The Alchemists: Cinta Abadi

Aku Tidak Mau Menjadi Seperti Mereka



Aku Tidak Mau Menjadi Seperti Mereka

2Friedrich mengerutkan keningnya mendengar kata-kata mengerikan itu. Ia sudah mengenal baik suara Alaric dan tahu bahwa pria itulah yang sedang berbicara di dalam. Friedrich dapat merasakan kebencian mendalam pada nada suaranya.     

Alaric Rhionen... membenci manusia? Kenapa?     

Tanpa sadar Friedrich mendekatkan telinganya untuk mendengar lebih lanjut. Tidak ada seorang pun di lantai 35 dan sepertinya Alaric memang sengaja menyuruh Greta keluar agar tidak ada yang mendengar pembicaraannya.     

"Sangat banyak manusia tidak berguna di dunia ini. Mereka hanya menghabiskan oksigen dan mengambil sumber daya alam. Sudah saatnya mereka disingkirkan," kata Alaric sambil mengetuk-ketukkan jarinya yang panjang di meja. "Aku ingin, saat nanti kita sudah bisa menjelajah angkasa, hanya manusia-manusia pilihan saja yang bertahan hidup dan kita dapat memulai peradaban baru. Kupikir hanya kurang dari sepuluh persen saja manusia yang layak hidup di bumi ini."     

"Tuan benar. Keinginan Tuan akan segera tercapai. Kita juga sudah mendukung lobi di banyak negara untuk membawa kembali hukuman mati. Mempertahankan hidup orang-orang jahat yang kejahatannya sudah meresahkan masyarakat hanya akan menguras sumber daya bumi lebih banyak lagi. Semoga dalam waktu tidak terlalu lama, akan ada banyak negara yang mengikuti," Pavel mengangguk setuju. "Penelitian yang dilakukan tim peneliti kita dalam psikologis manusia sudah hampir berhasil menemukan cara terbaik untuk menyingkirkan orang-orang yang lemah psikologisnya."     

"Hmm... nanti kita bisa sandingkan program itu dengan menyiapkan berbagai teknologi AI untuk menggantikan banyak manusia yang tidak berguna dengan mesin. Aku yakin akan ada banyak orang yang tersingkir karena mereka memang tidak memiliki kelebihan yang dapat menjadi berguna."     

Friedrich tidak tahan lagi mendengar percakapan di dalam ruangan. Ia tidak mengira ternyata kaum Alchemist sangat jahat. Mentang-mentang mereka memiliki keistimewaan bisa hidup abadi dan memiliki tubuh yang sempurna, mereka bisa seenaknya memperlakukan manusia lain di luar kaum mereka.     

Ia merasa sangat lega karena tidak lama lagi akan berhenti dari Atlas X dan tidak perlu harus bekerja di bawah Alaric Rhionen lagi. Laki-laki itu adalah seorang pembenci manusia yang akan memusnahkan manusia-manusia yang dianggapnya tidak berguna.     

Sungguh mengerikan.     

Dengan keringat dingin yang mengalir ke pelipisnya, Friedrich bergegas menuju lift dan turun ke lantai 30. Ia masuk ke ruangannya sendiri dan duduk merenung di sana. Ia memang akan segera mati... tetapi ia tidak dapat membiarkan orang seperti Alaric berbuat seenaknya.     

Dadanya masih terasa berdebar-debar saat ia mengingat kembali pembicaraan antara Alaric dan Pavel di ruangannya. Alaric punya rencana untuk membunuh sebanyak mungkin manusia... dengan berbagai cara, mulai dari mengembalikan hukuman mati yang barbar bagi pelaku kejahatan.     

Lalu, sepertinya ia juga sedang mengusahakan untuk menyingkirkan manusia-manusia yang dianggapnya tidak memiliki kegunaan dan mengganti mereka dengan mesin.     

Friedrich tidak dapat membayangkan akan seperti apa dunia di masa depan dengan orang-orang Alchemist yang menguasai dunia dan menentukan siapa manusia yang layak hidup dan siapa yang harus mati.     

Ia memejamkan mata dan menarik napas panjang. Setelah menenangkan pikirannya. Friedrich merasa tidak ada gunanya lagi ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Alaric.     

