Devil's Fruit (21+)

Penyidangan



Penyidangan

1Fruit 1014: Penyidangan     

Andrea masih duduk di ruang tengah malam itu ketika dia menunggu putra sulungnya selesai mengantarkan kekasihnya, si gadis kepala merah muda, Nadin.      

Sang ibu sengaja di sana karena sudah sepakat dengan Jovano untuk menunggu pemuda itu. Sedangkan sang suami sudah beberapa kali bolak balik dari dapur ke ruang tengah sambil mempersembahkan makanan lezat buatannya untuk si istri.      

Mendapatkan cemilan enak sesudah kerja penat seharian, tentu saja merupakan hal menyenangkan. Suaminya ini memang sosok yang sungguh idaman, bisa meladeni istri di manapun, ranjang maupun tempat makan.      

"Kau yakin ingin menunggu Jo di sini? Tidak di kamar saja?" tanya Dante pada istrinya.      

"Hu-um," jawab Andrea sembari menggigit potongan ayam fillet berlumur tepung, menimbulkan kriuk-kriuk jelas ketika beradu dengan gigi.      

"Tidak khawatir anak-anak lainnya akan menguping di atas?" Dante sebenarnya lebih menitikberatkan pada Ivy yang sudah mereka kenal sebagai tukang menguping.      

Andrea paham omongan suaminya mengarah ke siapa. Dia hanya berkata, "Aku sudah bikin array penghalang."     

"Um, oke."     

Baru saja Dante selesai bicara, suara mobil Jovano sudah tiba di carport mansion. Tak berapa lama setelah terdengar suara pintu mobil ditutup, langkah Jovano sudah bisa mereka ketahui. Jangan remehkan indera mereka.      

"Mom." Jovano menyapa. "Dad, kau juga di sini." Ia ganti menyapa ayahnya yang duduk di samping sang ibu.      

"Ya, Daddy di sini untuk berjaga-jaga siapa tau nanti ada yang mengamuk dan bisa membahayakan barang-barang di sini." Ini jelas bahwa tuan Nephilim hanya menggoda.      

Sang istri menoleh ke arah tuan Nephilim diiringi tatapan tajam mendelik seolah protes akan apa yang diucapkan suaminya. "Emangnya aku separah gitu, yak?"     

Dante memilih menjawab menggunakan kekehan dan senyuman saja ketimbang memakai kata-kata. Yang dia rasa, sang istri sedang agak sewot saat ini.      

"Sini, Jo." Andrea menepuk sofa kosong di sisinya yang lain.      

Jovano patuh meski tadinya ingin ikut menggoda si ibu, tapi lebih baik jangan main-main dulu dengan Andrea saat ini.      

Setelah anaknya secara patuh duduk di sebelahnya, Andrea mulai membuka bahasan. "Udah sejak kapan kamu anuan ama pacar kamu?" tanyanya, disertai pandangan intens ke putra sulungnya, sementara suami hanya diam menjadi pendengar untuk memastikan situasi.      

"Jujur, Mom, ini yang ketiga kalinya." Jovano menggigit bibir bawahnya ketika selesai menyampaikan kalimatnya.      

"Ketiga kalinya!" Andrea mengulang menggunakan nada tinggi sembari dua alisnya ikut terangkat tinggi.      

"Ayolah, Mom ... please, jangan bikin aku kayak terpidana berat." Muka Jovano terlihat memohon ke ibunya.      

"Jo!" Andrea mulai memutar tubuh ke arah anaknya dengan satu kaki diangkat ke sofa dan satu tangan di sandaran kepala. "Kok bisa kamu ngelakuin itu, sementara dia ini ... satu, dia masih di bawah umur. Dua, dia masih kecil."     

"Sayank, yang kesatu dan kedua itu sama saja," potong Dante mengingatkan.      

Andrea menatap tajam suaminya dengan menolehkan pandangan ke belakang. "Apakah ada larangan untuk mengatakan dua hal yang sama? Bahkan kalo aku ucap sampai sepuluh pasal yang sama juga gak ada larangannya, kan?"     

"Oke, oke," Dante memilih mengalah daripada runyam sampai di ranjang.      

"Nah, Mama lanjutkan. Pertama, dia di bawah umur. Kedua, dia masih kecil. Ketiga, Mama dan Papa gak kenal baik dia, siapa orang tuanya, di mana mereka tinggal. Atau jangan-jangan kamu juga nggak tau tentang latar belakang dia?" Andrea menatap ke Jovano lagi.     

Jovano menghela napas sebentar. "Sudah semua?"     

"Belum." Andrea menyahut. "Keempat, gimana kalau dia hamil? Dia masih SMA, ya kan Jo? Bayangin, masih SMA! Bukannya Mama mo sok suci di depan kamu. Mama juga hamil waktu masih remaja, dan Mama gak mau anak-anak Mama mengalami seperti itu. Ini juga gara-gara papamu, sih!" Dia menampar paha suaminya, kesal akan kisah lalu mereka.      

