The Alchemists: Cinta Abadi

Makan Malam Di The Lily (1)



Makan Malam Di The Lily (1)

0"Apa yang membuatmu begitu lama?" tanya Rose sambil tertawa. Gadis itu sama sekali tidak menyadari dilema yang dihadapi Rune.     

Kali ini Rose mengenakan kemeja biru muda untuk pria dengan renda di bagian kerah. Celananya terbuat dari kain yang nyaman dan dimasukkan ke dalam sepatu boot kulitnya, membuatnya terlihat sangat keren.     

Rambut ikalnya yang panjang keemasan hanya diikat dengan pita hitam. Sekilas, Rose tampak seperti pangeran dari dalam dongeng.     

Karena minggu lalu ia minum terlalu banyak di The Lily dan sampai mabuk, Rose menolak untuk kembali ke sana dengan penampilan yang biasa seperti seorang perempuan.     

Gadis itu merasa malu kalau para pelayan mengenalinya sebagai gadis kalangan atas yang mabuk dan tertidur di meja sampai harus digendong pulang.     

Namun, ia juga tidak bisa membatalkan reservasi makan malam di sana karena The Lily adalah restoran terbaik di New York saat ini, dan teman-temannya sudah menyiapkan acara makan malam ini ke dalam jadwal mereka masing-masing.     

Karenanya, Rose memutuskan untuk datang ke acara makan malam itu dengan berpakaian seperti pria. Lagipula, teman-temannya sudah terbiasa dengan sikapnya yang eksentrik, sebab ia suka tampil seperti laki-laki.     

Rune tidak terlalu peduli tentang bagaimana Rose akan berdandan. Baginya, terserah Rose untuk memilih apa yang ingin ia kenakan. Yang penting baginya adalah Rose senang dengan pilihannya.     

Saat Rune akhirnya keluar dari kamar mandi, mereka berdua berdiri saling berhadapan. Dalam hati Rune mengeluh bahwa Rose tampak sangat cantik dengan pakaian mahal dan sepatu bot desainer edisi terbatas, sementara ia... terlihat sangat sederhana.     

Jika mereka berjalan bersama seperti ini, mereka akan terlihat seperti "sang pangeran dan si pemuda miskin". Kalau tidak memandang pakaian mereka yang begitu berbeda, sebenarnya penampilan mereka berdua agak mirip.     

Keduanya memiliki rambut panjang pirang. Satu-satunya perbedaan adalah Rune berambut lurus, sementara rambut Rose ikal besar-besar dan terilhat sangat indah.     

Mereka juga sama-sama memiliki wajah rupawan. Rose tampak seperti pria tampan ketika ia menyamar sebagai laki-laki seperti yang dia lakukan sekarang, sedangkan Rune adalah seorang Alchemist yang lahir dengan fisik yang sempurna.     

"Kau terlihat tampan," kata Rose, sambil mengacak-acak rambut Rune. "Kurasa teman-temanku akan senang bertemu denganmu."     

"Kau juga terlihat tampan," kata Rune sambil tertawa.     

"Ah .. terima kasih." Rose dengan senang hati menarik tangan Rune keluar dari apartemen. "Ayo pergi sekarang. Aku tidak mau terlambat. Kau barusan menghabiskan waktu di kamar mandi lama sekali."     

Mereka naik taksi dan turun di depan lobby St. Laurent lalu langsung naik ke lantai 40 tempat restoran The Lily berada. Ketika mereka menuju ke restoran, mereka bertemu GM hotel St. Laurent.     

Pria paruh baya itu sebenarnya ingin menyapa Rune, tapi dia membatalkan niatnya saat melihat Rune menggelengkan kepalanya dengan halus, memberi tanda kepada sang GM agar terus berjalan dan tidak berbicara kepadanya.     

"Oh .. Sepertinya tuan muda tidak ingin dikenali," gumam GM saat dia menuruni lift menuju lobi.     

Rune memang sengaja tidak ingin berbicara dengan staf hotel atau restoran karena dia tidak ingin Rose merasa tidak nyaman.     

Gadis itu telah sengaja mengubah penampilannya agar terlihat seperti laki-laki demi agar tidak dikenali.     

Jika para staf menyapa Rune, mereka mungkin akan mengingat Rose sebagai gadis yang datang bersamanya minggu lalu dan mempermalukan dirinya sendiri dengan mabuk di sini.     

