The Alchemists: Cinta Abadi

Maukah Kau Menikah Denganku?



Maukah Kau Menikah Denganku?

2"Tolong jangan sebut nama itu lagi, aku masih tidak dapat melupakan peristiwa yang terjadi di malam tahun baru..." pinta Fee dengan suara memelas. "Aku tidak ingin kita bertengkar, tetapi aku masih marah karena kau sama sekali tidak melakukan apa-apa kepada sekretaris brengsekmu itu..."     

Ren buru-buru memeluk Fee dan menenangkannya. "Ssshh... maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyebut namanya. Aku masih akan membuat perhitungan dengannya, kau jangan kuatir. Maksudku.. aku hanya ingin bicara secara terbuka kepadamu.. Ini tentang masa depan kita."     

 Fee merasakan kemarahannya yang tadi siap meledak, segera mereda saat Ren memeluknya erat. Saat ini, Amelia tidak lagi penting baginya.     

Sebenarnya mungkin ia harus dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi saat itu. Karena Amelia menembaknya dan kedua anaknya meninggal, Ren menjadi terpukul dan akhirnya menyadari apa yang penting dalam hidupnya. Ren sekarang sudah berubah karena peristiwa itu.     

Seandainya hal itu tidak terjadi, mungkin sekarang Fee masih tinggal di tempat Mischa dan merepotkan bosnya itu sebagai wanita yang hamil sendirian dengan perut sudah membesar dan tidak dapat bekerja. Dan Ren masih akan menjauh darinya. Bahkan mungkin mereka sudah bercerai.     

Fee menarik napas panjang. Mengapa ia tidak boleh mendapatkan keduanya? Kenapa salah satu harus menjadi korban?     

"Ren... aku sama sekali tidak peduli apakah kau pangeran atau bukan. Saat kita bertemu, aku tidak tahu kau siapa. Saat kita menikah, aku tidak pernah memikirkan bahwa aku menikahi seorang pangeran... Jadi, kalau yang ingin kau tanyakan adalah... apakah aku keberatan jika kau tidak lagi menjadi seorang pangeran dari Moravia.. maka jawabanku adalah: tidak. Aku tidak peduli dengan statusmu..." bisik Fee di telinga Ren. "Aku mencintaimu apa adanya."     

Ini adalah waktu yang telah lama ia nanti-nantikan. Saat mereka hendak menikah, Ren telah berjanji untuk mencari cara agar dapat mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai pangera putra mahkota, dan hidup menyepi bersama Fee.     

Apakah ini saatnya?     

Ren mengusap-usap punggung Fee dengan lembut. Ia berbisik. "Kalau begitu, aku sdah memutuskan. Aku akan menjadi orang biasa. Aku mau hidup selamanya di sini bersamamu. Kita bisa hidup tanpa fasilitas istimewa sebagai bangsawan. Asalkan kau bersedia, aku ingin menjadi orang biasa bersamamu."     

Fee mendesah lega. Air matanya menetes perlahan dari kedua sudut matanya.     

Ahh... kesabarannya selama ini akhirnya membuahkan hasil. Penderitaannya telah berakhir. Ia akan selalu bersama Ren dan mereka akan hidup bahagia berdua.     

Mungkin... mereka akan memperoleh anak-anak lagi, dan kemudian kehidupan mereka akan menjadi lengkap.     

Fee melepaskan diri dari pelukan Ren dan tanpa malu-malu mencium bibirnya dengan mesra. Ia melingkarkan lengannya di leher suaminya dan memejamkan mata untuk menikmati pertemuan bibir mereka.     

Orang-orang yang sedang menikmati pemandangan matahari terbenam di pasir sekitar mereka dan di beach club, banyak yang teralihkan perhatiannya saat melihat pasangan yang sangat tampan dan luar biasa cantik memadu kasih di bawah semburat sinar senja.     

Kedua orang ini, jauh lebih menarik daripada matahari terbenam, pikir mereka.     

"Lihatlah pasangan itu... romantis sekali," bisik orang-orang dengan nada suara kagum.     

 "Sungguh pasangan yang rupawan. Mereka kelihatan begitu serasi, seperti pangeran dan putri."     

Ren membalas ciuman Fee dengan lebih mesra. Ia merasa terharu karena Fee sungguh-sungguh dengan ucapannya saat mereka menikah lebih dari 1,5 tahun yang lalu. Gadis itu tidak menikah dengannnya karena ia seorang pangeran.     

