Datangnya Sang Penyihir

Kelahiran Para Prajurit Sinar Surya



Kelahiran Para Prajurit Sinar Surya

1Saat itu pukul empat pagi, dan sinar mentari di luar masih remang.     

Allen terbangun setengah jam sebelumnya. Ia telah tidur di tempat tidur lebar dengan Prajurit-Prajurit lainnya. Ia melihat sekelilingnya dan melihat bahwa yang lain juga terbangun.     

Dengan misi dan tekanan dari pertemuan langsung dengan Tuan menaungi mereka, tidak ada seorang pun yang berhasil tidur.     

Pintu terbanting terbuka. Jenderal Jacker berdiri di ambang pintu. Ia menyalak, "Semuanya, kita akan segera berangkat!"     

Begitu ia selesai, langsung ada keributan di ruangan itu. Semua orang bangun dari tempat tidur pada saat bersamaan. Mereka semua berpakaian dan siap untuk melaksanakan perintah, termasuk Allen.     

"Bagus!" Jacker memandangi tentaranya dengan puas. "Sekarang keluarlah ke halaman dan bentuk empat kelompok!"     

Dalam waktu tidak lebih dari lima detik, serratus prajurit tiba di halaman dan terbagi dalam empat baris dengan rapi. Selain suara langkah kaki mereka, Prajurit-Prajurit tersebut tidak membuat suara saat mereka berdiri di tempat.     

Ketika Jacker sampai di halaman, ia melambaikan tangan pada mereka. "Ayo, pergi!"     

Langit fajar masih gelap, dan mereka hampir tidak bisa melihat tanda-tanda kehidupan manusia di jalanan. Dengan langkah-langkah diam dan tergesa-gesa, pasukan Prajurit pergi menuju Menara Penyihir yang menjulang dari kejauhan.     

Bahkan setelah mengalami ekspansi, luas Bukit Tandus masih tidak lebih dari 500 kaki persegi. Para Prajurit pun berhasil mencapai salah satu pintu di sisi Menara Penyihir.     

Jacker mengetuk pintu yang kemudian menguap menjadi titik cahaya.     

"Ikuti aku!" Jacker memberi isyarat pada pasukannya yang lalu mematuhi perintahnya.     

Di belakang pintu ada jalan lebar. Di kedua sisi jalan terdapat dua baris lampu sihir yang menerangi sekeliling mereka. Dinding-dinding di sekitar jalur itu ditata dengan rapi. Warnanya menenangkan mata dan indah seperti batu giok. Para Prajurit memandang sekeliling mereka dengan kagum dan hormat ketika mereka berjalan di sepanjang jalan setapak.     

Allen juga memiliki reaksi yang sama dengan yang lain. Ia juga merasakan bahwa jalurnya akan berubah setelah berjalan dalam jarak tertentu. Ketika mereka telah berbelok untuk ketiga kalinya, Allen menghitung jarak total yang telah mereka tempuh dan sampai pada suatu kesimpulan. Kita telah mendaki lereng di jalur persegi.     

Ketika mereka berjalan beberapa menit lagi, Allen menjadi semakin bingung. Menara Penyihir seharusnya hanya selebar sepuluh are dan tingginya seratus kaki, pikirnya. Tapi, kita sudah berjalan di jalur ini lebih dari beberapa ribu kaki, dan ujungnya masih belum terlihat.     

Prajurit lain juga tampak bingung dengan ini karena mereka mulai merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi.     

Namun, tidak sepatah kata pun datang dari Jacker. Ia tetap tak terpengaruh oleh perjalanan yang tampaknya tak berujung. Para Prajurit tidak punya pilihan selain menyimpan kebingungan mereka sendiri dan dengan patuh berjalan di belakang Jacker.     

Kelompok Prajurit tetap berbaris di lereng bukit sejauh 20 mil di sepanjang jalur yang diterangi. Beberapa Prajurit sudah berkeringat deras dan terengah-engah.     

Allen merasa bahwa ia tidak punya banyak tenaga lagi. Ia merasa tubuhnya agak lebih berat dari biasanya. Kakinya terbenam berat di tanah dengan setiap langkah yang diambilnya seolah-olah kakinya terbuat dari timah. Allen akan baik-baik saja jika hanya berjalan sejauh 20 mil melalui pegunungan tanpa merasakan tekanan apa pun pada paru-parunya. Namun, jalan yang mereka lalui saat ini tidak tampak seperti perjalanan gunung biasa.     

