The Eyes are Opened

Marah (Part 02)



Marah (Part 02)

3Mobil yang kami tumpangi terus berjalan dengan kecepatan 160km/jam di sepanjang jalan yang berliku-liku di gunung. Tak ada kendaraan lain selain mobil kami. Suara deru emsin mobil juga terdengar sangat kencang hingg terdengar di sepanjang jalan. Teror makhluk halus dari hutan yang kami temui terus mengejar kami seakan-akan kami adalah mangsa yang empuk untuk ia makan. Aku mulai menerka kenapa 'mereka' ingin sekali menyerang mobil kami. Yap. Karena di mobil ini memiliki dua orang yang memiliki sixth sense. Aku teringat dengan ucapan kak Andrew dengan orang yang memiliki kemampuan ini. Mereka cenderung memiliki aroma yang sangat harum seperti bunga. Sehingga tak salah jika banyak makhluk halus di hutan ini mengejar kami hingga menaiki mobil yang kami tumpangi. Suasana menjadi sangat mencekam bagi kami berlima. Kami yang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi di tengah gunung, dimana tak ada lampu jalan yang menerangi setiap ruas jalan raya, serta di sisi kanan kami hutan yang lebat dan sisi kiri kami jurang yang sangat curam seakan-akan kami sedang melakukan uji nyali nyawa kami. Jika kami berlamabat-lambat atau sampai mobil mogok, maka kami akan menjadi sasaran empuk makhluk halus yang ada di gunung. Tetapi jika kami mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan tidak waspada kami dapat mengalami kecelakaan tunggal. Semua orang di dalam mobil saat ini langsung berdoa masing-masing meminta perlindungan kepada Yang Maha Kuasa untuk melindungi kami dan menjagai kami dari marabahaya. Hingga akhirnya kami berhasil melewati gunung dan mulai melihat lampu kota yang menyala dari atas bukit, serta terlihat lampu lalu lintas di depan kami. Kak Robby terus menambah kecepatan mobilnya hingga 170km/jam. Namun ketika kami hampir tiba di lampu lalu lintas, nampak sesosok wanita berambut panjang berwarna putih yang berantakan dan menggunakan pakaian kebaya berdiri di tengah-tengah jalan. Wanita itu terlihat membungkuk dan hanya berdiri tanpa berjalan selangkahpun. Kak Andrew yang melihatnya sontak terkejut dan memberitahu kak Robby untuk membunyikan klakson beberapa kali, tetapi wanita itu tak kunjung beranjak dari tengah jalan. Ia tetap berdiri dan tak bergeming sedetikpun.     

"Rooobbbb bel! Bel! Ada orang!! Cepat rem Rooobb!!!" Teriak kak Andrew yang mulai panik.     

"Mana sih Ndrew?? Nggak ada orang di depan!! Jangan ngaco deh!! Ini sudah mau nyampe kota juga!! Udah gue terobos aja!" Ucap kak Robby yang ikut panik.     

"Jangaaannn!!! Bunyikan klakson mu cepaattt!!" Tanpa sadar tangan kak Andrew ikut membunyikan klakson sehingga mobil hilang kendali.     

[Ckiiiittttt!!! Diiiiiiinnnnnnnnnn!!!!]     

Mobil yang kami kendari terpaksa behenti di tengah jalan dengan klakson yang terus di bunyikan oleh kak Andrew.     

"Lu gila ya Ndrew? Lu mau cari mati?" Ujar kak Robby yang kesal dengan tingkah kak Andrew yang hilang kendali.     

"Lu kalau sudah kaya gini selalu hilang kendali dan hilang akal sehat. Sadar Ndrew!! Mereka cuman makhluk halus!!" Ucap kak Robby yang saat itu tak percaya dengan kak Andrew.     

Ketika kak Andrew melihat ke depan mobil, ia melihat wanita itu masih berdiri di seberang mereka, lalu kak Andrew menundukkan kepala dan tangannya menunjuk ke depan mobil. Ia tak berani melihat ke arah wanita yang ada di tengah jalan itu. Saat kami memperhatikan apa yang di tunjuk kak Andrew, kami seketika terkejut, melihat sosok wanita itu. Seluruh badanny apenuh dengan darah yang mengalir. Tangannya yang terlihat putus menjuntai kebawah, kaki kirinya terlihat patah dengan posisi terkilir ke belakang, serta tulang punggungnya hancur sehingga ia menjadi bungkuk. Kami yang menyaksikan itu seketika menutup mulut dan mata kami. Tak ada yang berani berteriak di dalam mobil. Kami hanya berpura-pura menunggu lampu hijau menyala, lalu kami menyalakan mesin mobil dan berjalan kembali dengan menekan klakson mobil sebanyak tiga kali. Di saat kami hampir mendekati wanita itu, ia menoleh ke arah mobil kami. Terlihat bagaimana hancur wajahnya. Tulang wajahnya sudah tak beraturan hingga membuat bentuk wajahnya juga tak beraturan. Salah satu matanya terlepas dari tenggkorak dan saat ia menoleh, ia tersenyum kepada kami lalu ia menghilang di tengah-tengah mobil yang melaluinya.     

