The Eyes are Opened

Berkemah : "Turun Gunung" (Part 05)



Berkemah : "Turun Gunung" (Part 05)

3Kita nggak akan tahu kejadian apa yang akan kita alami di perjalanan selanjutnya, hanya doa yang terus kami panjatkan untuk membantu kami agar dapat terus berjalan menuruni gunung ini dengan pikiran kami selamat semua. Kami berjalan menuruni dari pos 4 menuju pos 4 merupakan sebuah tantangan yang sangat menguji adrenalin kami karen adi setiap tapak kaki kami haruslah sangat diperhatikan, jika tidak pasti kami akan tergelincir dan terjatuh. Yap. Sudah aku buktikan sewaktu berjalan menuju pos 3 hingga pergelangan kakiku terkilir dan bengkak sebesar bola tenis. Namun sangat ajaibnya dan aku sampai saat ini bersyukur ialah aku masih di lindungi oleh Tuhan dengan datangnya burung jalak yang menunjukkan beberapa tanaman yang dapat mengatasi nyeri pada kakiku seperti antibiotik dan obat bius yang langsung di tempelkan di seluruh permukaan pergelangan kakiku hingga akhirnya aku tak merasakan sakit lagi saat aku gunakan untuk berjalan dan menuruni setiap anak tangga menuju pos 3.     

Sesampainya kami semua di pos 3, guru kami mengambil waktu untuk beristirahat hingg atertidur bersama teman kami yang lain. Badan secara fisik dan raga yang sangat lelah memang menginginkan untuk istirahat dan berbaring sejenak, namun apa daya dengan dinginnya cuaca saat itu yang baru saja di guyur hujan membuatku memilih untuk duduk dan meluruskan kakiku sementara. Mengisi perut yang sedari tadi meronta-ronta ingin diisi dan rasa dahaga yang membuat kering di tenggorokanku akhirnya terpenuhi semua saat kami tiba di pos 3. Aku melihat pak Eka dan pak Andi serta beberapa teman kami yang juga ikut tidur di pos 3. Terlihat wajah mereka yang tertidur sangat lelap dan nyenyak. Rasa lelah pada sekujur tubuh yang sakit semua tidaklah dapat melepaskan dengan hanya tidur selama 30 menit saja. Namun demi keinginan kami bersama ingin cepat pulang hingga tiba di rumah dengan selamatlah yang membuat kami memutuskan untuk beristirahat hanya sebentar. Aku melihat Via yang sedari tadi tergolek lemas seperti tubuh yang hampir saja kehilangan nyawanya hanya dapat digendong di atas punggung seorang porter yang membantu kami selama turun. Dengan berat 47kg, bagi porter yang membantu kami itu bukanlah hal yang sangat berat untuknya yang sudah terbiasa membawa barang lebih dari itu naik dan turun gunung Lawu ini. Kami benar-benar sangat terbantu dengan adanya seorang porter yang terbilang masih muda untuk menggedong Via hingga turun ke basecamp gunung Lawu. Pak Eka sendiri sudah terlihat tak kuat jika harus membawa Via di atas punggungnya untuk turun gunung. Wajahnya yang lusuh dan nafasnya yang sesekali terdengar sangat keras, seakan telah berlari berkilo-kilo meter jauhnya membuatnya ia tak sanggup untuk menggendong Via lagi di atas pundaknya.     

