The Eyes are Opened

Pengakuan



Pengakuan

3"Andraaa!! Are you ok now?" Tanya kakak yang baru saja mengeringkan rambut dan beberes perlengkapan renangnya.     

"Iya aku sudah baikan kok kak. Kakiku juga sudah bisa di tekuk dan sudah nggak ada rasa kram sama sekali." Ucapku yang masih duduk di bangku dekat kolam renang.     

"Sudah bisa jalan?" Tanya kakak yang sedang berjalan menghampiri ku.     

"Iya sudah kok." Ucapku yang hendak berdiri mengambil tas perlengkapan berenangku.     

"Ndra! Kalau belum bisa jalan nggak usah di paksa! Biar aku gendong kamu ke kamar aja ya?" Teriak kak Andrew yang berlari ke arahku setelah ia mengantarkan keponakan dan sepupunya ke kakaknya. Mendengar ucapan Andrew, aku dan kakak membelalakan mata dan saling memandangi satu sama lain. Kami yang mendengar sangat terkejut dengan pernyataan kak Andrew yang tiba-tiba hingga tak dapat berkata apapun saat itu. Ia menghampiri kami yang masih berdiri sambil melihat kami keheranan.     

"Kenapa kalian kaya gitu mukanya? Emang ada yang salah dengan ku?" Tanyanya, dan kami hanya mengelengkan kepala.     

"Lalu kenapa?" Tanyanya lagi dengan keheranan.     

"Kamu itu sebenarnya anggap adikku apa sih Ndrew? Segitu perhatiannya kamu sama adikku kaya orang pacaran tapi bukan pacar." Tanya kakak tiba-tiba.     

"Uhmm... ituu.. uhmmm gimana kalau kita duduk aja dulu?" Ajak kak Andrew sambil duduk di bangku di dekatnya. Lalu ia mulai menjelaskan alasannya selama ini.     

"Uhmmm.. gimana ya? Aku jadi gugup mau bicara ini sama kalian secara langsung.. uhmmm..." Ia terdiam sambil memikirkan kata-kata yang pas sebelum kak Andrew bebrbicara lagi. Kak Dita dan aku yang dari tadi terdiam menunggu jawaban dari kak Andrew membuatku semakin deg-degan dan beberapa kali membuatku salah tingkah di depannya. Sampai kak Dita memegang tanganku agar aku lebih tenang dan nggak salah tingkah lagi.     

"Uhhmmm.. jadi.. aku itu sebenarnya.. su-ka sa-ma ka-mu Ndra.. Huuufftt... tapi.. aku tahu sejak awal kita ketemu, waktu aku menggandeng tanganmu ke laboratorium kosong, di saat itu aku melihat jika aku bukan jodoh untukmu. Jikalau kita memaksakan untuk menjalin hubungan ini, hubungan itu nggak akan bertahan lama." Ucapnya yang masih gugup melihat ke arahku.     

Aku yang hanya terdiam dan masih tak dapat berbicara satu kata pun melihatnya dengan sangat antusias untuk kejelasan pastinya. Sedangkan kakak yang mendengar pernyataan kak Andrew yang seperti cowok yang nggak gantle pun mulai merasa gemas dan menantang kak Andrew untuk berkata lebih jelas dan tegas.     

"Iiihhh!! Kamu itu cowok apa bukan sih Ndrew? Kok ngomong kaya gitu aja belibet kaya benang kusut. Ngomong yang jelas! Yang tegas! Ayo ulangi ceritamu dengan baik dan lihat ke arah kami! Jangan ngelihat ke bawah!." Ucap kakak dengan tegas pada kak Andrew.     

Kak Andrew yang mendengar teguran dari kakak langsung menegakkan duduknya dan mengatur nafasnya. Ia mulai menceritakan semuanya dari awal. Ia bercerita jika sejak waktu aku datang di osis, ia sudah menyukaiku karena aku sangat imut di matanya. Ia tertarik padaku namun karena ia tipe orang yang tak langsung mendekati seorang cewek yang ia sukai, maka ia hanya memperhatikanku dari jauh selama aku di osis. Di saat ada kejadian di ruang osis yang membuat kami tak dapat keluar, di situ ia mengaku sangat panik padaku jika aku tak dapat selamat dan keluar dari sana. Ia melakukan berbagai macam cara agar pintu ruang osis dapat terbuka. Hingga ia mengetahu jika di dalam aku terkunci bersama anak yang lain ulah makhluk ghaib yang usil pada kami, ia langsung memanggil penatua yang berkuasa di sekolah agar aku bersama dengan yang lainnya dapat di bebaskan. Lalu di saat ia menarikku ke ruang laboratorium kosong, tanpa sengaja ia membaca masa depanku. Ia melihat jika aku nantinya bukan bersama dengan dia, melainkan orang lain dengan karakter dan kriteria yang sama persis aku inginkan. Namun cowok itu tidak akan datang saat ini, entah kapan cowok itu akan bertemu denganku. Ia juga mencoba untuk melihat jika kami menjalin hubungan pacaran, namun yang ia lihat membuat hatinya sangat menderita. Bukan hanya dirinya saja, tetapi akupun juga akan terus menangis tanpa henti hingga aku terlihat sangat menderita dan bisa ia bilang jika aku sangat depresi dan setres. Mengetahui hal itu, makanya ia tak berani mengucapkan kata pacaran denganku. Sewaktu di sekolah, di hari terakhir kami masuk, sebenarnya waktu itu ia ingin menyatakan perasaanya padaku, tetapi nggak jadi karena Karin ikut denganku menemuinya. Ia memutuskan untuk tak mengungkapkan apapun padaku tentang perasaannya meskipun ia sangat menyukaiku dan ia juga tahu bahwa aku juga menyukainya saat ini. Beberapa kali ia menemukanku dengan perasaan berdebar ketika berada di dekatnya, tetapi ia menahan perasaan itu dan berpura-pura tak mengetahuinya.     

