The Alchemists: Cinta Abadi

Ren Merawat Fee



Ren Merawat Fee

3Matanya terlihat merah dan bengkak saat ia kembali ke kamar tempat Fee dirawat. Ren lalu membaringkan diri di tempat tidur di samping istrinya sambil menggenggam tangan kiri Fee.     

Tubuhnya mulai terasa lemah karena ia sama sekali tidak dapat memasukkan makanan ke perutnya. Ia merasa mual dan hanya ingin duduk diam.     

Ia tahu seharusnya ia menjaga kesehatannya dengan makan teratur dan beristirahat yang cukup, tetapi ia benar-benar tidak dapat memaksa dirinya untuk makan. Setelah beberapa suap, ia akan merasa mual dan memuntahkan semua makanan yang sudah ia telan.     

Ia masih belum tahu bagaimana ia akan menyampaikan kepada Fee bahwa ia kehilangan anak-anak mereka. Kesedihan istrinya pasti sama besar atau bahkan lebih daripada kesedihannya sendiri.     

***     

Remasan lembut pada tangannya membuat Ren yang tidak pulas tidur segera tersentak bangun. Ia buru-buru bangkit dari posisi tidur dan duduk di tempat tidurnya. Ia menoleh ke samping dan menemukan Fee membuka mata dan sedang menatapnya.     

"Hei.. kau sudah bangun?" tanya Ren dengan lembut. Ia berusaha keras menghilangkan nada sedih dan kuatir pada suaranya. "Kau tidur lama sekali..."     

Ia melihat jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Fee bangun lebih lama dari perkiraan dokter.     

"Di mana aku?" tanya Fee dengan suara lemah. Ia menoleh ke sekelilingnya dan tidak mengenali tempatnya berada.     

"Kau berada di penthouse," kata Ren. "Aku membawamu untuk dirawat di sini. Kau masih ingat apa yang terjadi?"     

Ia menggenggam tangan kiri Fee dengan kedua tangannya dan menatap gadis itu dalam-dalam.     

Fee mengerutkan keningnya dan bersusah payah mengingat apa yang terjadi. Ia ingat ia pingsan di pesta tahun baru istana dan kemudian bangun di samping Dokter Henry yang berusaha merawatnya. Namun tiba-tiba...     

"Amelia....!" Fee hendak duduk di tempat tidur, tetapi tangan Ren segera menahannya.     

"Jangan bangun dulu. Kau masih lemah dan mesti menyembuhkan diri," kata Ren cepat. "Aku akan menghukum Amelia. Tetapi ia sama sekali bukan prioritasku. Yang paling penting bagiku sekarang adalah kesehatanmu."     

"Bayiku..." Air mata Fee mengalir deras ia melihat tangan kanannya masih dibalut perban dan demkian pula perutnya terasa sangat sakit. Ia dapat menduga apa yang telah terjadi.     

Ren segera naik ke tempat tidur Fee dan memeluknya. Ia berusaha sangat berhati-hati agar tidak mengganggu infus dan menyentuh luka Fee yang masih dalam proses penyembuhan.     

"Mereka tidak apa-apa.." bisiknya, berbohong. "Kau berhasil melindungi mereka. Tapi tanganmu terluka dan perutmu juga terkena serpihan peluru. Dokter berupaya keras menolongmu dan anak-anak kita. Sekarang kalian semua baik-baik saja."     

Fee menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Ia melihat ke arah perutnya yang rata dan mengerutkan kening. "Mereka... tidak apa-apa?"     

"Benar... Dokter bilang kondisi mereka sangat rentan, apalagi kalau ibu mengalami stress. Karena itu kau harus berusaha supaya segera pulih, agar mereka juga semakin membaik," kata Ren.     

Ia memutuskan di saat terakhir untuk berbohong kepada Fee. Dalam kondisi seperti ini, ia tidak dapat membayangkan kondisi mental Fee kalau ia mengetahui bahwa ia kehilangan dua bayi dalam kandungannya. Mungkin Fee akan kehilangan keinginan untuk hidup dan proses pemulihannya akan menjadi terhambat.     

Ia akhirnya berbohong. Nanti kalau Fee sudah membaik... dan menanyakan kenapa kandungannya tidak juga membesar.. maka Ren baru akan mengatakan yang sebenarnya.     

Fee mendesah lega dan air matanya mengalir sangat deras saat ia mengelus perutnya dengan penuh haru. "Oh.. Tuhan. Aku takut sekali. Aku pikir aku sudah kehilangan anak-anakku..."     

"Tidak... tidak akan kubiarkan..." kata Ren dengan suara tercekat. Ia memeluk Fee semakin erat. Air matanya sendiri mengalir semakin deras.     

Fee menangis terisak-isak saat mengingat peristiwa menakutkan itu. Setelah beberapa lama, kesadarannya mulai pulih dan ia dapat berpikir tenang, ia lalu mendorong kuat-kuat tubuh Ren dengan tangan kirinya yang sehat.     

"Jangan memelukku...!" tukas gadis itu dengan mata menyala-nyala menatap Ren. "Kau yang mengakibatkan peristiwa ini terjadi..."     

Pria itu tertegun melihat sikap Fee.     

"Maafkan aku..." Ia mengerti bahwa Fee menyalahkannya karena ia mempekerjakan Amelia dan membawanya ke ruangan tempat Fee dirawat di istana sehingga Amelia bisa menembak Fee.      

