The Alchemists: Cinta Abadi

Friedrich Terkejut



Friedrich Terkejut

1Friedrich benar-benar terpesona oleh kaum Alchemist. Sama seperti Sam, ia menjadi sangat ingin tahu. Kalau sampai umat manusia bisa memanfaatkan ramuan keabadian milik kaum Alchemist, tentu akan sangat banyak orang yang dapat ditolong.     

Ia membayangkan bahwa akan ada banyak orang pandai atau berguna yang akan dapat berkontribusi lebih lanjut bagi bumi dan kemanusiaan jika mereka diberikan hidup abadi.      

Ia lalu pulang ke rumah dan memikirkan semuanya. Mereka telah meninggalkan rumah Sam Atlas dan kembali ke rumah Friedrich sendiri. Suasana di rumah itu menjadi sangat kelabu sejak kematian Sam Atlas. Semua orang menjadi pendiam.     

Friedrich yang duluan mendapatkan diagnosis penyakit mematikan, tetapi justru bosnya yang terlebih dulu meninggalkannya karena penyakit jantung. Hannah bersikeras tidak mau pergi meninggalkan kedua kakak beradik itu.     

Ia merasa kini adalah satu-satunya kesempatan ia membalas budi atas kebaikan Friedrich kepadanya selama ini. Untungnya pemuda itu sama sekali tidak berniat menyuruh Hannah pergi. Setelah beberapa bulan tinggal bersama, ia dan adiknya telah menjadi sangat terbiasa dengan kehadiran gadis itu.     

"Apa yang ingin kau lakukan sekarang?" tanya Hannah saat mendatangi Friedrich yang duduk termenung menatap keluar jendela.     

"Entahlah, Hannah," Friedrich mengaku. Ia hanya perlu menunggu finalisasi penjualan Atlas X, sebelum kemudian ia mengundurkan diri dari perusahaan itu dan bersiap menyambut kematian.     

"Apakah kau masih memiliki keinginan yang belum kau wujudkan?" tanya Hannah dengan lembut. Ia datang membawa sepoci teh dan dua buah cangkir lalu menaruhnya di meja kecil di samping Friedrich. Akhir-akhir ini pemuda itu menyukai minum teh di sore hari sambil merenung seperti ini.     

Keinginan? Friedrich mengerutkan keningnya. Ia hanya ingin memajukan ilmu pengetahuan dan kehidupan umat manusia. Tetapi kini ia harus berhenti memikirkan itu semua.     

"Aku tidak tahu apakah ada yang masih kuinginkan di dunia ini," aku Friedrich. "Kalau boleh jujur, tentu saja aku ingin sembuh, tetapi rasanya itu tidak mungkin di titik ini."     

"Selama ini kau hanya mengurusi adikmu dan hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan. Apakah kau sama sekali tidak menginginkan sesuatu untuk dirimu sendiri? Manusia hidup cuma sekali. Apa yang akan membuatmu melihat ke belakang dan tidak menyesali hidupmu?" tanya Hannah lagi. Kali ini suaranya tercekat.     

Friedrich tertegun. Ia merasa Hannah memang benar. Ia harus mulai memikirkan dirinya sendiri, karena waktunya hanya tinggal sebentar.     

Apa yang ingin ia lakukan sebelum ia mati? Apakah ia ingin keliling dunia? Menikmati makanan terenak, mengunjungi perpustakaan kuno di Alexandria? Sky-diving?     

Setelah ia merenungkannya, ternyata ada beberapa hal yang dulu pernah terlintas ingin ia lakukan tetapi tidak pernah terjadi karena ia tidak punya waktu.     

"Hmm... kurasa ada beberapa hal yang ingin kulakukan," kata Friedrich akhirnya. "Setelah Atlas X dibeli orang dan aku mengundurkan diri dari jabatanku.. aku mau berkeliling dunia dan melakukan banyak hal yang selama ini tidak dapat aku lakukan."     

Wajah Hannah berbinar-binar saat ia mendengar perkataan Friedrich. "Aku sangat senang mendengarnya!"     

"Apakah..." Friedrich menatap gadis itu dalam-dalam. "kau mau ikut denganku?"     