Ia akan memberikan surat tersebut kepada David, Direktur HRD, dan menjelaskan alasannya. Toh, David sudah tahu bahwa setelah Rhionen Industries menguasai Atlas X, Friedrich memang berniat untuk berhenti bekerja dari sana.     

Ia lalu membereskan sedikit barang pribadinya yang ada di kantornya yang besar itu. Lalu turun ke basement dan memasukkannya ke dalam mobil. Supirnya, James, segera menghampirinya karena mengira Friedrich sudah akan pulang ke rumah.     

"Sebentar lagi, James. Kau tunggu dulu di sini. Masih ada yang harus kulakukan," kata Friedrich singkat. Ia lalu kembali ke lift dan naik ke lantai 30. Setelah keluar dari lift ia segera menuju kantor David dan menyerahkan surat pengunduran dirinya.     

"Hei... kau berhenti hari ini?" tanya David keheranan sambil membaca surat pengunduran Friedrich itu. "Kau mulai berhenti sekarang?"     

"Di kontrakku dinyatakan aku boleh mengundurkan diri dan minta waktu dua minggu. Karena sejak aku bekerja di perusahaan ini aku belum pernah mengambil cuti, maka tolong izinkan aku berhenti hari ini juga. Aku tidak sanggup lagi datang kemari," kata Friedrich dengan tegas. "Kau pasti mengerti."     

"Oh... Friedrich, tanpamu bagaimana bisa Atlas X akan berjalan?" tanya David dengan suara sedih. "Kau dan Sam adalah nyawa perusahaan ini..."     

Friedrich menunduk sedih. Ia tahu hal itu. Seandainya Sam Atlas masih hidup, ia akan berkorban jiwa raga untuk Atlas X. Tetapi kini Sam telah tiada, waktu Friedrich sangat terbatas, dan... kini Atlas X telah dikuasai oleh seorang monster. Ia tak ingin menjadi bagian dari kekejaman Alaric terhadap umat manusia.     

"Atlas X memang sudah tidak ada," kata Friedrich sedih. "Mereka memutuskan untuk mengubahnya menjadi Space Lab."     

David tahu sia-sia saja ia menahan Friedrich. Karena itu ia mengulurkan tangannya dan menjabat tangan pemuda itu untuk terakhir kalinya.     

"Semoga sukses, apa pun yang akan kau kerjakan ke depannya, Tuan Neumann, Aku bangga pernah mengenal Anda. Aku yakin, Anda akan masuk dalam sejarah sebagai orang yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia," kata David sambil tersenyum.     

Friedrich tersenyum sedikit. "Terima kasih, David. Kau baik sekali."     

Ia lalu meninggalkan gedung kantor Atlas X, yang akan segera berubah menjadi Space Lab dan tidak pernah menoleh lagi.     

***     

Setelah ia tiba di rumah, Friedrich tidak dapat lagi menyimpan rahasia besar yang ia ketahui itu untuk dirinya sendiri. Kalau sampai kaum Alchemist hendak menyingkirkan banyak manusia.. bukankah manusia berhak tahu dan mempertahankan diri?     

"Ada satu hal sangat penting yang ingin kusampaikan kepada kalian," kata Friedrich dengan khimad kepada Karl dan Hannah. Mereka bertiga berkumpul di ruang duduk. Wajah Karl dan Hannah diliputi tanda tanya. Mereka belum pernah melihat ekspresi Friedrich seserius ini.     

"Ada apa itu?" tanya Karl penasaran. Remaja itu kini berusia hampir 17 tahun dan kehidupan yang keras di masa lalu telah membuatnya menjadi jauh lebih dewasa dari anak-anak seumurnya. Melihat wajah kakaknya seperti ini, ia benar-benar menjadi kuatir.     

Ia takut telah terjadi apa-apa dengan Friedrich. Apakah gejala penyakitnya menjadi semakin buruk? Oh.. tidak...      

Bukankah dokter bilang ia masih memiliki waktu satu setengah tahun lagi?     