Semua orang di dalam mobil seketika tegang tak dapat berkata apapun. Keringat dingin menetes di pelipis dan belakang leherku sehingga membuatku merasa pusing dan detak jantung yang berdegup kencang tak beraturan. Kak Dita yang juga terlihat shock terus menerus memegang tanganku dan memeluk Dante dengan erat. Sekujur badannya gemetaran dan nafasnya berhembus dengan sangat cepat. Aku melihat kak Andrew yang juga terlihat ketakutan dan beberapa kali terlihat ia meremas-remas tangannya untuk membuat dirinya tak gugup setelah melihat kejadian tadi.     

"Ndre itu apa'an tadi" Tanya kak Robby.     

"Itu..itu tadi orang yang abis kecelakaan kak. Arwahnya masih gentayangan di sana dan akan selalu di sana sampai ia bisa kembali menemukan jasadnya. Atau nggak menemukan orang yang menabrak dia."     

"Lalu kalau nggak ketemu gimana?"     

"Yaaa.. jadi arwah gentayangan kaya yang di gunung tadii.."     

"Iddiiihhh serem banget... Ogah balik gunung lagi deh gue. Eh omong-omong anak-anak di belakang kok sunyi ya?" Tanya kak Robby yang penasaran dengan keadaan kami.     

"Yaahhh.. mereka ketiduran kak. Hahahaha.. kasian mereka. Mungkin terlalu capek. Apalagi hari ini sangat ekstrim bangte ya kak. Banyak kejadian yang terjadi berturut-turut. Tapi untungnya kita semua selamat dan nggak kenapa-kenapa." Ucap kak Andrew setelah melihatku, kak Dita dan Dante yang tertidur saling menumpangkan kepala kami ke satu sama lain.     

"Yaaa.. tapi jangan senang dulu lu Ndrew. Belum balikin anak orang lu. Apalagi bokap lu kaya gitu. Siapin mental aja deh." Ucap kak Robby sambil tersenyum.     

Kak Robby kembali melaju membawa kami kembali ke hotel di tengah malam yang sunyi dan dingin. Melewati perumahan penduduk yang telah tertidur lelap hingga lampu rumah dan lampu jalan yang menemani kami sepanjang jalan. Beberapa kali kamimendenagr suara burung hantu dan kelelawar yang berterbangan kian kemari. Jam di mobil telah menunjukkan pukul 12.00 WIB saat kami hampir sampai di halaman depan hotel. Di saat itu juga semua ponsel kami berbunyi bersamaan. Aku dan kak Dita terbangun ketika mendengar bunyi ponsel kami. Aku melihat ke layar ponsel yang di penuhi panggilan masuk dari papa dan mama serta pesan yang mereka tinggalkan. Begitu juga kak Andrew dan kak Robby. Mereka menerima panggilan yang jug atak kalah banyak dari pada kami.     

"Waduh kak, gimana ini papa sama mama telepon sebanyak ini." Ucapku pada kak Dita adak khawatir.     

"Iya. Ini ya papa sama mama telepon dan kirim pesan. Dari tulisan pesannya sih mereka sangat mengkhawatirkan kita. Tapi masalahnya kita harus bilang gimana agar mereka nggak marah?"     

"Iya. ituuu.. hmm.. apa ya udah kita hadapi aja ya kak?"     

"Kenapa? Kalian mau kabur lagi? Hayuuukk.." canda kak Adnrew.     

"Gila apa lu Ndrew mau ajak kita kabur lagi. Di penggal kepala lu sama bokap lu tahu rasa lu!" Timpal kak Robby yang menyetir mobil memasuki halaman hotel.     

"Nah lu lihat sendiri tuh! Sampe rame gitu lobby hotel! Sampe bawa polisi juga tahu nggak! Wadduuuhhh.. kacau-kacaku lu Ndrew! Udah kiamat lah lu!"     

"Lah kok gue terus sih Rob yang lu salahin!"     

"Ya kan elu yang ajak kita-kita buat jalan bareng hari ini. Gue gak nyangka sampe kejadian kaya gini bro! Udah pokoknya gue gak mau di salah-salahin nanti yaa! Gue cuman jadi supir lu aja hari ini! Mentang-mentang gue yang paling tua di keluarga, gue yang kena imbasnya." Tukas kak Robby ayng kesal dengan kejadian malam ini.     

"Sudah-sudah kak. Jangan marah-marah dulu. Belum kena omel nih kita sama orang tua kita. Kalau pada salah-salahin terus kak Andrew, nanti malah drop lho mentalnya."     