Hannah mengangguk kuat-kuat dengan air mata menetes ke pipinya. Ia memang berharap Friedrich akan mengajaknya serta, tetapi ia tidak tahu apakah Friedrich memang sudah menganggapnya sedekat itu atau belum. Maka, permintaan pria itu untuk ikut dengannya, benar-benar membuat Hannah merasa bahagia.     

"Aku mau ikut kau kemana pun kau pergi," bisik Hannah dengan suara tercekat.     

Friedrich tersenyum tipis dan mengangguk. "Terima kasih. Tidak usah menangis. Kau tahu aku tidak akan meninggalkanmu sendiri. Kau dan Karl adalah satu-satunya keluargaku sekarang."     

Ia menyentuh rambut gadis itu dan mengusapnya pelan. Hannah benar-benar merasa terharu. Ia tidak mengira akhirnya ia akan mendengar pernyataan tersebut dari bibir Friedrich. Setelah mereka tinggal bersama selama beberapa bulan ini dan mengalami begitu banyak hal berat bersama, Hannah juga telah menganggap Friedrich dan Karl sebagai keluarganya.     

Mereka lebih penting baginya daripada kedua orang tuanya, raja dan ratu Moravia, serta kedua kakak kandungnya. Walaupun Hannah sama sekali tidak tahu apa status hubungannya dengan Friedrich sekarang, baginya, itu sama sekali tidak penting.     

Ia hanya ingin bersama pria ini dan menghabiskan waktunya yang tersisa dengan selalu berada di samping satu sama lain.     

"Terima kasih..." bisik Hannah sambil mengusap matanya yang basah. Ia berusaha keras menguatkan diri. Ia tahu ia tidak boleh bersedih di depan Friedrich karena nanti semangat hidup pemuda itu akan runtuh. Ia harus dapat menunjukkan bahwa ia dan Karl akan baik-baik saja. Bahwa setelah Friedrich meninggal, Hannah akan menjaga Karl untuknya.     

Ia menuangkan teh untuk mereka dan kemudian mencoba mengalihkan perhatian Friedrich pada berbagai tempat indah di dunia yang dapat mereka kunjungi bersama. Sebagai seorang putri dari kerajaan Moravia yang kaya, ia telah banyak menjelajahi tempat-tempat cantik di dunia.     

Kini, dengan senang hati ia menyebutkan daftar tempat yang dapat menjadi tempat tujuan mereka.     

"Baiklah, Hannah. Semua tempat yang kau sebutkan itu rasanya sangat menyenangkan. Kita akan melakukan perjalanan selama setahun dan menikmati hidup. Bagaimana menurutmu?" tanya Friedrich akhirnya.     

Hannah mengangguk dengan wajah berseri-seri.     

***     

Seperti yang sudah diduga banyak orang, Rhionen Industries akhirnya membeli Atlas X. Kebetulan sekali, grup perusahaan itu memang sedang mengincar dunia baru di luar angkasa dan Atlas X yang terkenal sebagai visioner dalam inisiatif penjelajahan luar angkasa menjadi target utama mereka untuk dikembangkan menjadi perusahaan antariksa swasta terbesar di dunia.     

Friedrich hanya bisa mengurut dada saat menyadari bahwa Rhionen Industries benar-benar akan mewujudkan mimpinya dan Sam Atlas, tetapi saat mimpi indah itu terwujud kedua penggagasnya sudah tidak ada lagi di dunia ini.     

"Ada satu hal lagi yang ingin kuumumkan kepada kalian," kata Alaric dalam rapat direksi pertamanya setelah ia membeli Atlas X. Wajahnya yang tampan tampak dingin dan serius. Semua orang yang sudah mengenalnya menjadi terbiasa untuk memperhatikan baik-baik perkataannya, karena Alaric sangat jarang bicara.     

Pria itu melanjutkan bicaranya dan apa yang ia sampaikan segera membuat para hadirin di ruang rapat itu menjadi saling pandang keheranan.     

"Aku berencana mengganti nama perusahaan menjadi SpaceLab. Atlas X dibangun oleh Sam Atlas dan karena itu perusahaan ini memang berhak menyandang namanya. Tetapi kini Sam sudah tiada dan bahkan tidak ada satu pun keturunannya yang meneruskan upayanya. Jadi kurasa, tidak ada gunanya lagi kita mempertahankan nama tersebut."     