"Maaf, sayank." Tuan Nephilim paling malu kalau mengingat mengenai hal itu mengenai dia yang menghamili Andrea secara paksa saat Andrea masih di bawah umur, menyebabkan sang istri harus putus sekolah, apalagi saat itu terjadi chaos di sekitar Andrea. "Yang penting aku bertanggung jawab, ya kan yank?" Dante memeluk istrinya, berharap ketegangan sang istri bisa sedikit mereda.      

"Sekarang, sudah?" tanya Jovano. Bukannya dia menantang sang ibu, namun hanya ingin memastikan ibunya sudah menuangkan semua yang ingin dikatakan, daripada nanti dibilang memotong ucapan orang tua, malah bisa dituduh anak durhaka, kan?     

"Ya, sementara itu dulu dari Mama." Andrea masih belum bisa santai. Keempat yang dia sebutkan tadi masih membuat hatinya tak tenang. Pokoknya tidak tenang.     

"Oke, Mom, Jo akan jawab satu demi satu dari Mommy tadi, yah!" Jovano bersiap bicara panjang lebar. "Yang pertama, iya dia di bawah umur, dan Jo juga minta maaf mengenai itu. Dia masih 17 tahun saat ini dan kami udah sama-sama gak bisa nahan diri lagi. Jo minta maaf mengenai itu."     

"Hm ..." Andrea hanya keluarkan gumaman itu sembari tatap lekat putra sulungnya.      

"Kedua, dia masih kecil? Sebenarnya gak bisa disebut kecil juga, sih, Mom. Ayolah, Mom, jangan kasih kalimat seolah-olah aku ini jadi mirip ama pedofil, astaga Mom, kan enggak seperti itu." Jovano merasa putus asa ama tuduhan mamanya mengenai Nadin masih kecil.      

"Ya, tapi dia masih di bawah umur, ya kan?" Andrea menyahut.      

"Iya, Mom, dia memang masih di bawah umur, tapi kan enggak gadis cilik yang masih kecil. Kesan omongan Mommy tadi tuh dia kayak masih anak SD atau SMP. Kan jadinya aku ngerasa kayak pedofil." Jovano membela diri.      

"Ya udah, lanjut yang ketiga!" Andrea kibaskan tangannya di udara.      

"Hm, oke, Jo lanjut. Nah yang ketiga, soal latar belakang dia. Dia itu yatim piatu, Mom. Awalnya sih dia sempat bilang ada ibu tapi kemudian dia minta maaf karena bohong dan dia meralat ucapan dia dengan bilang kalo dia sebenarnya yatim piatu."      

"Dia yatim piatu?"     

"Ya."     

"Kalo emang gitu, kenapa musti bohongi kamu? Dari situ aja udah nggak jujur ma kamu, Jo."     

"Bukan masalah dia tukang tipu atau bukan, Mom. Dia bilang dulunya dia gak berani bilang kalo yatim piatu karena takut Jo jauhi dia."     

"Emang bisa gitu?"     

"Yah, mungkin dia dulu pernah punya pacar yang mutusin dia gara-gara dia yatim piatu."     

"Dia gak ada saudara?"     

"Dia bilang ada dari garis ibunya, tapi dia udah lupa dan juga saudara pihak ibunya tidak suka ma dia. Makanya dia nekat hidup sendiri di Jepang."     

"Lah dia di Jepang pakai duit siapa kalo gitu?"     

"Dia ... katanya sih dari warisan orang tuanya yang berhasil dia bawa."     

"Hm ... lalu yang keempat, dan itu yang paling Mama khawatirkan."     

"Tenang aja kalau soal itu, Mom. Aku bisa buat sperma benihku jadi sperma kosong gak ada benihnya."     

Andrea mendengar jawaban dari anaknya, makin memperdalam kernyitan pada dahinya. "Kamu emangnya tau atau belajar dari mana soal itu?" Ia menatap curiga ke anaknya.      

"Umm ... dari Uncle Ken." Jovano tak punya pilihan selain bicara jujur. Dia paham watak sang ibu yang kan terus menguber sampai mendapatkan jawaban sebenarnya.      

"Ken? Kencrut?!" Andrea belalakkan mata dan bersiap bangun dari duduknya. "Bisa-bisanya tuh Kencrut ngajari yang gituan ke anak gue!" Ia mendengus marah.      

"Mom! Mom!" Jovano lekas bangun juga untuk menahan sang ibu. "Please, Mom jangan marah ke Uncle Ken, dong! Aku yang tanya dia, kok."     

"Dan dia kasi tau kamu caranya, ya kan?" Andrea mendelik.      

"Yah, mana berani dia memprotes perintah dariku, Mom?" dusta Jovano agar Kenzo tidak disalahkan oleh sang ibu.     

"Hghh!" Andrea mendesah keras. Dari semua jawaban sang putra, dia tidak bisa menemukan celah kecuali hanya usia Nadin masih 17 tahun. Itu saja. Sebenarnya, yang paling dia cemaskan memang hanya soal kehamilan, tapi karena Jovano sudah memiliki solusi mengenai itu, bagaimana mungkin dia hendak meributkan lagi? "Mama capek, mo tidur!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.