The Alchemists: Cinta Abadi

Menguak Rahasia Rose (1)



Menguak Rahasia Rose (1)

2Rose merasa sangat terharu. Ia dapat melihat betapa Rune sangat menyukainya dan bersedia melakukan apa pun untuknya. Terlebih lagi, Rune tidak pernah mendesaknya tentang hal apa pun.     

Bahkan sampai sekarang, pria itu juga tidak pernah menanyakan tentang siapa Rose sebenarnya, dan apa tujuannya menjadikan Rune sebagai kekasih pura-pura.     

Rune sangat santai dan percaya diri. Ia selalu membuat Rose merasa nyaman menjadi dirinya sendiri dan tidak harus kuatir akan apa pun.     

Ahh... seandainya tidak ada Leon di hati Rose, mungkin ia akan dapat dengan mudah jatuh cinta kepada Rune, pikir Rose kepada dirinya sendiri.     

'Rose, apa yang kau pikirkan? Bukankah kau tahu sendiri bahwa kau tidak mungkin bisa bersama Leon? Leon lebih memilih status daripada dirimu,' gadis itu menegur dirinya sendiri.     

Ia kembali menatap Rune yang sedang membereskan ruang tamu sambil bersiul-siul.     

Mungkin ia memang harus belajar membalas cinta pria ini agar ia dapat sepenuhnya melupakan Leon.     

Ia memejamkan mata dan berusaha menyingkirkan bayangan Leon dari benaknya. Gadis itu lalu mengeluarkan cucian yang sudah kering dari mesin cuci dan melipatnya dengan hati-hati. Karena dulu ia pernah bersekolah di sekolah asrama, Rose dapat menjadi lebih mandiri.     

Walaupun di rumah ia adalah seorang putri yang selalu dilayani belasan orang, ia tidak manja. Kini saat ia hidup sendiri di New York, Rose dapat mengurus dirinya sendiri.     

Setelah makan siang dan mandi, Rose akhirnya merasa baikan. Sebagai tanda terima kasih kepada Rune yang telah mengurusinya tadi malam, Rose menawarkan untuk mentraktir pria itu makan siang di brasserie dekat apartemen mereka.     

"Ahh.. terima kasih kau mau mentraktirku makan siang," kata Rune dengan ekspresi gembira. "Kebetulan aku sudah tidak punya untuk makan siang. Bulan ini aku miskin sekali."     

"Ehh.. apa katamu? Aku tidak keberatan mentraktirmu makan. Aku memang ingin melakukannya sebagai tanda terima kasih atas bantuanmu kemarin. Tapi aku tidak mengira kau sama sekali tidak punya uang lagi..." Rose mengerutkan kening keheranan. "Bukankah tadi malam kau bilang kau baru menang lotre atau apa... sehingga kau dengan borosnya membeli champagne yang sangat mahal, padahal tadinya aku hanya ingin moet chandon."     

Ahh.. benar juga. Sebenarnya tadi malam Rune sudah berencana untuk pelan-pelan membuka jati dirinya kepada Rose.     

Dengan membawa gadis itu makan di restoran yang ada di hotel milik keluarganya, lalu memesan makanan serta champagne serba mahal.. tadinya ia berniat untuk memberi tahu Rose pagi ini bahwa ia sebenarnya adalah anak pemilik Gedung St. Laurent, alis bos pemilik Restoran The Lily yang mereka datangi kemarin.     

Rose akan mengerti bahwa sekadar membeli champagne seharga 6000 dolar bukanlah hal yang besar bagi Rune.     

Namun, tiba-tiba tadi malam ia berubah pikiran. Saat ia mengetahui bahwa Rose lebih menyukai laki-laki miskin untuk dijadikan suami, pria itu langsung memutuskan untuk tetap mengaku sebagai orang miskin. Malahan, ia akan menurunkan kastanya menjadi lebih miskin lagi.     

Kalau sebelumnya Rose mengira Rune adalah seorang guru yang kemudian bekerja serabutan membantu pekerjaan peneliti, maka kini Rune akan mengatakan bahwa semua uang yang diperolehnya telah habis... dan ia sekarang benar-benar bangkrut alias miskin kin kin.     

"Yahh.. aku juga tidak mengira, ternyata uang yang kutanam untuk bisnis temanku dibawa kabur olehnya. Aku baru tahu tadi pagi," kata Rune sambil memasang ekspresi sedih. Ia sendiri heran akan kemampuannya berakting. Semua kata-katanya keluar dengan begitu mudah.     