Beberapa Prajurit telah jatuh ke tanah, melanjutkan sisa perjalanan mereka dengan merangkak. Ini sangat melelahkan.     

"Jenderal, kita sudah sampai?" salah satu Prajurit berkata.     

Jenderal Jacker masih tampak tidak gentar. Jawabannya sama dengan sebelumnya. "Kita hampir sampai. Tunggu sebentar."     

Para Prajurit tak punya pilihan lain selain menggertakkan gigi dan terus berjalan.     

Mereka terus berjalan sejauh sepuluh mil lagi. Jalan setapak itu tampak hampir tak berujung. Sepenuhnya merasa lelah pada titik ini, sebagian besar Prajurit menyerah untuk berjalan dengan dua kaki dan sekarang berjalan merangkak.     

Jika bukan karena fakta bahwa mereka telah diberi makanan yang baik dan pelatihan yang cukup setiap hari, Para Prajurit ini akan terbaring tak bergerak di tanah sedari awal.     

Keringat menetes di tubuh Allen seperti hujan. Ia adalah yang termuda di grupnya. Meskipun yang lain berusia sekitar 20 tahun, ia telah mencapai kekuatan Level 4, menjadikannya salah satu Prajurit yang lebih kuat di skuadronnya. Ia juga sangat kuat. Ada beberapa di antara rekan-rekannya yang bisa menyainginya dalam hal kekuatan. Ia terutama berbakat dalam pertempuran. Bagaimana lagi ia bisa membunuh lebih dari 20 Prajurit Zombie di Hutan Girvent tanpa terluka sedikit pun?     

Pada titik ini, dari seratus orang Prajurit di skuadronnya, hanya ia saja yang masih berdiri. Namun, ia sekarang menggertakkan giginya setiap ia mengambil langkah dengan kesulitan yang terlihat jelas.     

'Aku harus terus berdiri. Aku yang terkuat di sini. Aku harus terus berjalan!' jerit pikiran Allen.     

Ketika mereka melanjutkan di jalur, beberapa Prajurit sudah tertinggal di belakang Allen. Prajurit-prajurit ini sekarang berbaring di tanah tanpa bergerak, menghirup udara keras-keras seperti ikan yang keluar dari air. Tubuh mereka sepenuhnya telah mengecewakan mereka, dan pikiran mereka sudah melayang keluar-masuk dari kesadaran mereka.     

Cahaya putih menyelimuti tubuh mereka. Saat berikutnya mereka benar-benar menghilang.     

Prajurit lain tidak menyadari rekan mereka yang menghilang. Mereka terlalu fokus bergerak maju untuk mengkhawatirkan orang lain.     

Sepertinya masih belum terlihat ujung jalan di depan mereka. Satu demi satu, Para Prajurit mulai keluar dari grup. Jumlah mereka terus menurun.     

Keringat mengalir dari dahi Allen, mengaburkan visinya. Namun, ia tidak menghapusnya dari mata. Tangannya menjuntai ke samping, dan ia terlalu lelah untuk mengangkatnya ke wajahnya. Allen hanya bisa mengeringkan keringat yang menetes ke wajahnya saat ia dengan tegas melanjutkan perjalanannya.     

Paru-parunya sekarang terbakar. Jantungnya berdetak kencang seperti rebana yang mengirimkan gelombang kejut ke seluruh pembuluh darah di tubuhnya. Kakinya mati rasa dari pendakian untuk beberapa waktu sekarang. Mereka dengan susah payah bersandar pada sendi pinggul mereka dengan setiap langkah yang dibuatnya.     

Namun, ia terus berjalan. Alih-alih merangkak di tanah atau bersandar ke dinding di kedua sisi jalan setapak, ia dengan mantap mengimbangi langkah Jenderal Jacker di depannya.     

Setelah sekian waktu yang terasa seperti seabad, Jenderal Jacker pun akhirnya berhenti. Keringat berkilau di dahinya, dan ia juga sedikit terengah-engah. Ia berbalik pada Allen dengan senyum lelah. "Kau cukup kuat, ya?"     

Setelah berjalan terlalu lama, pemuda itu sudah hampir pingsan. Tetap saja kakinya bertahan secara naluriah, dan ia mungkin akan berjalan sendiri sampai mati jika Jacker membiarkannya melakukannya. Ini memang tekad seorang Prajurit yang tak tergoyahkan.     