Serentak orang-orang yang ada di ruang rapat berseru dengan nada protes. Mereka telah bekerja beberapa tahun untuk Sam dan sangat setia kepadanya. Ia adalah roh perusahaan ini. Mengapa kini tiba-tiba Alaric ingin menghilangkan nama pendirinya?     

Banyak orang yang tidak senang mendengar keputusan itu.     

"Apakah tidak ada cara lain?" tanya Friedrich. Ia juga tidak setuju dengan rencana Alaric, tetapi ia sadar, saat ini pria di depannya itu adalah bos mereka dan ia berhak melakukan apa pun sesukanya. Bahkan jika besok ia ingin membangkrutkan perusahaan itu, ia bisa saja melakukannya. Terserah dia. Karena itulah Friedrich berusaha bicara dengan logis.     

"Apa maksudmu dengan cara lain?" tanya Alaric dengan nada tidak senang. Ia tidak biasa mendengar bawahannya membantah.     

"Maksudku, biarkan saja namanya. Semua karyawan di sini memiliki keterikatan batin dengan pendiri Atlas X, yaitu Sam. Rasanya kalau tiba-tiba semuanya diubah, semangat kerja para karyawan akan menurun. Lagipula, bukankah akan lebih merepotkan untuk mengganti nama perusahaan? Ada berbagai prosedur legal dan marketing yang harus dilakukan. Secara pribadi, aku merasa ini hanya menambah pekerjaan yang tidak perlu."     

"Aku tidak keberatan dengan sedikit pekerjaan ekstra," jawab Alaric dingin. "Kuharap Tuan Neumann tidak lupa siapa bosnya sekarang."     

Friedrich menghela napas panjang. Ia tidak berkata apa-apa lagi. Ah, benar. Sebaiknya ia diam saja, Untuk apa ia mengurusi hal ini? Sebentar lagi ia akan pergi dan menghilang. Ini bukan urusannya.     

Rapat sore itu membuat banyak orang gempar. Tidak ada karyawan asli Atlas X yang menyukai rencana Rhionen Industries untuk menghilangkan identitas perusahaan mereka, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menerima dengan menyimpan kekesalan diam-diam.     

***     

Friedrich sudah menetapkan hati untuk memberikan surat pengunduran dirinya langsung kepada Alaric. Sang bos hanya datang ke kantor pusat Atlas X seminggu sekali, karena itu di hari kunjungan Alaric minggu ini Friedrich sudah bersiap untuk membawa surat tersebut dan menyampaikannya sendiri.     

Ia tidak akan mengatakan tentang penyakitnya kepada Alaric. Ia tidak ingin dikasihani siapa pun. Ia akan beralasan bahwa ia masih terpukul atas kematian Sam Atlas dan ingin menenangkan diri dengan berkeliling dunia.      

Dengan membawa map berisi surat pengunduran dirinya, Friedrich berjalan naik ke lantai 35. Ia tahu Alaric selalu ada di sana seharian. Ia tidak perlu membuat janji karena ia selalu dapat bertemu bosnya itu kapan pun. Alaric telah mengatakan bahwa ada tiga direktur yang dapat selalu menemuinya di Atlas X kalau ada masalah, dan Friedrich adalah salah satunya.     

Ketika ia keluar dari lift, ia tidak melihat sekretaris yang biasa duduk di depan kantor Alaric. Mungkin Greta sedang ke toilet? pikir Friedrich. Ia melangkah menuju kantor Alaric dan sudah bersiap mengetuk pintunya ketika ia mendengar suara orang bercakap-cakap di dalamnya.     

Ah.. mungkin Alaric Rhionen sedang kedatangan tamu, pikir Friedrich. Ia hendak mencari kursi untuk menunggu, tetapi tiba-tiba saja sepenggal kalimat yang didengarnya dari dalam membuat langkahnya terhenti, dan bulu kuduknya berdiri.     

"Aku sudah tidak sabar melihat manusia-manusa yang tidak berguna itu mati."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.