Staf penerima tamu menyambut mereka dengan hormat dan menanyakan tentang reservasi makan malam mereka.     

"Makan malam untuk lima orang atas namaku Rose Fournier," jawab Rose sambil tersenyum.     

Sang staf mengerutkan kening. Ia terlihat agak bingung. Jelas bahwa reservasi itu atas nama seorang gadis, tetapi dua orang di depannya ini adalah laki-laki. Masa lelaki tampan ini namanya Rose? Ia bertanya-tanya dalam hati.     

"Uhm .. bisakah Anda mengulang nama pemesannya tadi, Tuan?" Ia bertanya dengan nada meminta maaf. Sang staf berpikir ia pasti salah dengar.     

"Tolong cek saja nama Rose Fournier," kata Rune. "Anda tidak salah dengar, kok."     

Pria itu dapat menebak apa yang dipikirkan oleh sang staf dan mengkonfirmasi kepada wanita itu bahwa nama yang didengarnya tadi memang benar Rose Fournier.     

Ahh .. rupanya Rose bersungguh-sungguh ketika ia mengatakan bahwa ia akan mengungkapkan identitasnya kepada Rune malam ini. Sekarang, ia bahkan sudah menyebutkan nama lengkapnya.     

Rose Fournier.     

Nama yang bagus sekali, pikir Rune. Seperti namanya, Rune, Rose adalah nama yang sangat sederhana namun indah. Ahh.. kebetulan sekali, bukan? Nama Rose dan Rune juga sangat mirip dan bagus kalau disandingkan.     

Ia merasa bahwa itu adalah pertanda lagi bahwa dia dan Rose memang berjodoh.     

Rose Fournier Schneider.     

Rune mengerutkan kening ketika dia mengucapkan nama itu dalam hatinya. Sepertinya dia pernah mendengar nama Fournier sebelumnya.     

Di mana ya, ia pernah mendengar nama itu?     

"Oh .. baiklah, kami memang menerima reservasi atas nama Nona .. eh Tuan Rose Fournier," kata sang staf penerima tamu terburu-buru. Ia melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar mereka mengikutinya.     

Rose terkekeh ketika melihat bagaimana staf itu bertindak canggung. Gadis cantik itu tahu bahwa penampilannya sebagai seorang pria sangat meyakinkan.     

Keduanya berjalan mengikuti staf restoran menuju sebuah lounge dengan enam kursi dan akses menuju teras luar ruangan yang indah dihiasi berbagai tanaman, membuat suasana terlihat begitu nyaman.     

Mereka duduk dan langsung diberi segelas sampanye masing-masing sambil menunggu kedatangan teman-teman Rose.     

Saat ia melihat botol champagne di atas meja, Rose mengerutkan kening, karena ia langsung teringat pengalaman mabuknya yang memalukan di sini minggu lalu.     

"Aku tidak akan minum banyak," bisik Rose sambil mendorong gelas sampanyenya ke arah Rune. "Kau bisa minum bagianku. Pokoknya, kalau kau melihatku minum lebih dari dua gelas, pukul saja tanganku."     

"Eh?" Rune terkejut mendengar kata-kata Rose. Ia jelas tidak tega memukul gadis itu, apa pun alasannya. Ia lalu menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin memukulmu."     

"Hmm .. baiklah, terserahmu saja. Tapi tolong .. kalau kau melihatku minum lebih dari dua gelas, kau harus menghentikanku bagaimana pun caranya," kata Rose.     

"Bagaimana pun caranya?" tanya Rune lagi. "Apakah kau serius? Kau tidak akan marah?"     

Rose menggelengkan kepalanya. "Aku sudah bertekad untuk tidak mempermalukan diri sendiri lagi dan mabuk di depan umum. Jadi, tentu saja, aku akan mengizinkanmu melakukan apa saja untuk mencegahku mabuk lagi."     

Rune menghela nafas panjang. "Baiklah."     

Pria itu tidak menghabiskan sampanye Rose karena dia ingin tetap sadar dan memiliki pikiran jernih. Ia tidak ingin mabuk di depan orang baru yang baru dia temui.     

Bagaimana jika ia tidak sengaja mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya? Penyamarannya sebagai laki-laki miskin akan terbongkar.     

Rune tidak mau mengambil risiko itu. Tidak, terima kasih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.