Jika melihat dari sisiku mungkin itu terlihat sangat jahat, karena sudah perasaanku tak berbalas, orang yang aku sukai di ambil oleh sahabatku sendiri. Tetapi jika dilihat dari berbagai sisi dan dari ceritanya, mungkin inilah yang terbaik bagi kami. Kami tak mengalami sakit hati yang akan membuat kami menderita, kami juga dapat saling menjalin hubungan yang baik tanpa takut kehilangan satu sama lain, meskipun di kemudian hari kami harus menjaga jarak dan menjaga hati kami untuk pasangan kami di masa depan.     

"Maaf ya Ndra. Bukan berati aku tak menyukaimu saat ini. Aku suka dengan mu, makanya aku sangat sering sekali menemuimu. Tetapi karena aku sudah melihat masa depanmu dan masa depan hubungan kita jika kita tetap memaksakan perasaan yang egois ini. Semuanya akan sia-sia Ndra." Ucapnya sambil menundukkan kepala yang tak tahan dengan kenyataan yang ia tahu.     

"Apa itu nggak bohong Ndrew? Apa lu serius??" Tanya kakak yang masih nggak percaya dengan cerita kak Andrew.     

"Iya kak. Itu benar adanya. Aku sudah sering sekali mendapat penglihatan seperti itu dan aku juga sering mencoba dan mengingkari dari apa yang sudah aku lihat, dan hasilnya membuatku sakit hati. Sudah banyak korban yang mengalaminya dan aku tak ingin Dyandra juga menjadi korban ke egoisanku. Karena penglihatan yang aku lihat bukanlah main-main. Hampir sembilan puluh sembilan persen kejadian yang aku lihat itu nyata dan terjadi di depan mataku sendiri." Terangnya dengan memasang wajah yang serius.     

"Oke kak. Aku ngerti kok. Memang nggak mudah untuk anak seperti kita. Apalagi kemampuan yang kakak miliki seperti itu. Aku akan menerimanya dan tak menyalahkan kakak." Ucapku sambil menatap matanya dan tersenyum.     

"Uhmm.. Ndrew, maaf aku mau menanyakan satu hal lagi padamu dan tolong di jawab dengan jujur ya?" Tanya kakak yang hendak menanyakan masalah foto bersama Karin.     

"Aku kemarin waktu makan malam nggak sengaja buka sosial media dan aku berteman dengan Karin di sosial media. Uhmm.. aku melihat Karin memposting foto dengan seorang cowo yang memiliki gelang tangan yang sama denganmu. Apa.. kamu.." Ucap kakak yang langsung di sela oleh kak Andrew.     

"Oh foto itu. Ya aku tahu Karin mempostingnya, dan sejak aku mengetahui ia memposting itu tanpa memberitahuku terlebih dahulu, tanpa basa basi aku langsung menegurnya karena ia memposting foto itu tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Meskipun di foto itu tak terlihat wajahku, namun aku merasa itu bagian tubuhku dan bisa saja ada orang yang mengenal atau meperhatikannya. Yah.. seperti kalian ini. Makanya aku menyuruh Karin untuk menghapus foto itu dari sosial medianya."     

Mendengar penjelasan dari kak Andrew aku dan kakak teridam kembali dan tak mengatakan apapun terkait dengan foto itu. Seakan mengerti hubungan mereka sejauh mana. Lalu kakak mulai menanyakan kebenaran dari foto itu pada kak Andrew, tetapi aku menyela terlebih dahulu sebelum kakak menanyakannya.     

"Jadi? Maksud foto itu apa kak? Apa kakak pacaran dengan Karin? Sejak kapan kalian mulai dekat?" Tanyaku sambil terus melihat ke arah mata kak Andrew, dan kak Dita yang mendengar pertanyaanku sedikit terkejut dan langsung memegang tanganku agar aku tak terbawa emosi lagi.     