"Aku akan menceritakan sebuah rahasia kepada kalian," kata Friedrich dengan suara khimad. "Sam yang memberitahuku semuanya sebelum ia meninggal."     

Dengan suara tegas, Friedrich lalu menceritakan kepada Karl dan Hannah tentang kaum Alchemist. Ia ingin mereka menyimpan pengetahuan itu dan melakukan apa yang menurut mereka baik.     

Ia tak ingin, setelah ia mati, informasi itu ikut dikubur bersamanya... dan manusia tidak akan pernah tahu ada kelompok manusia abadi yang ingin menguasai dunia dan membunuh manusia, hanya menyisakan orang-orang tertentu yang mereka anggap layak untuk hidup.     

Saat Karl dan Hannah mendengarkan cerita Friedrich, tanpa sadar keduanya menahan napas. Astaga...! Mereka sama sekali tidak menduga bahwa selama ini Sam telah menyimpan rahasia yang demikian besar!     

Ada manusia-manusia abadi di bumi ini? Sungguh sulit dipercaya. Kalau mereka tidak mendengar hal ini dari Friedrich, keduanya tidak akan percaya cerita itu.     

Namun, mereka tahu betapa Sam dan Friedrich sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia tidak mungkin dapat ditipu oleh dongeng yang tidak benar tentang kaum abadi.      

"Lalu? Apakah kita bisa meminta ramuan abadi dari mereka untuk menyembuhkan penyakitmu?" tanya Karl cepat. Dadanya tiba-tiba dipenuhi semangat dan harapan baru. Kalau memang ada manusia abadi yang memiliki ramuan keabadian... maka ada harapan untuk kesembuhan kakaknya.     

Friedrich menggeleng, "Mereka hanya menerima orang luar dan memberikan ramuan itu kepadanya kalau ia menikah dengan anggota kaum Alchemist. Itu sudah peraturan mereka selama berabad-abad. Sam sudah berusaha memohon kepada ketua klan Alchemist untuk memberiku pengecualian... agar aku dapat bertahan hidup. Tetapi ia menolak."     

"Brengsek!" tukas Karl dengan geram. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Ia merasa sangat marah kepada orang yang tidak mau berbelas kasihan kepada kakaknya yang jelas-jelas akan memberikan sangat banyak kontribusi penting bagi umat manusia jika ia dapat tetap hidup.     

Mengapa mereka arogan sekali?     

"Bagaimana... kalau kau mencari seorang gadis Alchemist dan menikah dengannya?" tanya Hannah dengan suara pelan. "Kau kan sudah menyelidiki mereka. Tentu kau sudah tahu kira-kira siapa saja orangnya yang bisa kau dekati..."     

Friedrich menatap Hannah dengan kening berkerut. "Kau mau aku menikah dengan gadis lain?"     

Hannah menggigit bibirnya. "Demi kesembuhanmu. Kalaupun tanpa cinta, aku yakin kita bisa menemukan gadis alchemist yang mau dibayar atas jasanya. Itu bisa menjadi semacam pernikahan kontrak di antara kalian.. yang penting kau sembuh dulu. Kau bisa membayarnya. Aku yakin kta bisa menemukan seorang gadis Alchemist yang membutuhkan uang..."     

Karl sebenarnya ingin kakaknya menikah dengan Hannah, tetapi saran gadis itu rasanya masuk akal. Yang penting kakaknya sembuh dulu. Ia tahu Hannah sangat sedih membayangkan laki-laki yang dicintainya harus menikah dengan perempuan lain demi mendapatkan ramuan keabadian dan tetap hidup.     

Tetapi saat ini... rasanya tidak ada pilihan lain.     

Friedrich menggeleng. "Aku... tidak mau menjadi bagian dari orang-orang seperti mereka, walaupun sekadar demi bisa sembuh. Lebih baik aku mati daripada menjadi seperti mereka."     

Dengan menghela napas panjang, ia pun menceritakan apa yang didengarnya di depan kantor Alaric tadi siang.     

"Oh, Tuhan... kejam sekali!" Hannah menahan napas dengan ekspresi ketakutan. Ia tidak mengira akan mendengar tentang kekejaman seorang manusia seperti Hitler, di zaman seperti ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.