The Eyes are Opened

Marah



Marah

0Hari sudah semakin gelap, lampu di sekitar panti pun mulai menyala, kami berlima bergegas untuk memasuki mobil dan segera untuk kembali ke hotel. Kak Andrew yang membawa mobil saat itu melaju dengan kencang keluar dari wilayah panti Jati Negara dengan cepat. Aku membalikkan badanku dan menoleh ke belakang. Terlihat pak Seto yang masih berdiri di depan pintu masuk rumah panti, sedangkan bu Nilam terlihat di jendela lantai dua mengawasi kami dari atas dengan tatapan yang tajam. Aku terus melihat kebelakang hingga mereka tak terlihat dari kejauhan. Di saat yang sama aku melihat arwah anak-anak panti yang menampakkan dirinya dan melihat kami dari pohon besar sambil tersenyum. Aku tak tahu bagaimana akhir dari hari ini, namun firasatku hari ini tidak berakhir dengan baik.     

"Dek, ayo duduk yang benar!" Tegur kak Dita yang sedari tadi masuk mobil memasang wajah kesal.     

"Kakak kenapa kok dari tadi mukanya kaya gitu?" Tanyaku dengan nada lirih, namun kak Dita tak menjawab ucapanku sama sekali.     

Akupun terdiam dan tak berani bertanya lebih lanjut kepada kak Dita, karena aku tahu jika kak Dita sudah seperti itu, berarti ia sedang marah.     

"Kak Andrew! Tuh kakak cantik lagi marah sama kakak!" Ucap Dante tiba-tiba yang ternyata ia membaca pikiran kak Dita yang duduk di sebelah kirinya. Kak Dita yang mendengarnya hanya terdiam membisu tanpa mengiyakan pernyataan Dante. Sehingga semua orang di mobil mengetahui jika memang benar kak Dita sedang marah dengan kak Andrew.     

Suasana di mobil menjadi lebih tegang dari pada di rumah panti. Kak Andrew yang biasa suka menyalakan musik di dalam mobil pun tak berani menyalakan musik. Semua terdiam membisu beberapa saat hingga akhirnya kak Dita membuka suara atas kekesalannya hari ini.     

"Ndrew! Apa alasanmu mengajak kami ke rumah panti tadi jika akhirnya kita semua mendapat celaka?" Tanya kak Dita dengan nada ketusnya.     

"Uhmm.. Maaf kak.. Aku nggak bermaksud untuk membuat kalian celaka hari ini.."     

"Iya! Jawab aja pertanyaanku dahulu seblum kamu meminta maaf!" Ucap kak Dita yang menjadi sangat kesal.     

"Kamu tahu nggak kalau tadi itu kita hampir celaka, bahkan nggak bisa pulang! Aku dan Dyandra yang tersesat di dunia orang mati lah! Robby yang hilang nggak tahu kemana! Kita ini hampir di jadikan tumbal Ndrew! Tumbal! Lu nggak mikir apa sudah anak kecil di jadikan tumbal orang gila macam begitu! Lalu kamu seakan-akan inginjuga membawa kami sebgai tumbal mereka! Kamu sengaja?! Dari tadi siang kamu mengajak kami jalan-jalan ternyata ini rencana busukmu! Jika kamu seperti ini dan sangat membahayakan Dyandra, maaf Ndrew. Sebagai kakak aku nggak bisa ijinin kamu berteman dengan adikku lagi. Kamu sangat membahayakan adikku jika kamu terus seperti ini." Ucap kekesalan kakak yang semakin memuncak.     

"Kak.. sudah..sudah.. nggak usah pakai bicara kaya gitu. Lagian kan kak Andrew nggak tahu apa-apa tentang kejadian seperti ini?" Ucapku yang berusaha untuk menenangkan emosi kak Dita.     

"Kamu ini malah belain orang yang mau mecelakakan dirimu tahu! Kenapa kamu bicara seperti itu sih!"     

"Ya tapi kan yang penting kita semua selamat kak."     