"Uhhmmm.. kami nggak pacaran kok Ndra. Karin yang pertama kali mendekatiku saat ia tahu kamu dekat denganku. Ia beberapa kali mencari perhatianku saat aku tak bersama denganmu atau dengan teman-temanku. Ia juga yang memulai untuk berkenalan denganku. Jujur aku tak tertarik dengannya karena Karin bukanlah tipeku. Tapi karena ia anak yang supel dan mudah berbaur, maka aku mengiyakan untuk berteman dengannya. Ia juga mengatakan padaku jika jangan menceritakan hal ini pada Dyandra karena Karin tahu jika kamu suka denganku waktu itu." Jelas kak Andrew.     

"Jadi.. Karin yang terlebih dahulu mendekati kakak? Sejak kapan? Sejak kapan ia tahu kalau aku dekat dengan kakak dan sejak kapan ia mulai mendekati kakak?" Tanyaku yang bertubi-tubi mulai curiga dan aku mulai merasakan sakit di dadaku setelah kak Andrew menceritakannya.     

"Sejak kamu di osis itu." Jawabnya singkat.     

Mendengar penjelasan kak Andrew tentang hubungannya dengan Karin aku jadi semakin tahu hari itu, jika Karin memang ada perasaan iri denganku sejak dulu, namun ia tak ingin mengakuinya di depanku jika ia iri. Oleh karena itu ia terus menerus bersikap seperti itu pada orang-orang yang dekat denganku, hingga ke orang yang aku sukai. Aku terdiam tak tahan dengan sikap Karin yang terlihat ke kanak-kanakan. Aku berkali-kali mengatur nafasku agar aku tak menangis ataupun emosi dengan mendengar hal itu semua. Rasanya cukup bagiku tahu apa yang Karin lakukan padaku. Aku menganggapnya sebagai sahabatku tetapi ia bersikap seperti ini di belakangku.     

"Kenapa sih dia kaya gitu? Kalau dia mau dekat dengan kak Andrew kenapa nggak bilang aja terus terang? Kenapa harus main di belakangku kaya gini? Kan kaya aku di tusuk dari belakang ceritanya?" Gumamku di depan kak Andrew dan kak Dita.     

"Sudah Ndra. Ini aku kasih masukan aja sih buat kamu. Kamu boleh menerimanya dan juga menolaknya. Nggak apa. Itu hak kamu. Uhmm.. Aku kasih asara kalau bisa jangan berteman dengan orang yang kaya gini Ndra. Lepasi. Karena orang yang kaya gini itu akan merugikan dirimu sendiri. Yaahhh.. sekarang nggak akan kelihatan, tetapi suatu waktu akan terlihat aslinya. Dengan keirian yang ia miliki terhadapmu, hal itu menjadikan tolak ukurnya agar ia dapat kebahagiaan yang layak lebih dari kamu. Apalagi sekarang kehidupan keluarganya sedang kacau. Itu juga salah satu faktor buat dirinya untuk menjatuhkanmu agar kamu dapat merasakan hal yang sama dengannya. Soo.. don't be a friends with toxic people like her." Jelasnya padaku.     

"Makasi ya kak sudah memberitahuku."     

"Sama-sama Ndra. Lagian jangan khawatir aku nggak akan menjauhi kamu kok." Ujarnya.     

"Jadi lu sama Karin hubungannya apa saat ini? Kok kayanya intens banget hubungan lu sama dia di belakang adik gue?" Tanya kak Dita yang ternyata tak terima adiknya di perlakukan seperti itu oleh sahabatnya dan orang yang di sukai adiknya.     

"Karin yang menganggapku sebagai pacarnya, tapi aku tak ingin mengakui itu." Jawabnya singkat.     

"Jadi lu mempermainkan adik dan temannya gitu? Menggantung sebuah hubungan yang nggak jelas? Atau lu mau berpacaran pura-pura sama Karin karena kasihan dengannya? Jika sikapmu seperti ini, lebih baik kamu menjauhi adikku mulai saat ini juga. Jangan memberikan harapan terlalu tinggi pada adikku dan berikan kepastian pada sahabat adikku yang telah menganggapmu sebagai pacarnya." Tegas kakak yang mulai kelihatan marah dengan kak Andrew.     

"Ow ya asal kamu tahu aja kalau dari semalam Andra ini sangat khawatir dengan foto yang di posting Karin itu, sampai-sampai ia menangis semalaman untuk menenangkan dirinya. Jika kamu masih memberikan harapan palsu yang terlalu tinggi sedangkan kamu tahu jika kalian tak dapat pacaran, lebih baik berhenti. Bersikaplah sewajarnya, berteman sewajarnya. Yah.. meskipun aku tahu jika dua orang cewek dan cowok itu tak dapat menjalin hubungan yang namanya sahabatan atau hanya berteman saja. Pasti ada yang saling suka. Camkan itu Ndrew!" Ucap kakak dengan tegas pada kak Andrew demi menjaga perasaanku.     

Kak Andrew yang sedari tadi terkena teguran keras kak Dita akhirnya mulai menjaga jarak dan sikapnya di depanku. Dan untuk kegiatan hari ini, kak Andrew mengajak kami untuk berjalan-jalan di sekitaran daerah puncak bersama sepupunya. Kami mengiyakan dan mengikutinya siang itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.