Jalur dari pos 3 menuju pos 2 mulai lebih ringan, tak banyak batu yang terdapat di sepanjang jalan seperti di jalur menuju pos 4. Hanya saja terdapat beberapa batu besar yang sangat terjal tak beraturan, serta banyaknya pohon tumbang di sepanjang jalan dan juga akar pohon yang keluara dari tanah merupakan tantangan bagi kami. Belum lagi jalanan yang lebih banyak tanah dari pada batu membuat jalur yang harus kami lewati basah dab becek di mana-mana. Ada juga genangan air serta lumpur di sepanjang jalan akibat hujan deras tadi. Hal ini membuat kami lebih berhati-hati saat berjalan. Langkah demi langkah kami lewati, beberapa anak yang tidak mengalami musibah selama menuruni gunung berbagi tugas. Beberapa ada yang berjalan di depan kami sebagi penunjuk arah, sebagian lagi berjalan di belakang kami untuk memastikan kami yang sakit tidak tertinggal dan tetap berada di dalam rombongan. Di perjalanan jalur dari pos 3 menuju pos 2 terlihat banyak hutan dan semak-semak yang sangat rimbun. Saat kami berjalan, tanpa sengaja aku melihat ke kanan dan ke kiri di sekitar gunung untuk melihat pemandangan sekitar. Namun bukanlah pemanadangan yang sangat indah yang aku dapatkan melainkan penampakan arwah gentayangan yang aku lihat. Aku sontak terkejut dan berhenti di tenga jalan. Terus memandang ke bagian kiriku yang hanya terlihat semak belukar yang sangat tinggi bagi orang awam. Namun saat itu aku melihat seorang pemuda dengan pakaian berwarna hijau dengan celana hitam memandangi kami dengan sangat tajam. Wajahnya terlihat sangat pucat hingga hampir membiru di sekujur tubuhnya. Awalnya kau tak tahu jika pemuda itu adalah arwah yang tersesat saat mendaki gunung ini dan tak dapat kembali. 'Ia' beberapa kali memanggilku dan meminta tolong untuk menyelamatkannya.     

["Tolooonggg.. Tolooonggg sayaaaa... Saya ingin pulang ke rumah orang tua sayaaa.. Tolong sayaaaa.."] Jerit suara arwah itu. Aku yang tengah berhenti dan terus memandangi ke arah semak belukar itupun di sadarkan oleh Dani yang berjalan di belakangku.     

"Hoi!! Ngapain lu berdiri aja! Ayo jalan!!" Ucap Dani yang membuatku terkejut.     

"E-eh, maaf-maaf. Aku tadi lihat ada seorang pemuda yang berdiri di sana sambil bilang minta tolong. Katanya mau pulang ke rumah orang tuanya tapi nggak bisa." Ucapku.     

"Hah?? Mana ada orang di sana? Itu cuman semak belukar yang tumbuh sangat lebat! Sudah ayo jalan! Hati-hati jalannya!" Ucapnya dengan sangat tegas.     

"Eh, beneran kok itu ada orang di sana! Masa kamu nggak lihat sih? Itu lho orangnya pakai baju ijo celana hitam menghadap ke kita!" ucapku sambil beberapa kali menunjuk ke arah pemuda itu. Namun Dani yang tak dapat melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepala dan hampir saja ia bilang aku sudah nggak waras karena telah terjatuh sebelumnya. Mendengarkan perdebatan kami yang nggak ada ujungnya, pak Narto yang berada di depan kamipun akhirnya berhenti.     

"Maaf mbak, maaf mas.. bukannya saya mau nyela kalian. Tapi yang di katakan mbak ini memang ada seorang pemuda yang menggunakan kaos hijau di semak-semak itu.." Belum selesai pak Narto menyelesaikan ucapannya, aku langsung menyelanya untuk membela diri dihadapan Dani.     

"Tuh kan Dan apa aku bilang ada orang di situ! Pak Narto aja bilang begitu!" Ujarku yang masih belum mengerti jika apa yang aku lihat hanyalah arwah.     

"Mana ada Dyandra! Itu cuman semak belukar!" Ujar Darto yang mulai emosi mendengarkan ucapakanku jika terdapat seorang pemuda di sana.     

"Maaf mas, mbak. Itu yang mbaknya bilang itu hanya arwah gentayangan mbak. Pria itu sudah ada beberapa tahun lalu. Mungkin bertepatan dengan adanya kabar seorang pemuda yang hilang dua tahun lalu. Sejak itu pemuda itu sering menampakkan dirinya pada beberapa pendaki dan selalu berkata untuk meminta tolong. Beberapa orang dari Tim Sar juga telah mencarinya namun masih belum ketemu jasadnya hingga sekarang. Sampai mereka meminta bantuan paranormal untuk mencari jasad dari pemuda itu." Jelas pak Narto sambil melanjutkan perjalanannya lagi.     