"Iya untungnya Tuhan masih melindungi kita semua! Jika tidak, mungkin kita sudah jadi arwah gentayanga seperti anak-anak kecil itu. Apalagi ini sudah jam berapa? Sudah hampir jam 10 malam lho ndra! Apa kamu nggak mikirin papa sama mama? Apa mereka nggak khawatir dengan keadaan kita? Apalagi seharian ponsel kita tak dapat signal sama sekali samapai sekarang sebelum kita turun dari gunung ini. Yang benar saja kamu Ndra kalau ngomong!"     

Suasana semakin memanas di dalam mobil hingga Dante yang duduk di tengah-tengah kami ketakutan dan memelukku dengan erat. Tak lama kemudian Dante yang memang masih anak-anak seketika itu juga menangis sekencang-kencangnya di dalam mobil dan berteriak ingin cepat pulang.     

"Huaaaa!!!! Pulang kak Pulangggg!! Huuuuuaaaaa!!!!     

"Iya Daannn.. sabar ya.. ini kan kita juga dalam perjalanan pulang.." Ucap kak Robby dari kursi depan.     

"Kak Dita, memang saya yang salah untuk mengajak kalian pergi bersama sama saya hari ini. namun bukan maksud saya untuk mencelakakan kalian dengan menjadikan kalian tumbal. Bukan kak. Ini benar-benar di luar kendali saya hari ini. Saya hanya ingin mengajak kalian ke panti itu karena waktu saya masih kecil rumah panti itu sangat bagus, baik fasilitasnya maupun pemandangannya. Di sana juga banyak anak-anak kecil yang saya kenal dan juga ada teman Dante. Saya nggak menyangka jika selama ini mereka di jadikan tumbal oleh pemilik panti demi kesuksesan yang ia dapat. Teman Dante dan anak-anak yang selama ini saya kenal semuanya sudah meninggal di sana. Baik mereka meninggal karena di siksa maupun di bunuh secara perlahan oleh bu Nilam dan pengasuh-pengasuhnya. Mungkin kak Dita tahu saya membawa tas besar yang masih tersimpan di bagasi mobil, itu bukan tas yang hanya berisi baju saya, melainkan tas yang beisi mainan dan beberapa buku gambar serta makanan kecil untuk anak-anak panti di sana. Saya benar-benar minta maaf kak.." Jelas kak Andrew sambil menahan tangisnya di dalam mobil sambil terus menyetir. Ia mulai membawa mobil denga kecepatan rendah dan sesekali menghapus air matanya menggunakan punggung tanganya. Kak Robby yang mengetahui adiknya menangis, ia langsung menyiapkan kotak tissue yang berada di dasboard mobil untuk Andrew. Namun aku melihat kak Dita masih belum percaya terhadap ucapan kak Andrew dan masih belum terima dengan kejadian yang ia alami hari ini.     

"Sudah Andrew. Kamu nggak perlu menangis seperti itu. Lebih baik kamu minggir dulu untuk menenangkan tangismu. Lalu bawa kami kembali ke hotel dan jelaskan kepada orang tua kami. Aku sudah lelah untuk hari ini dan dengan segala apa yang telah terjadi." Ucap kak Dita yang mulai dapat mengontrol emosinya.     

Kak Andrew yang masih terus menangis di depan kami akhirnya menghentikan mobil di pinggir jalan. Ia meminta bertukar dengan kak Robby agar cepat samapi di hotel. Mengetahui kak Andrew yang menangis, Dante pun ikut menangisi kakaknya. Suasana mobil menjadi sangat tak nyaman dan kami menunggu hingga semua orang dapat kembali dengan tenang sebelum perjalan ini di lanjutkan.     

Pukul 22.50 WIB.     

Kami yang masih berhenti di pinggir jalan di tenga-tengah hutan menjadi sangat gelisah karena Dantey angterus menangis tanpa henti. Kami bergiliran untuk menenangkan Dante tetapi tak ada satu orangpun yang menenangkan Dante.     

"Kamu kenapa Dante? Dante maunya apa?" Tanyaku dengan nada lembut di dekat telinganya, namun tak ada jawaban darinya. Hanya tangisan yang semakin kencang dan terdengar hingga seluruh hutan.     

"Sssttt-sssttt-ssttt.. yukk sini yukk kakak gendong di luar ya.. Biar Dante tenang?" Ucapku yang terus berusaha untuk menenangkannya.     