"Ihhh.. lu diem aja bisa nggak sih Ndra. Nggak usah bela-bela Andrew! Kita aja nggaktahu gimana nasibnya kok lu masih sempat-sempatnya mikirin dia." Ucap kak Dita.     

Di saat mobil kami memasuki halam hotel, terlihat banyak mobil polisi yang berjaga di pintu masuk hotel langsung menghubungi rekan mereka yang berada di lobby. Benar saja, saat orang tua kita mendengar kita telah tiba di hotel, suara mereka terdengar hingga tempat parkir dan itu membuat keributan di hotel sampai beberapa tamu hotel yang terganggu dengan suara orang tua kita yang teriak-teriak merekam kejadian tersebut di ponsel mereka. Mengetahui ada orang lain yang merekam video tentang orang tua kita yang ribut, polisi yang berada di lobby langsung mengambil tindakan secepat mungkin agar masalah ini tidak meluas dan dapat di selesaikan dengan kekeluargaan. Kami yang ingin masuk ke hotel langsung di hadang dan tak di perbolehkan masuk hotel. Kami langsung di giring dengan menggunakan mobil polisi ke kantor polisi terdekat. Orang tua kami juga mengikuti kami dari belakang bersama polisi yang lainnya.     

"Ini pasti papa yang panggil polisi sampai kaya gini." Ucapku dengan lirih.     

"Whhaattt?? Bokap lu yang panggilin polisi?? Seriusly?? Tanya kak Robby sampai ia terkejut mendengar ucapaku.     

"Ya aku nggak tahu. Tapi kalau melihat reaksinya sih iya. Soalnya papaku itu stength banget orangnya. Kalau ada yang nggak beres dikit sama anak perempuannya langsung main sikat aja. Jarang papa main adu bacot. Katanya sih kaya cewek. Hahahaha.."     

"Iya-iya dek. Bener banget kata adek gue. Dulu soalnya pernah gue di timpuk pake batu sewaktu SD dulu sama teman sekolah gue, dan kalian pada tahu apa tanggapan bokap gue kaya gimana? Langsung datengin tuh orang tua murid yang nimpukin gue, langsung dia bawa semua batu yang dia kumpulin di jalan pake pick up. Lalu di turunin di depan rumah temen gue itu sampe pintu gerbangnya nggak bisa di buka dong gara-gara batu yang papa gue abwa. Pdahal gue cuman di timpuk pake kerikil kecil dan cuman memar di kepala gue doang. Tapi yang dia lakuin buat anaknya kaya gitu ke orang lain. Hahahaha.."     

"Lha terus tuh temennya kak Dita gimana tuh akhirnya?" Tanya kak Andrew yang menjadi semakin penasaran.     

"Yaaa.. orang tua teman gue marah dong otomatis depan rumahnya di kasih batu dari yang kerikil sampe yang gede.. Terus bokap gue bilang sama orang tua temen aku itu. Kalau mau nimpuk anaknya sekalian aja nih aku kasih batu yang banyak dan beragam ukuran. Timpuk anak saya sekarang nggak apa. Kalau anak saya sampai mati baru anda akan saya pidanakan. Baik anda maupun anak anda kelak ketika umur tujuh belas tahun nanti. Kalau anak saya di timpuk pake batu kerikil sampai memar aja, mana ada jera buat anakmu! Ajari anak mu dengan baik. Didik dia dengan tidak menggunakan kekerasan terhadap temannya. Udah kelihatan orang tuanya segalak apa sama anaknya. Gitu bokap gue bilang. Itu ngomongnya pake toa lho btw. Nggak cuman pake mulut kosongan biasa. Tapi toa! Jadi yaaa.. tetangganya pada keluar semua dan dari situ temen gue satu keluarga kena sanksi sosial sama tetangganya dan temen-temen sekolah. Kata bokap gue bilang biarin dia bersihin sendiri batu itu. Biarin juga di kena sanksi sosial. Biar dia jera dan malu." Ujar kak Dita yang menceritakan bagaimana sayangnya papa ke anak-anaknya.     

"Waduuuhh giman ya nanti kita? Apa iya karena kita bawa kabur anaknya, kita dapat anaknya sebagai hukuman kita?" Ujar kak Andrew yang mulai ngelantur.     

"Sadar diri luuu!!" Ucap kak Dita yang gemas dengan pernyataan kak Andrew sambil menjewer telinganya.     

"Adduduuuudududuu kaaakkkk sakiiitttt!!" Teriak kak Andrew yang kesakitan.     

"Biarin. Biar lu tahu rasa hari ini ulahmu sampai kita kaya gini. Pemanasan sebelum kena orang tua gue tahu nggak!" Tegas kak Dita.     

Seketika saja suasana di dalam mobil mencair dan kami dapat tertawa setelah melewati malam yang melelahkan bersama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.