Allen balas tersenyum lemah padanya. Ia kemudian membungkuk untuk menyangga lututnya sambil menghirup udara dalam-dalam.     

Pada saat itu lingkungan mereka lalu berubah. Mereka sekarang menemukan diri mereka berada di aula yang luas, di mana Prajurit lainnya berbaring di platform persegi.     

Setelah mendapatkan kembali sedikit kekuatannya, Allen mengangkat lengan untuk menyeka keringat di dahinya. Ia kemudian melihat Penyihir berambut hitam di sisi jauh aula besar. Meskipun Allen tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, sosok itu memancarkan tekanan kuat yang tak terlukiskan, seolah-olah ia adalah pusat dari alam semesta sendiri.     

Itu pasti Penguasa Ferde. Hati Allen bergetar karena gembira. Tanpa peringatan, ia merasakan tubuhnya terangkat ke udara, dan kemudian ia mendarat di salah satu platform batu.     

Suara jernih terdengar di aula besar. "Prajurit, apakah kau melihat botol di sisimu?"     

Allen berbalik dan melihat palung di sampingnya. Botol kristal dengan gabus terletak di atasnya.     

Suara itu berbicara lagi. "Ini adalah Benih Sinar Surya. Ramuan ini akan merestrukturisasi dan memperkuat tubuhmu setelah kau meminumnya. Kalian semua akan diberkahi dengan Kekuatan Matahari."     

Mata Allen melebar dengan takjub setelah mendengarnya. Beberapa Prajurit yang tidak sabaran sudah membuka tutup botolnya dan meminum isinya dalam satu tegukan.     

Allen sedikit lebih berhati-hati dibanding yang lainnya. Ia merasa ragu-ragu sejenak. Anggota tubuhnya masih sakit karena perjalanannya. Ia takut cengkeraman tangannya tidak akan cukup kuat dan ia mungkin tanpa sengaja menumpahkan Benih Sinar Surya dari botol.     

Setelah ragu-ragu selama setengah menit, Allen akhirnya memutuskan untuk mengambil botol kristal. Ia membuka tutupnya dan menuangkan cairan biru harum ke mulutnya.     

Begitu cairan itu meluncur ke tenggorokannya, Allen merasakan api mengamuk di tenggorokannya dan masuk ke perutnya. Dari sana panas menyebar dengan cepat ke seluruh bagian tubuhnya.     

Pada awalnya Allen hanya merasakan suhu tubuhnya naik. Segera setelah itu, ia bisa merasakan sakit yang tajam memotong daging, tulang, dan pembuluh darah seperti pisau.     

Sekarang terdengar jeritan kesakitan di sekitarnya. Beberapa Prajurit meraung kesakitan luar biasa. Seseorang telah jatuh dari peron batu ke tanah, di mana ia berguling-guling seolah berusaha memadamkan api tak terlihat di sekelilingnya. Curiga bahwa mereka semua diberi racun, beberapa lainnya dengan marah menggumamkan kutukan ke udara.     

Meskipun ia masih bisa menahan rasa sakit, Allen juga merasakan kecurigaan yang meningkat dalam dirinya. Mungkinkah itu racun?     

Pada saat itu, suara itu bergema sekali lagi di aula besar.     

"Prajurit, kekuatan tidak keluar begitu saja dari udara. Yang kuat tidak begitu saja turun dari surga. Hanya melalui api, maka baja dapat ditempa. Hanya melalui pertempuran dan pertumpahan darah yang tak terhitung jumlahnya, roh Prajurit dapat dibentuk."     

Pencerahan pun datang ke Allen. Itu benar. Seseorang harus mengalami rasa sakit yang hebat untuk menjadi kuat. Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan kekuatan yang lebih besar jika kita semua jatuh di bawah beban cobaan ini sekarang?     

Pikiran itu memenuhi hatinya sekali lagi. Ia mengertakkan gigi dan berbaring di peron, membiarkan pisau tak terlihat mengiris sekujur tubuhnya.     

Hanya satu pikiran muncul di benaknya. Tuan kita tidak akan berbohong kepada kita. Aku akan menjadikan kekuatan ini milikku... Aku akan berhasil, aku harus berhasil...     