"A.. apa kau bilang? Kau ditipu temanmu dengan alasan bisnis??" Rose memijit keningnya. "Apa kau tidak mempelajari baik-baik proposal bisnisnya seperti apa?"     

Rune menggeleng polos. "Aku percaya saja karena dia teman lama. Aku tidak begitu mengerti bisnis karena aku lebih berminat mengurusi tanaman dan berbagai teknologi."     

Rose menatap Rune agak lama, seolah berusaha memikirkan tanggapan yang tepat. Akhirnya ia menghela napas dan menepuk bahu pria itu. "Sudahlah. Lebih baik kehilangan uang sekarang di saat uangmu belum seberapa dan kau masih muda, daripada nanti saat kau sudah lebih tua dan punya anak istri. Betapa kasihannya anak dan istrimu nanti kalau kau masih bisa ditipu orang."     

Rune sangat senang mendengar kata-kata Rose. Ahh.. gadis ini tidak menghakiminya dan menganggapnya bodoh, melainkan menunjukkan simpati atas situasinya. Rasa cinta Rune kepada gadis itu semakin bertambah-tambah.     

"Kupikir aku harus mencari istri yang pandai dalam urusan begitu, supaya aku tidak ditipu orang lagi..." kata Rune dengan nada memelas.     

Kata-katanya membuat Rose tertegun. Gadis itu lalu cegukan dan menarik tangan Rune untuk keluar apartemen.     

"Hmph... ayo makan. Aku sudah lapar," kata Rose mengalihkan pembicaraan.     

Makan siang mereka berlangsung hangat. Rose tampak begitu santai dan bahagia. Kalau ia tidak menyaksikan sendiri betapa kemarin Rose tampak begitu sedih dan menangis tersedu-sedu saat ia mabuk, Rune pasti tidak akan percaya bahwa ini adalah gadis yang sama.     

Ah, Rose, kenapa kau sangat pandai berakting? pikir Rune.     

Ketika mereka makan siang sambil berbincang-bincang, Rune mencoba mengorek sedikit tentang masa lalu Rose. Ia berharap dapat memperoleh informasi tentang kehidupan Rose sebelum bertemu dengannya, dan siapa Leon sebenarnya.     

"Apakah sejak dulu kau memang ingin menjadi pelukis?" tanya Rune sambil menyesap jusnya. "Kapan kau tahu apa yang kau inginkan dan menjadi yakin untuk mengejarnya?"     

Rose yang sedang menikmati tehnya setelah selesai makan siang tampak berpikir sejenak.     

"Aku sudah suka melukis sejak dulu. Tapi kurasa aku baru mengetahui bahwa aku ingin menjadi pelukis saat aku datang ke pameran lukisan ibunya George. Kau tahu kan, George adalah salah satu sahabatku. Aku sangat mengagumi karya-karyanya. Saat itulah aku memutuskan untuk menekuni seni."     

"Oh, begitu ya?" Rune mengangguk-angguk. "Lalu, bagaimana dengan keluargamu? Apakah mereka mendukungmu untuk menjadi pelukis?"     

Rose mengangguk. "Orang tuaku sangat menyayangiku dan mereka membiarkanku melakukan apa saja yang kumau."     

"Hm.. begitu ya?" Rune juga bersyukur bahwa keluarganya sangat pengertian dan selalu mendukung apa pun yang ia inginkan. Ia tidak berminat pada bisnis, sama seperti pamannya Aldebar, dan sangat senang karena ada Terry dan Rune yang dapat mengurusi bisnis keluarganya.     

Rune memutuskan untuk menggali lebih dalam lagi. Ia bertekad harus tahu siapa Leon sebenarnya.     

"Kau selalu membicarakan George, apakah kau tidak punya teman-teman yang lain?" tanya Rune secara sambil lalu. "Aku ingin bisa berkenalan dengan teman-temanmu."     

"Oh, tenang saja, kau akan bertemu mereka beberapa hari lagi. Aku kan sudah bilang Helene akan berkunjung ke New York dari Paris, jadi aku mengundang teman-teman yang lain untuk ikut datang kemari supaya kita semua bisa bersenang-senang," jawab Rose. Wajahnya seketika tampak ceria ketika membicarakan teman-temannya. "Ssshh.. ini rahasia, ya, Helene tidak tahu ini, tapi pacarnya, Peter akan melamarnya setelah acara makan malam kita bersama nanti."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.