Ia bahkan menerima kenyataan bahwa Ren tidak dapat mencintainya sebagai seorang wanita. Yang penting sekarang mereka menjadi keluarga dan saling menjaga. Ren sungguh merasa berdosa karena dari awal, justru ialah yang memiliki begitu banyak agenda dalam hubungan mereka. Dan ia yang menyebabkan Fee mengalami begitu banyak penderitaan.     

Ia bertekad untuk menebus semua yang telah terjadi di masa lalu, dan mendedikasikan seluruh hidupnya mulai sekarang untuk membahagiakan Fee.. dan anak-anak mereka di masa depan.     

Setelah keduanya mengakhiri ciuman mesra itu, Fee dan Ren saling menatap.     

"Fee... maukah kau menikah denganku?" tanya Ren tiba-tiba.     

Fee tersenyum kecil mendengar kata-kata Ren. "Apa maksudmu? Kita sudah menikah."     

Ren menggeleng. "Tidak apa-apa, kan? Anggap saja kita memulai semuanya dari awal."     

Dulu, ia meminta Fee menikah dengannya karena itu adalah bagian dari rencananya untuk membalas dendam kepada Alaric, ayah Fee. Ia sama sekali tidak mencintai Fee. Pernikahan mereka adalah tipuan.     

Tetapi kini... ia mencintai gadis itu, sebagai keluarganya, sebagai ibu dari anak-anaknya... Ia sungguh-sungguh ingin menghabiskan seumur hidupnya bersama Fee.      

Karena itulah.. kali ini ia memutuskan untuk membuka lembaran baru dan melamar Fee, dengan tulus dan dari hatinya yang paling dalam.     

"Ahaha... tentu saja aku mau menikah denganmu," kata Fee sambil tertawa. Namun demikian, air mata tak urung meleleh turun ke pipinya.     

Ia ingat waktu dulu Ren melamarnya, pria itu hanya memintanya begitu saja. Sama sekali tidak romantis. Ia kemudian mengerti itu terjadi karena Ren memang tidak memiliki ketertarikan romantis terhadap wanita. Tetapi kini, Ren tampak hendak memulai semuanya dari awal, dengan lebih baik.     

"Aku senang sekali mendengarnya," kata Ren sambil tersenyum. "Kita bisa meminta diberkati oleh pendeta di Bali dengan upacara tradisional mereka, tidak perlu menikah secara formal lagi. Tetapi aku sangat ingin memulai semuanya dari awal bersamamu."     

"Aku senang mendengarnya.." kata Fee. Ia mendeham dan kemudian berbisik ke telinga suaminya. "Kurasa... kita juga sudah bisa kembali berusaha untuk punya anak lagi."     

Wajahnya memerah karena tersipu malu, membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Ren tersenyum lebar mendengar kata-kata Fee.     

Sejak peristiwa penembakan itu, mereka belum pernah lagi berhubungan intim. Selain untuk membantu Ren cepat pulih dari lukanya, Fee masih merasa sakit hati dan berduka akibat kehilangan anak-anaknya.     

Ia merasa trauma dan menolak untuk tidur bersama. Walaupun mereka berbagi ranjang, ia menolak untuk berhubungan seksual dan hal itu membuat Ren sangat sedih. Ia sebenarnya ingin Fee kembali hamil karena ia menganggap kehamilan berikutnya akan dapat menjadi obat yang menyembuhkan luka hati mereka akibat kehilangan anak. Tetapi ia mengerti dan mencoba menerima keenggganan Fee karena ia tahu bahwa ialah yang bersalah.     

Karena itulah.. ketika mendengar dari Fee bahwa istrinya kini sudah siap untuk kembali berusaha hamil... rasa sukacita yang memenuhi dada Ren tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.     

"Aku mencintaimu," bisik Ren. "Kau akan menjadi ibu yang sangat mengagumkan, dan aku tidak sabar membesarkan anak-anak kita bersama."     

Mereka berciuman lagi. Matahari terbenam yang indah itu menjadi tidak berarti karena keduanya akhirnya memutuskan untuk segera pulang dan melanjutkan kemesraan mereka di rumah.     

Fee dan Ren berjalan sambil berpegangan tangan meninggalkan pantai, diiringi pandangan iri pasangan-pasangan yang memperhatikan mereka sejak tadi.     

"Sungguh pasangan serasi," komentar orang-orang kepada satu sama lain.     

.     

.     

>>>>>>>     

Dari Penulis:     

Jangan lupa, nanti jam 19.00 WIB, saya live di FB ya, untuk membahas The Alchemists, karena Volume 4 sudah mau tamat dan kita akan masuk ke Volume 5 :).     

Kita akan bahas cerita London dan L, serta Vega - Ren - Mischa     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.