Waktu berlalu. Setelah sekian waktu yang terasa seperti satu abad, Allen merasa bahwa rasa sakit di tubuhnya telah mereda sama sekali. Ia sekarang merasa lebih ringan dan lebih nyaman.     

Kekuatan misterius sekarang muncul di kedalaman tubuhnya. Kekuatan ini berapi-api, mendominasi dan bersemangat seperti matahari sore. Ketika Allen pertama kali merasakan kehadirannya, ia juga merasakan bahwa semua rasa sakit di tubuhnya telah hilang darinya. Kekuatan baru ini dengan cepat menyebar di dalam dirinya, sekaligus meremajakan tubuhnya yang lelah.     

"Apakah ini Kekuatan Sinar Surya? Benar-benar terasa kuat!" Kegembiraan muncul dari hati Allen. Di sekitarnya, ia bisa mendengar teriakan kegembiraan dan kejutan dari Prajurit lainnya. Mereka juga telah menerima kekuatan besar ini.     

Kekuatan di dalam tubuh mereka tumbuh dari dada mereka dan kemudian ke empat anggota badan. Akhirnya, jaringan sirkulasi daya telah terbentuk di dalam tubuh mereka.     

Kekuatan di dalam mereka terus berkembang saat beredar di tubuh mereka. Setengah jam kemudian, Allen bisa merasakan bahwa laju pertumbuhan kekuatan sudah mulai melambat dan menstabilkan dirinya sendiri.     

Namun, Allen merasa bahwa ia sekarang beberapa kali lebih kuat dari sebelumnya. Ia juga bisa merasakan bahwa kekuatan barunya tampak tak habis-habisnya dan bahwa ia tidak perlu khawatir menggunakannya.     

Suara jernih berbicara lagi di aula besar. "Selamat! Sebagian besar dari kalian bisa melewati pengalaman itu dan menerima Kekuatan Sinar Surya sebagai hadiah. Mulai sekarang, kalian adalah Prajurit Sinar Surya Ferde."     

Di atas udara, rune berbentuk seperti matahari emas muncul dan melayang turun perlahan ke pergelangan tangan setiap Prajurit yang telah berhasil mendapatkan Kekuatan Matahari.     

Terdengar suara mendesis, dan Allen merasakan sakit yang tajam di pergelangan tangannya. Karena panik, ia mengangkat lengan bajunya dan melihat rune emas dicap di pergelangan tangannya. Desain rune itu rumit, tetapi ia bisa melihat bentuk pedang di atasnya. Pedang itu berubah dan muncul sejumlah bintang emas di sekelilingnya.     

Allen menghitung enam bintang pada rune. Ia menoleh ke Prajurit di sebelahnya dan melihat bahwa rune di pergelangan tangan prajurit itu memiliki empat bintang di atasnya. Dari semua Prajurit di aula besar, hanya Allen yang memiliki enam bintang di sekitar rune-nya.     

Saat itu Allen memperhatikan bahwa penglihatannya telah meningkat pesat. Ia bisa melihat titik-titik cahaya kecil di pergelangan tangan seorang Prajurit yang berdiri sepuluh kaki jauhnya.     

Suara itu berbicara lagi. "Allen, kau memiliki tekad yang luar biasa dan telah melewati pengalaman sakit lebih hebat dari yang lain. Sebagai hadiahmu, aku telah memberimu Kekuatan Sinar Surya terkuat di antara skuadronmu."     

Pedang emas pucat melayang di udara ke arahnya. Di bawah tatapan iri Prajurit yang lain, Allen menerima pedang dengan kedua tangan.     

Ia melihat seberkas cahaya yang memantul dari pedang sejernih aliran air, rune di atasnya anggun seperti lukisan seorang master. Ia menggenggam gagang pedang, dan pedang itu langsung beresonansi dengan Kekuatan Sinar Surya di tubuhnya. Cahaya keemasan bersinar dari pedang. Di atasnya muncul sederetan kata-kata emas yang berbunyi, "Semoga sinar surya menerangi dunia."     

Dada Allen membengkak karena rasa bangga. Ia bangkit dan mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.     

Semua orang menatapnya dengan kagum dan iri. Dengan pedang di tangannya, Allen tidak perlu takut. Ia bisa merasakan bahwa Penguasa Ferde juga menatapnya. Matanya dipenuhi dengan dorongan penuh semangat.     

Aku, Allen, akan menjadi Prajurit terkuat di Ferde! Allen bersumpah pada dirinya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.