Aku dan Dani yang mendengarkan cerita dari pak Narto menjadi terdiam membisu tak ada yang membenarkan diri. Bulu kuduku langsung berdiri dan melihat ke sisi kiriku lagi. Saat aku melihatnya kembali, pemuda itu melihatku lalu berbalik ke dalam semak-semak lalu menghilang seperti di tiup angin. Jantungku langsung berdebar kencang hingga pikiranku beberapa kali tak dapat fokus melihat jalur yang banyak bebatuan. Hingga beberapa kali aku hampir terjerembab di tanah karena tongkat yang aku gunakan masuk ke dalam lumpur yang sanagt basah. Untung saja ada Dani dan Gunawan yang berada di belakangku saat itu langsung menopang kedua lenganku yang hampir terjatuh.     

"Hei! Hari-hati dong kalau jalan! Hampir saja kamu terjatuh lagi!" Ucap Dani dengan nada emosi terhadapku.     

"Makasi ya kalian sudah membantuku. Jika tidak mungkin aku terjatuh lagi." Ucapku sambil duduk di atas batu yang sangat besar di kanan jalan.     

Udara menuju pos 2 semakin dingin, aku kembali membuka tasku untuk mengambil syal dan mengenakan jaketku lagi. Meliaht ke arah jam yang berada di tangan kiriku terlihat saat itu sudah pukul 14.00 WIB. Tak terasa kami telah berjalan hampir satu jam lamanya.     

"Sudah enakan belum?" Tanya Gunawan padaku sambil meneguk air yang ia bawa.     

"Iya sudah kok. Bisa minta tolong untuk bangunkan aku?" Tanyaku sambil berusaha untuk berdiri dari tempatku duduk.     

"Oke. Ayo pelan-pelan ya Ndra kalau jalan." Ucap Gunawan sambil memapah lenganku yang tidak memakai tongkat.     

Kami berjalan lagi mengejar ketinggalan dari pak Andi dan pak Eka yang telah berada di depan kami beberapa meter. Pak Eka yang menyadari kami masih berjalan di belakang, akhirnya menoleh dan berhenti. Pak Eka meunggu kami hingga kami dekat dengannya dan kami mulai berjalan kembali menuju pos 2. Selama perjalan menuju pos 2, kabut tebal mulai turun menutupi jalanan yang kami lalui, hingga jarak pandang yang dapat kami tempuh sangat sedikit dan akhirnya setiap kami mengeluarkan lampu senter untuk membantu menerangi perjalanan kami.     

"Eh, tumben sekali ya masih siang gini tapi sudah turun kabut." Ucap pak Andi yang berjalan di depan rombongan bersama Angga dan Dito.     

"Iya pak. Mungkin ini efek dari setelah hujan tadi siang mungkin pak. Jadi kabutnya turun di bawah. Kalau di atskan cepat menguapnya pak." Ucap Dito yang terus menyalakan senternya sambil berjalan perlahan-lahan.     

"Teman-teman awas dan perhatikan langkah kalian ya! Di depan ada akar pohon yang keluar dari tanah! Jangan sampai kalian tersandung!" Teriak Angga yang memberi tahu pada kami yang berjalan di belakangnya.     

Kami berjalan dengan sangat hati-hati hingga beberapa dari kami berjalan dengan saling mengaitkan tali dari badan ke tas punggung kami agarkami tidak ada yang tersesat di dalam kabut yang sangat tebal ini. Ini cara kami agar kami tetap berada di dalam satu rombongan dan taka da yang terhilang saat berjalan menuruni gunung menuju pos 2.     

Terdengar dari jauh keramaian yang kami dengar saat hampir mendekati pos 2. Dengan mengarahkan senter yang kami bawa untuk sebagi tanda jika ada orang atau tidak di depan kami. Kami menyalakan dan mematikan senter kami beberapa kali seperti sandi morse yang telah di ajarkan selama pramuka di sekolah. Akhirnya apa yang kami lakukan ini mendapat jawaban dari orang-orang yang ada di pos 2.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.