"Kalau kau tidak membiarkan Amelia selalu berada di dekatmu.. ia tidak akan cemburu kepadaku dan berusaha membunuhku..." kecam Fee. "Ia menuduhku sengaja hamil untuk mengikatmu."     

"Aku sudah mengenal Amelia sangat lama. Aku tidak menyangka ia dapat berbuat hal seperti itu... " kata Ren dengan suara pelan. "Ini salahku... Aku seharusnya tidak mengizinkannya berada dekat-dekat denganmu. Aku mengira kau aman bersama Dokter Henry..."     

"Kumohon.. pergilah. Aku tidak mau melihatmu lagi..." kata Fee sambil mengigit bibirnya.     

"Fee.. maafkan aku. Aku ingin menebus kesalahanku kepadamu. Biarkan aku merawatmu hingga pulih dan juga merawat anak kita," kata Ren.     

Fee menggeleng-geleng sambil berurai air mata. "Aku mau pergi... biarkan aku pergi."     

Ia berusaha bangun dari tempat tidurnya tetapi tubuhnya masih terasa sangat lemah. Ren buru-buru menahan tangannya.     

"Fee, kalau kau sayang anak-anak kita, kau jangan egois. Kau harus membiarkan aku merawatmu di sini hingga sembuh. Nanti kalau kau sudah sembuh.. kau boleh melakukan apa saja. Kumohon dengarkan aku..."     

Ren tahu, satu-satunya cara ia dapat membujuk Fee untuk tetap tinggal dan tidak menolak perawatan adalah dengan menggunakan alasan anak-anaknya. Kalau Fee tahu bahwa ia sudah kehilangan bayi-bayinya, maka semangat hidupnya akan hilang dan ia tidak akan mau berusaha untuk sembuh.     

Benar saja. Saat mendengar kata-kata Ren, Fee menangis semakin keras tetapi ia tidak lagi mencoba bangun dari tempat tidur. Ia sangat frustrasi dan ingin pergi, tetapi ia tidak mau membahayakan kandungannya.     

Akhirnya ia hanya dapat menangis hingga air matanya kering     

***     

Hari ketiga setelah ia siuman, Fee masih belum dapat meredakan kesedihannya. Ia masih menangis sesekali. Tubuhnya sudah mulai pulih, dan dokter telah melepaskan perban yang membalut lukanya dan kini hanya ditempel plester kecil. Luka di tangannya juga telah membaik.     

Fee awalnya sama sekali tidak mau melihat Ren. Ia sangat membenci Amelia yang telah menyerangnya dan ia menyalahkan Ren karena membawa Amelia ke ruangan tempatnya dirawat saat ia pingsan di istana.     

Ren berkali-kali meminta maaf karena mempekerjakan Amelia sebagai sekretarisnya dan mengakibatkan terjadinya peristiwa penembakan itu, tetapi Fee tidak mau melihat ke arahnya.     

"Fee... ayo makan dulu," panggil Ren siang itu sambil menyentuh tangan kiri Fee dengan lembut. Dua hari pertama Fee masih mendapatkan asupan makanan lewat infus, tetapi setelah kondisinya membaik dan infus dilepaskan, Ren yang berkeras menyuapinya.     

Seharian pertama Fee masih menolak, tetapi Ren tidak mau menyerah, ia terus menunggu di samping tempat tidur Fee dan membujuknya.     

"Fee... kalau kau tidak mau makan, nanti anak-anak kita akan mendapat asupan gizi dari mana? Jangan egois. Kau harus makan..."     

Akhirnya, Fee pun terpaksa menerima makanan yang disuapkan oleh Ren. Tetapi ia tetap tidak mau melihat pria itu. Ren tidak memaksa Fee melihat ke arahnya. Asalkan Fee mau makan, ia sudah merasa lega.     

"Terima kasih. Setelah ini kau harus minum obat," kata Ren dengan lembut. Ia mengusap bekas bubur yang menempel di sudut bibir istrinya lalu memberikan dua butir obat dan air minum agar Fee meminum obatnya.     

Fee menelan obatnya dengan cepat, lalu kembali berbaring dan memejamkan mata. Ia sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Ren di kamarnya kecuali kalau pria itu memintanya untuk makan demi anak-anak mereka.     

Hari ketiga, Ren juga mulai mengambil alih tugas untuk membasuh tubuh istrinya. Ren sama sekali tidak mau membiarkan perawat mengurusi kebutuhan pribadi Fee setelah ia bisa melakukannya sendiri.     

Ia berkeras menyuapi sendiri istrinya dan membasuh tubuhnya dua kali sehari dengan handuk basah. Ia belajar cara melakukannya dengan baik. Dokter atau perawat hanya diperkenankan mengganti perban atau memberikan obat.     

Awalnya Fee menolak, tetapi Ren terus memohon Fee agar membiarkannya melakukan itu semua, untuk menebus kesalahannya. Dan ia kembali menggunakan kandungan Fee sebagai alasan, barulah Fee berhenti menolaknya.     

"Kau harus makan teratur dan menjaga kebersihan agar kesehatanmu cepat pulih. Kalau kau sembuh, aku akan membawamu ke Asia dan di sana kau bisa menikmati musim panas yang hangat bersama anak-anak kita. Kau pasti akan suka berlibur ke sana. Kumohon, biarkan aku merawatmu..." bujuk Ren berkali-kali hingga akhirnya Fee luluh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.