marion dan Jean-Marie," kata Vega dengan nada suara menyesal.     

"Ah..  ayahmu yang tampan itu akan datang juga??" Wajah Tatiana seketika tampak berbinar-binar. "Dia akan mengikuti kalian selama di Paris???"     

Vega hanya tertawa melihat ekspresi sukacita Tatiana. Temannya itu tidak pernah menyembunyikan kekagumannya kepada Nicolae. Ia selalu berusaha terlihat biasa saja di depan Altair,  tetapi Vega mengenal sahabatnya itu dan tahu bahwa Tatiana menyukai saudaranya.     

Tetapi Tatiana sama sekali tidak menyembunyikan rasa kagumnya pada Papa Nic. Mungkin ia menganggap bahwa menaksir ayah temannya sebagai hal yang lucu dan tidak serius, sehingga ia sama sekali tidak bersikap canggung.     

Vega menjawab, "Benar. Papa kebetulan ada urusan di Paris, jadi sekalian saja ia menunggui kami di sini."     

"Ahhh.. kalian beruntung sekali punya ayah yang demikian perhatian," kata Tatiana dengan nada iri. "Baiklah. Aku akan menerima kalau kau tidak bisa ikut makan ke Menara Eiffel sore ini karena ayahmu yang tampan itu."     

"Iya, besok ya, kita bisa jalan-jalan bersama... Malam ini kami sudah terlanjur membuat janji makan malam dengan beberapa orang," kata Vega.     

Tatiana akhirnya mengangguk. Ia memang tidak punya pilihan.     

***     

Setelah mereka puas naik turun Menara Eiffel, melihat apartemen rahasia Gustave Eiffel, sang penciptanya di puncak menara, dan mengambil sangat banyak foto, akhirnya rombongan itu berangkat ke Museum Louvre. Sebelum masuk ke museum mereka makan siang dulu di sebuah restoran kecil.     

Museum Louvre menyimpan sangat banyak koleksi karya seni dan barang-barang sejarah dari seluruh dunia. Dengan antusias murid-murid itu mengikuti Pak Pirerre dan mendengarkan ceritanya tentang berbagai bagian museum yang demikian menarik.     

Mereka terkagum-kagum melihat koleksi mumi Mesir di bagian barat museum itu, lalu berbagai karya seni terkenal yang selama ini hanya mereka dengar namanya saja atau lihat gambarnya lewat internet.     

Banyak murid yang mendesah kecewa ketika mereka melihat langsung lukisan Monalisa. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa lukisan itu ternyata ukuranya kecil dan sekilas terlihat tidak menarik.     

Ada jauuuuh lebih banyak lukisan lain yang dipajang di berbagai tembok sayap timur Museum Louvre. Semuanya terlihat sangat mengesankan dengan gambar yang sangat indah, sebagian tampak seperti manusia hidup, dan ada yang berukuran sangat besar, hingga memenuhi dinding dari langit-langit hingga ke lantai.     

Sebuah lukisan yang menggambarkan pelantikan salah seorang raja dan ratu Prancis terlihat begitu hidup. Semua karakter dalam kanvasnya yang berukuran seperti manusia asli dan wajah mereka tampak seperti foto. Semuanya sangat mirip dengan tokoh aslinya. Dalam lukisan raksasa berukuran 3x4 meter tersebut terdapat lebih dari 100 karakter.     

"Astaga.. aku tidak bisa membayangkan seratus orang ini berdiri diam selama berjam-jam agar mereka dapat dilukis dengan baik," kata Stu saat mengamati lukisan besar itu dengan penuh minat. "Menurutku pelukisnya sangat ahli. Aku lebih suka lukisan besar ini daripada lukisan Monalisa. Aku tidak mengerti kenapa Monalisa bisa menjadi demikian terkenal."     

Altair dan Vega saling pandang ketika mendengar Stu menyebut-nyebut nama lukisan Monalisa. Mereka tahu bahwa lukisan Monalisa yang saat ini dipajang di Museum Louvre bukanlah yang asli, melainkan tiruan. Marion yang berhasil menukar Monalisa dengan yang palsu puluhan tahun yang lalu.      

Sudah biasa bagi museum besar untuk menaruh lukisan palsu di tempat pameran lukisan yang asli dan mereka akan menyimpan benda yang asli di tempat tersembunyi. Ini adalah cara yang mereka tempuh untuk menjaga keamanan benda seni tersebut yang harganya sangat mahal.     

Marion yang sangat ahli menyusup dapat menemukan tempat penyimpanan lukisan Monalisa itu dan mencurinya dari sana. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, ia menaruh tiruan yang sangat mirip di sana dan hingga kini, pihak museum masih belum menyadari bahwa lukisan yang asli telah ditukar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.