"Sini yuk sama kakak cantik aja yukk.. Kakak gendong di luar ya?" Timpal kak Dita sambil mengulurkan tangannya ke arah Dante. Lagi-lagi Dante menolak semua rayuan kami dan ajakan kami untuk menggendongnya.     

"Kak ini kenapa adik mu?" Tanyaku pada kak Andrew yang terus menatap kedepan mobil dengan mengernyitkan dahinya.     

"Ssstttt! Kalian lihat nggak di depan itu apa?" Tanya kak Andrew sambil menunjuk ke arah depan mobil yang tersorot lampu jalan.     

"Mana?" Tanyaku yang ikut mengernyitkan dahi sambil berusaha menenangkan Dante yang terus menangis sambil menutupkan wajahnya di pundakku.     

"Ituuuu.. itu lho. Kaya ada orang yang membungkuk berjalan ke arah kita." Ucapnya sambil terus menunjuk ke depan dengan tangan yang mulai gemetaran.     

"Mana sih Ndrew? Gue nggak lihat apapun." Tukas kak Robby.     

"Iya aku juga nggak lihat tuh. Coba aku lihat dari luar ya?" Ucapk Kak Dita yang hendak membuka pintu mobil.     

"JANGAN!! Jangan ada yang keluar dari mobil dan jangan membuka jendela kalian. Kak cepat nyalakan mesinnya! Ayo kita jalan!" Ucap kak Andrew yang sekita panik dan merasa takut.     

Baru kali ini kak Andrew ketakutan melihat sesuatu yang biasanya ia sering lihat.     

"Ayo kak cepat!!" Jalan lurus aja dan tancap gas yang tinggi!!" Ujarnya.     

Mobil melaju dengan kecepatan yang tinggi hingga kak Robby menyetir dengan tegang. Di saat mobil yang kamitumpangi mendekati tempat sosok kak Andrew lihat, tiba-tiba terdengar suara mobil ini menabrak sesuatu.     

[Brraaakkk!!]     

Seketika saja kak Robby mengerem mobil dengan cepat dan berhenti mendadak. Kami semua yang di dalam mobil semakin takut dengan apa yang kami tabrak. Dante yang masih menangis sesenggukan mengintip ke belakang kaca mobil dan melihat apa yang ia tabrak tadi.     

"Kaaakkkk!!! Jalaaannnn!!!" Teriak Dante yang seketika ketakutan dan seluruh badannya gemetar.     

Kak Robby yang mendengar teriakan Dante yang berarti ada sesuatu yang berbahaya mendekati mobil, ia langsung menancapkan gasnya kembali dengan kecepatan yang tinggi. Kami semua menjadi sangat tegang dan tak berani berkata-kata. Dante dan kak Andrew terus menerus masih ketakutan dan menggigil. Disaat kami melewati lorong jembatan yang memotong gunung, tiba-tiba terlihat sesosok orang dengan tubuh yang sanagt tambun dan penuh darah berada di depan mobil kami sambil terus berusaha untuk masuk kedalam mobil. Kak Dita yang sebelumny atak dapat melihat makhluk halus, saat itu ia dapat melihat sosok itu dan terus berteriak ketakutan. Kak Robby yang juga melihatnya langsung membanting setirnya ke kanan dan ke kiri, berusaha agar makhluk itu terjatuh dan tak berada di depan mobilnya.     

"Ndrew ini bagaimana?" Tanya kak Robby yang mulai khawatir dengan keadaan.     

"Sudah kakak jalan aja dengan cepat dan jangan sekalipun berjalan dengan lambat." Ucapnya. Kak Andrew yang saat itu berbicara terdengar dari nada suaranya bergetar ketakutan dan ia tak tahu harus bagaimana. Sesekali ia juga mengucapkan beberapa kata yang aku sendiri tak mengerti artinya sambil membasuh pintu dan kaca depan dengan air yang telah ia doakan. Bagian belakang kemudi dibantu kak Dita dan aku untuk mengoleskannya. Air ini seperti air suci agar makhluk halus yang memiliki niat jahat tak dapat mendekati mobil kami. Kami terus berjalan dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya dapat keluar dari gunung dan bertemu di perempatan kota menuju hotel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.